Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

DN 4

Barulah aku mendekatkan wajahku di serabinya sejenak aku mengecupnya, lalu lidahku masuk menusuk hingga membelah bibirnya.

"Sssshhhtt, aaahhh, aahhh, dekk, kamu pintar banget dek, !" katanya, mendapatkan pujian darinya, aku semakin menekan wajahku, dengan kedua tanganku berpegangan di pahanya.

"Dek, kamu mainkan lagi benda kecil yang kamu plintir tadi !" pintanya.

Aku langsung mencari apa yang ia minta, aku membuka bibirnya, dan aku cari - cari benjolan itu di bagian atasnya, dan benar saja letaknya ada di atas, dan aku bisa melihatnya sekarang.

Kusentuh pelan menggunakan ujung lidahku, aku geliatkan lidahku, dan aku hisap layaknya put!ng.

Aku fokus ke benjolan itu, lidahku bermain - main di sana, sapuan lidahku berirama naik turun, lama kelamaan aku semakin gemas memainkannya, apalagi aku merasa setiap aku memainkan benjolan itu, cairan miliknya semakin keluar, maka dari itu, sesekali aku menyapu bibirnya dari bawah sampai ke atas, dan hal itu membuat kak Lisa kembali menekan kepalaku.

Aku mulai waspada, jangan sampai dia kembali menghimpitku.

"Dek, jangan takutttt, lanjutin, aaahhhh !" katanya, seketika tekanannya tadi berubah menjadi elusan lembut di ujung kepalaku.

Namun di balik lembutnya elusannya, pinggulnya naik turun, di barengi dengan tekanan dari pinggulnya, dan aku merasa tubuhnya menghentak - hentak.

Kedua tanganku langsung berpindah menahan sisi pahanya bagian dalam.

"Aaahhh, aaahhh, nikmat banget deekkkk, aaahhh kakak keluar !"

Setelah itu, aku merasa cairannya keluar lebih banyak dari sebelumnya.

Sluuuurrrppp, sluuuurrrppp, sluuuurrrppp!

Aku menyambut cairan itu dengan rakusnya, aku melahapnya, sampai tetesan terakhirnya.

Kak Lisa telentang lunglai, kelihatannya dia merasakan hal yang  aku rasakan ketika cairanku keluar.

"Huh, huh, dek, kamu pintar banget dekkk, kakak kenikmatan di buatmu !" katanya dengan nafas tersengal - sengal.

Aku rebahan di samping tubuhnya, dia menarikku untuk memepet di sampingnya.

"Terimah kasih, dek !" ucapnya lirih di samping telingaku.

"Geli, kak, aaah !" kataku, ketika dia menjilati telingaku.

"Hehe, kakak sayang kamu dek !" ucapnya.

Cup!

Dia mengecup keningku.

"Kak, apakah sayang dan suka artinya sama ?"

"Hmm, bisa sama bisa juga beda, dek. Misalnya kakak sayang sama kamu, belum tentu, kakak suka sama kamu. Tapi kalau seseorang suka denganmu, pasti dia sayang denganmu. !"

"Kakak ngga suka dengan Rizal, memangnya Rizal kurang apanya kak ?" tanyaku.

"Bukan gitu dek, cukup kita saling menyayangi, karena kita statusnya adik dan kakak.!" jawabnya sambil mengelus wajahku.

Di sela - sela obrolan kami, kak Lisa kembali mengocok pelan torpedoku, hingga aku mendesis sampai menutup mataku.

Cupp!

Kak Lisa mengecup bibirku

Astaga, aku merasa sangat deg - degan merasakan kecupan singkat darinya.

Dia beranjak dari rebahannya, lanjut dia memandangi torpedoku tanpa melepas pegangannya.

"Dek, mungkin kamu tidak setampan yang teman perempuanmu inginkan, namun kamu memiliki kelebihan yang tidak semua laki - laki memilikinya !" ujar kakakku.

"Kelebihan apa itu kak, ?" tanyaku penasaran.

"Kamu akan mengetahuinya suatu saat nanti, dek. Kakak yakin kamu akan menyadarinya !" kata kak Lisa.

Lalu kak Lisa menundukkan kepalanya dan mengecup kepala torpedoku, lalu kak Lisa menjulurkan lidahnya menjilatinya dari ujung sampai pangkal.

"Aaahhh, aduhhhh, aku mau dapatt lagi, uhhh!" rintihku, padahal baru saja dia memulainya.

Mendengar rintihanku, dia langsung menghentikan gerakannya, dan tangannya mencekik torpedoku.

Aku meringis kesakitan, cairan yang hendak keluar seketika kembali masuk. Entah apa maksudnya, dia sangat menyiksa batinku saat itu. Dia menanggapinya dengan senyuman lebar.

"Kakak jahat, bahagia di atas penderitaanku !" kataku.

"Hihi, jangan ngambek dong !" timpalnya, dia baru kembali melanjutkan aksinya.

Tapi kali ini tambah enak, memasukkan torpedoku, dan dia langsung melumatnya.

Dia melakukannya sangat pelan, di sela permainanya, dia barengi dengan hisapan.

"Aakkkkhhh, enakkkk, !" desahku.

"Mhhhh, mhhhh, !" gumamnya.

Di saat aku ingin mencapainya lagi, dia kembali mencekik torpedoku, namun kali ini dia tidak melepas kulumannya.

Tapi tetap saja aku merasa gagal untuk mencapainya lagi, karena rasa sakit akibat remasan tangannya.

"Udah mau dapat, lanjutinn" pintaku, aku memegang kepala kak Lisa lalu memaksanya untuk melakukannya lagi.

Glokk, glokk, glokk!

Suara desakan di kulumannya.

Akhirnya dia suka rela menggerakkan kepalanya naik turun dengan cepat.

Untuk ketiga kalinya  Lisa sepertinya tidak ingin membuatku kecewa, semakin tubuhku mengejang, dan  bergetar dia menambah frekuensi kecepatannya.

Akupun tidak bisa menahannya lagi,

"Aahhh, shhhttt, aaaahhh, ussssshhh !" rintihku keenakan.

Cairan kental yang keluar, di lahap habis kak Lisa,

"Ihhsss, jorok !" timpalku.

"Biarin, ini untuk kesehatan loh, lagipula rasanya enak, kok !" jawabnya.

"Kalau enak kenapa ngga ada di jual di kios, kak ?" tanyaku.

"Heheh, ini mahal banget dek, makanya ngga cocok di jadikan jajan. !" jawabnya.

******

Keesokan paginya, kak Lisa membangunkanku, sekedar pamit, karena dia masih belum libur.

Ada satu pesan dari kak Lisa sebelum berangkat dia memintaku untuk tidak meninggalkan rumah sampai Ibu dan Ayahku pulang. Jadi aku memutuskan untuk lanjut tidur kembali.

Namun baru saja aku ingin mengatupkan mataku, tiba - tiba,

"Icalllll, Iiiicallll, main yuukkk!" panggil seseorang dari luar.

Ada dua suara yang tidak asing bagiku, segera melangkah keluar. Tebakanku benar, mereka Laras dan Jody.

"Aku di larang keluar, Ras !" jawabku.

"Aisss, padahal mau ngajakin kamu main!" sahut Jody.

"Sorean aja, Di, " jawabku.

"Terus kita ngapain sekarang, aku malas pulang nih !" ucap Laras, dia kemudian duduk di kursi teras rumahku.

"Ya, udah gimana kalau kita nonton film aja, biasanya banyak film seru kalau pagi begini!" kataku segera, apalagi aku tidak ingin melihat Laras ngambek.

Tap, tap, tap!

Mereka berdua tidak menjawabnya, namun mereka langsung berlari masuk.

"Sepertinya tata krama belum di temukan di sini !" gerutuku.

Aku ikut melangkah masuk, dan ternyata mereka sudah menyalakan tv, bahkan mereka sudah mengambil posisi masing - masing.

Glekk!

Mataku tertuju ke Laras, aku baru menyadari dia ternyata hanya memakai rok selutut. Posisinya yang menaikkan kedua kakinya, jadi aku bisa melihat dalamannya.

"kalian mau minum apa ?" tanyaku.

"Sirup, tapi jangan ngadu ke ibumu, kalau aku minta sirup !" ujar Jody.

"Hahah, takut amat sama ibuku, Di !" timpalku.

"Hahah, trauma aja kemarin cuman minta 5u5u, malah di jewer !" jawabnya.

"Siapa suruh kamu minta 5u5u sambil nunjuk d*da ibuku, !" sanggahku.

"Udah, udah, aku juga Cal, sirup aja !" sahut Laras.

Aku kemudian berlalu masuk di ruang dapur. Namun aku tidak mendapatkan keberadaan sirup di dalam sini, jadi aku kembali bingung jika harus mengatakan hal yang sebenarnya.

Tapi tiba - tiba muncul ide di benakku. Aku mengambil air es di kulkas, lalu menyediakan dua gelas plastik, lanjut aku mengolahnya.

Setelah selesai tinggal untuk di nikmati, berharap rasanya akan sama dengan sirup asli.

"Udah jadi, nih !" kataku dengan semangatnya.

Aku meletakkan dua gelas itu di depan tv, dan mereka berdua langsung meminumnya layaknya orang kehausan.

Tapi setelah meneguk sampai seperdua gelas, mereka berdua langsung menatapku sambil mengkerutkan keningnya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel