Takdir yang Tertulis
Angin menderu kencang, menggerakkan setiap sudut ruangan yang gelap. Suara bisikan misterius semakin keras, membuat Aruna dan Adrian merasa terperangkap dalam kehampaan yang menekan. Sosok yang berdiri di depan mereka, yang tak lain adalah penjaga takdir, menatap mereka dengan tatapan yang penuh kebencian, hampir seperti seekor binatang buas yang siap menerkam mangsanya.
“Kalian tidak bisa melawan takdir,” kata suara itu, dalam dan menggema di seluruh ruangan. “Semua ini sudah ditentukan sejak awal. Kalian tidak akan bisa lari darinya.”
Aruna menggigil, namun ada suatu kekuatan yang mulai bangkit di dalam dirinya. Rasa takutnya bercampur dengan rasa penasaran yang tak bisa ia ungkapkan. "Apa yang kau inginkan dari kami?" tanyanya, suaranya tegas meski tergetar.
Sosok itu tersenyum, senyuman yang mengerikan. “Kalian sudah terperangkap dalam permainan ini. Kalian berpikir bisa melarikan diri, tetapi semua ini adalah bagian dari takdir yang telah tertulis. Ratu Alisya, Raja Darian, dan sekarang... kalian. Kalian terlahir kembali hanya untuk mengulangi kesalahan yang sama."
Adrian berdiri di samping Aruna, wajahnya serius. "Takdir? Jika memang ini takdir, mengapa kita terlahir kembali? Mengapa kita dipertemukan dalam hidup yang berbeda? Bukankah itu artinya kita masih punya pilihan untuk mengubahnya?"
Penjaga takdir itu tertawa. “Pilihan? Hahaha... Kalian tidak mengerti. Semua yang kalian lakukan sudah tercatat dalam sejarah. Setiap perbuatan kalian, setiap keputusan yang kalian ambil, hanya akan mengarah pada satu akhir. Kalian akan tetap saling menghancurkan, selamanya.”
Aruna merasakan sesak di dadanya. Setiap kata yang diucapkan sosok itu terasa seperti beban yang menghimpit hatinya. Namun, di dalam hati, ia merasa ada sesuatu yang berbeda, sesuatu yang aneh. Ada bagian dari dirinya yang menolak untuk percaya bahwa takdir mereka memang sudah tertulis untuk hancur.
“Tunggu sebentar,” ujar Aruna, suara mulai stabil. “Apa yang sebenarnya kau inginkan dari kami? Apa tujuan dari semua ini?”
Sosok itu terdiam sejenak, seolah merenung. Kemudian, dengan suara yang lebih rendah dan berat, ia menjawab, “Aku adalah penjaga dari kekuatan yang mengikat jiwa-jiwa kalian. Alisya, Darian, kalian adalah bagian dari sebuah ritual besar yang melibatkan kekuatan yang lebih tua dari zaman ini. Jika kalian tidak menyelesaikan takdir kalian, dunia ini akan jatuh ke dalam kegelapan yang lebih dalam. Kalian adalah kunci—baik untuk keselamatan atau kehancuran."
Adrian menatap Aruna dengan mata penuh ketegasan. “Aruna, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan kita, tapi satu hal yang aku tahu adalah kita harus menghentikan ini. Kita harus mencari cara untuk mengubah takdir ini.”
Aruna menatap Adrian dengan ragu, namun dalam hatinya, rasa takut mulai berganti dengan tekad yang bulat. Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama. Ia tidak ingin menjadi korban dari takdir yang ditentukan oleh sosok misterius ini.
“Kita harus mencari tahu lebih banyak tentang masa lalu kita,” kata Aruna dengan suara yang penuh semangat. “Jika benar kita terjebak dalam siklus ini, mungkin ada cara untuk keluar dari sini. Aku tidak akan membiarkan semua ini berakhir dengan tragedi yang sama.”
Penjaga takdir itu mendengus, seolah tidak terkesan dengan tekad mereka. “Kalian pikir kalian bisa mengubah apa yang sudah ditentukan? Sia-sia saja. Kalian adalah bagian dari kisah ini, dan kisah ini berakhir dengan darah.”
Tiba-tiba, sosok itu mengangkat tangannya, dan dinding di sekitar mereka mulai bergetar. Suara gemuruh terdengar dari dalam tanah. Ruangan itu mulai dipenuhi dengan bayangan hitam yang bergerak cepat, mengelilingi mereka, seperti seekor makhluk yang siap menelan mereka hidup-hidup.
“Jika kalian ingin melawan takdir, kalian harus siap membayar harga yang lebih mahal,” katanya, suaranya kini serak dan penuh ancaman.
Adrian mengangkat tangan, mencoba melindungi Aruna dari bayangan yang mendekat. "Kita harus keluar dari sini! Ini bukan waktu untuk ragu-ragu!"
Namun, saat itu, sebuah kilatan cahaya terang muncul dari dalam tubuh Aruna. Ia merasakan energi yang luar biasa mengalir melalui dirinya, seperti ada kekuatan yang membangkitkan jiwa lamanya. Rasa sakit dan kebingungannya mereda seketika, digantikan dengan sebuah pemahaman yang mendalam.
“Ini… aku tahu apa yang harus dilakukan,” kata Aruna dengan suara yang lebih mantap, menatap tajam penjaga takdir itu.
Sosok itu terkejut, langkahnya mundur sedikit. “Kau... apa yang kau lakukan?”
Aruna menatap cincin emas yang masih berada di tangan Adrian, dan tiba-tiba ia menyadari sesuatu. Cincin itu bukan hanya sekadar simbol, melainkan sebuah kunci. Kunci untuk membuka takdir mereka. Dengan gerakan cepat, Aruna meraih cincin itu dari tangan Adrian, dan memejamkan matanya.
Saat cincin itu berada di tangannya, Aruna merasakan getaran yang mengalir di seluruh tubuhnya. Suara ribut mulai terdengar di telinga mereka, dan seketika, dunia sekitar mereka seakan terbelah menjadi dua. Semua yang ada di sekitarnya mulai memudar, digantikan oleh cahaya yang membutakan.
Kemudian, Aruna mendengar sebuah suara lain, suara yang lebih lembut namun penuh makna: “Kau adalah kunci untuk membuka takdir ini, Aruna. Kebenaran ada di dalammu. Jangan takut untuk mencari jalanmu sendiri.”
Kekuatan dalam tubuh Aruna semakin kuat, dan dengan satu dorongan, ia merasakan bayangan-bayangan itu menghilang, tergantikan oleh kedamaian yang menyelimuti dirinya.
Saat cahaya itu mereda, Aruna terjatuh ke tanah, tubuhnya lelah namun hatinya terasa lebih ringan. Adrian berdiri di sampingnya, terkejut namun juga lega. “Kau... kau berhasil.”
Sosok penjaga takdir itu menghilang begitu saja, seolah ditelan oleh kekuatan yang ada di dalam Aruna.
Namun, meskipun kemenangan itu tercapai, Aruna tahu bahwa perjalanan mereka belum berakhir. Takdir masih menyimpan rahasia yang lebih dalam, dan kegelapan yang menunggu mereka mungkin jauh lebih besar dari yang mereka bayangkan.
Aruna menatap Adrian dengan tekad. “Kita belum selesai. Ini baru permulaan.”
**
Setelah kejadian yang mengerikan itu, Aruna duduk terengah-engah di lantai, matanya kosong dan tubuhnya terasa kelelahan. Namun, di balik kelelahan itu, ada perasaan aneh yang mengalir melalui dirinya—sebuah kesadaran baru, seolah seluruh dunia dan takdir mereka yang terjalin telah terbuka di hadapannya.
Adrian duduk di sampingnya, wajahnya cemas namun ada sedikit rasa lega. "Apa yang baru saja terjadi, Aruna? Bagaimana kau bisa menghentikan penjaga itu?"
Aruna memandang cincin emas yang kini tergeletak di tangan Adrian. “Aku... aku merasa ada sesuatu yang terbangun dalam diriku. Sebuah kekuatan yang entah kenapa terasa sangat familiar. Seperti aku mengenal cincin ini, seperti aku pernah menggunakannya untuk sesuatu yang besar. Seolah-olah... aku terhubung dengan masa lalu."
Adrian menatap cincin itu, ekspresinya penuh keheranan. "Aku juga merasakannya, Aruna. Ada sesuatu yang aneh dengan cincin ini. Tapi, apa maksud semua ini? Mengapa penjaga takdir itu mengatakan kita terlahir kembali?"
Aruna menggigit bibirnya, berusaha mengatur pikirannya. "Aku tidak tahu, Adrian. Tapi aku merasa... kita bukan hanya sekadar terlahir kembali. Kita terjebak dalam sebuah siklus—sebuah perulangan yang dibuat oleh kekuatan yang lebih besar. Dan penjaga itu mengatakan kita terhubung dengan sesuatu yang jauh lebih tua dari kita. Mungkin... sesuatu yang berkaitan dengan kehancuran yang kita alami sebelumnya."
Adrian mengangguk perlahan, namun matanya tetap tajam. "Aku masih tidak mengerti. Jika kita memang terlahir kembali, berarti ada alasan kenapa kita bertemu, kenapa kita bisa merasakan hubungan ini. Tapi ada satu hal yang aku rasa perlu kita cari tahu."
"Apa itu?" tanya Aruna, menatap Adrian dengan penuh perhatian.
"Alisya," jawab Adrian dengan tegas. "Dia bukan hanya seorang ratu. Dia adalah kunci. Aku yakin ada sesuatu yang sangat penting tentang dirinya. Dan kita harus menemukannya."
Aruna merasa hatinya berdegup kencang mendengar nama itu. Alisya—wanita yang hidup dalam mimpinya, yang wajahnya selalu terbayang dalam setiap kilasan ingatannya. Sepertinya, semua yang terjadi ini memang berkaitan dengannya.
"Sebelum kita bisa mengungkap semua ini, kita perlu tahu siapa sebenarnya Alisya," lanjut Adrian. "Jika kita bisa menemukan apa yang sebenarnya terjadi padanya di masa lalu, mungkin kita bisa mengubah takdir kita."
Aruna mengangguk, meskipun pikirannya masih dipenuhi kebingungannya. “Tapi, di mana kita bisa mencari tahu tentang Alisya? Apa yang bisa memberi kita petunjuk?”
Adrian berdiri, lalu mengeluarkan sebuah buku tua dari tasnya. “Aku menemukan buku ini di perpustakaan kecil di situs tadi. Ini seharusnya berisi catatan sejarah yang terlupakan—tentang keluarga kerajaan yang pernah ada. Buku ini mungkin bisa memberi kita petunjuk tentang Alisya dan apa yang terjadi pada masa itu.”
Aruna menerima buku itu dengan hati-hati, membuka beberapa halaman yang tampak usang. Mata Aruna tertuju pada sebuah gambar di halaman pertama: gambar seorang wanita dengan mahkota, wajahnya tenang namun penuh kesedihan. Di bawah gambar itu tertulis nama Alisya, Ratu Terakhir Kerajaan Azura.
Aruna merasa ada kekuatan aneh menyelimuti dirinya saat melihat gambar itu. Ada sesuatu dalam gambar itu yang sangat familiar. Wajah itu... adalah wajah yang selalu ia lihat dalam mimpinya.
"Ini dia," bisiknya, sambil melanjutkan membaca.
Adrian mendekat, membaca dengan cermat di samping Aruna. “Tunggu, ada sesuatu yang aneh di sini. Alisya diketahui hilang setelah sebuah upacara besar yang dihadiri oleh seluruh keluarga kerajaan. Namun, ada catatan yang menyebutkan bahwa beberapa orang melihatnya setelah kematiannya. Ada cerita yang beredar bahwa roh Alisya tidak pernah meninggalkan istana dan mencari balas dendam pada mereka yang mengkhianatinya."
Aruna merasa darahnya berdesir. "Balas dendam? Jika itu benar, maka... kita berada dalam bahaya."
Adrian mengangguk. "Tapi ada yang lebih aneh. Buku ini juga menyebutkan tentang sebuah cincin—cincin yang digunakan oleh Ratu Alisya sebagai simbol kekuasaan. Dan cincin itu… cincin itu memiliki kekuatan yang bisa mengubah takdir."
Aruna terdiam, merenung. “Jadi, cincin itu… milik kita berdua?”
"Sepertinya begitu," jawab Adrian. "Kita terhubung dengan Alisya dan Darian lebih dari yang kita kira. Kita mungkin sudah terjebak dalam takdir mereka, atau... kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar."
Aruna merasakan ketegangan di dalam dirinya. Semua yang ia pikirkan, semua yang ia rasakan, mulai membentuk sebuah gambaran yang lebih jelas—gambaran yang mengerikan. “Jadi, ini bukan hanya tentang kehidupan dan kematian kita. Ini tentang sebuah pertarungan yang lebih besar, yang melibatkan lebih banyak jiwa, lebih banyak korban. Kita harus menemukan cara untuk menghentikan ini sebelum semuanya terlambat.”
Adrian melihatnya dengan serius. "Jika kita ingin mengubah takdir kita, kita harus menemukan cara untuk menghentikan kutukan ini. Semua ini dimulai dengan Alisya dan Darian. Jika kita bisa mencari tahu apa yang terjadi pada mereka, kita mungkin bisa menghancurkan lingkaran takdir ini."
Tiba-tiba, lampu di ruangan itu berkedip dan mati, meninggalkan mereka dalam kegelapan. Aruna merasa ketegangan meningkat, seolah-olah dunia di sekeliling mereka semakin rapat, semakin tertutup.
"Dengar," kata Aruna dengan suara pelan namun penuh ketegasan. "Aku merasa ada sesuatu yang mengawasi kita. Kita tidak sendirian dalam ini. Ada kekuatan lain yang bergerak di luar sana. Kita harus berhati-hati."
Adrian menatap Aruna dengan penuh perhatian. "Kita tidak tahu siapa atau apa yang kita hadapi, tapi kita harus mencari tahu lebih dalam. Kita tidak bisa mundur lagi."
Dengan tekad yang baru, mereka bersiap untuk melangkah lebih jauh ke dalam misteri yang semakin rumit ini. Mereka tahu, apapun yang terjadi, mereka harus menghadapi kebenaran yang telah tertulis—meskipun itu berarti menghadapi takdir yang telah lama ditunggu.
Namun, ada satu hal yang pasti: takdir mereka belum selesai. Dan takdir itu... mungkin akan mengubah segala yang mereka ketahui tentang diri mereka sendiri.
**