Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Keputusan yang Terbentuk

Pagi yang suram menyelimuti desa yang terletak jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota. Kabut tebal menyelimuti jalan-jalan yang kosong, seolah menambah ketegangan di udara. Aruna dan Adrian berdiri di depan rumah tua itu, masih terguncang dengan kata-kata pria tua yang memberi mereka lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

“Takdir kita… dan dunia… akan berubah tergantung pada keputusan kita?” Aruna mengulang kata-kata itu dalam hati. Semua yang mereka dengar semalam terasa seperti beban yang tak bisa mereka hindari, sebuah tanggung jawab yang lebih besar dari apapun yang mereka bayangkan sebelumnya.

Adrian berdiri di sampingnya, matanya penuh kebingungan dan ketegangan. "Kita tidak bisa melarikan diri dari kenyataan ini, Aruna. Kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Dan kita harus menghadapi pilihan itu."

Aruna menarik napas panjang, merasa ada sesuatu yang menyempit di dadanya. Bagaimana mereka bisa membuat keputusan yang begitu besar tanpa tahu apa yang sebenarnya ada di baliknya? Bagaimana mereka bisa tahu apakah pilihan mereka benar atau salah?

"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Aruna akhirnya, suaranya penuh kebingungan. “Kita tidak bisa hanya berdiam diri dan menunggu takdir itu datang. Kita harus menemukan jalan kita sendiri.”

Adrian mengangguk. "Ya, kita harus mencari tahu lebih banyak. Semua petunjuk yang kita dapatkan sejauh ini belum cukup. Kita perlu tahu lebih banyak tentang Alisya dan Darian, tentang kehidupan mereka dan apa yang sebenarnya terjadi."

Dengan tekad baru, mereka melanjutkan perjalanan mereka menuju reruntuhan istana Azura, yang kini hanya tinggal puing-puing dan serpihan sejarah. Menurut buku tua yang mereka temukan, istana ini adalah pusat kerajaan Azura yang dulu berdiri megah. Meskipun hanya tinggal sisa-sisa bangunan, mereka berharap tempat ini akan memberikan jawaban yang mereka cari.

Perjalanan itu tidak mudah. Setiap langkah terasa lebih berat, seolah-olah dunia ini semakin menekan mereka. Namun, mereka tahu bahwa hanya dengan mengungkapkan masa lalu, mereka bisa memahami bagaimana menghadapinya.

Setibanya mereka di reruntuhan istana, suasana semakin mencekam. Semua yang ada di sekitar mereka terasa terabaikan dan terlupakan. Tanah yang dulunya dipenuhi kebahagiaan, kini hanya dihiasi dengan reruntuhan yang menunjukkan kesedihan dan kehancuran.

"Apa yang kita cari di sini?" tanya Adrian, menyusuri sisa-sisa dinding yang runtuh.

Aruna menatap ke arah reruntuhan, matanya penuh tekad. “Sesuatu yang akan memberi kita petunjuk. Jika kita bisa menemukan sesuatu yang berhubungan dengan Alisya dan Darian, kita mungkin bisa menemukan cara untuk menghentikan takdir ini.”

Mereka mulai menggali dan menyelidiki lebih dalam, berusaha menemukan sesuatu yang berharga di antara puing-puing. Setelah beberapa lama mencari, Adrian akhirnya menemukan sebuah ruang tersembunyi di balik dinding yang runtuh. Ruangan itu tampak seperti sebuah ruang pribadi—sebuah ruang yang terlihat begitu terpelihara, meskipun istana di sekitarnya sudah hancur.

Aruna merasakan dorongan untuk memasuki ruang itu, dan tanpa ragu, mereka melangkah masuk. Di dalam, mereka menemukan banyak benda bersejarah—lukisan, patung, dan berbagai artefak yang menggambarkan kehidupan kerajaan Azura. Namun, ada satu hal yang menarik perhatian mereka: sebuah meja kayu tua dengan sebuah buku tebal yang terletak di atasnya.

"Buku ini..." kata Aruna, mendekati meja itu dengan hati-hati. Dia membuka halaman pertama dan mulai membaca, "Ini… ini adalah catatan pribadi Alisya."

Adrian mendekat, membaca bersama Aruna. "Apa yang ditulis di sini?"

Aruna memutar halaman itu dengan cepat, matanya menyelidiki setiap kata. "Alisya… dia menulis tentang cintanya pada Darian, tentang pertempuran terakhir yang mereka hadapi, dan tentang rasa sakit yang datang setelah kehilangan. Tapi ada satu bagian yang menarik. Dia mengatakan bahwa kematiannya bukanlah akhir, melainkan permulaan dari sebuah siklus yang tak akan pernah berakhir. Dia tahu bahwa ia akan terlahir kembali, dan takdirnya akan terus berulang."

Adrian terdiam, mencoba mencerna kata-kata itu. "Jika Alisya tahu takdirnya, apakah dia menginginkan semua ini? Apa yang sebenarnya dia coba capai dengan semua ini?"

Aruna melanjutkan membaca. "Ada lebih banyak catatan yang tertulis. Dia juga menyebutkan bahwa Darian akan selalu kembali untuk menemuinya, tetapi mereka tidak akan pernah benar-benar bersatu. Cinta mereka akan terhalang oleh kekuatan gelap yang lebih besar dari apapun yang mereka bisa lawan. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, tapi dia berharap seseorang akan menghentikan siklus ini sebelum semuanya terlambat."

Aruna menutup buku itu dengan hati-hati, matanya jauh. “Ini bukan hanya tentang kita. Ini lebih besar dari kita. Alisya dan Darian terjebak dalam takdir ini selama berabad-abad, dan sekarang kita harus menghadapi pilihan yang sama.”

Adrian menatapnya dengan tegas. “Jika kita terlahir untuk mengubah takdir mereka, kita harus melakukannya. Kita harus mencari cara untuk menghentikan kekuatan gelap itu.”

Namun, pada saat itu, mereka mendengar suara langkah kaki di luar ruangan. Aruna dan Adrian saling memandang, hati mereka berdegup kencang. Mereka bukan satu-satunya yang ada di sana.

Tiba-tiba, pintu ruang itu terbuka dengan keras, dan seorang wanita muncul di ambang pintu. Wajahnya familiar bagi Aruna—wajah itu adalah wajah yang ia lihat dalam mimpinya, wajah yang kini tampaknya muncul di dunia nyata.

Wanita itu tersenyum sinis, matanya berkilat dengan kekuatan yang tak dapat dijelaskan. "Kalian... akhirnya menemukannya," kata wanita itu dengan suara lembut namun penuh ancaman.

Aruna merasakan tubuhnya membeku. "Siapa kamu?"

Wanita itu melangkah maju, tubuhnya diselimuti aura yang begitu gelap. "Aku adalah bagian dari takdir kalian, Aruna. Namaku Alisya. Dan aku datang untuk memastikan bahwa siklus ini tidak akan pernah berakhir."

Jantung Aruna berdegup kencang, dan segala yang telah ia pelajari seakan berputar dalam kepalanya. "Tunggu... kamu… kamu adalah Alisya yang asli?"

Alisya tertawa pelan, sebuah tawa yang terasa penuh dengan kepahitan. "Kau masih belum mengerti, bukan? Aku adalah bagian dari takdir ini—bagian dari sesuatu yang lebih besar. Dan kalian, kalian berdua, hanya pion dalam permainan ini."

Dengan satu gerakan cepat, Alisya mengangkat tangan, dan sebuah kekuatan gelap yang menakutkan mulai menyelimuti ruangan itu. Aruna dan Adrian mundur, terperangah dengan kekuatan yang seolah keluar dari kedalaman kegelapan itu.

"Takdir ini akan terus berlanjut, Aruna," kata Alisya, suara penuh dengan ancaman. "Kalian tidak akan bisa menghentikannya. Kalian tidak akan bisa melarikan diri."

Aruna menggenggam erat cincin itu, merasa kekuatan yang sama bangkit dalam dirinya. "Kami tidak akan terjebak dalam siklus ini lagi, Alisya. Kami akan mengubah takdir kami."

Namun, saat Alisya tersenyum lebih lebar, Aruna tahu—mereka baru saja memasuki ujian terbesar dalam hidup mereka. Takdir yang telah menunggu mereka selama berabad-abad kini berada di tangan mereka.

Dan pilihan yang mereka buat, akan menentukan dunia ini.

**

Suasana di dalam ruangan itu semakin berat dengan kehadiran Alisya. Energi gelap yang melingkupi tubuhnya membuat udara terasa semakin sesak. Aruna dan Adrian berdiri di sana, terperangah dan bingung, seolah terjebak dalam pertempuran yang belum mereka pahami sepenuhnya.

"Kenapa kamu begitu berkeras untuk menghentikan takdir?" Aruna akhirnya bertanya, suaranya bergetar meskipun ia berusaha tegar. "Kami hanya ingin mengubah siklus ini, untuk memastikan tidak ada lagi penderitaan."

Alisya menatap mereka dengan tatapan tajam, matanya berkilat penuh kebencian. "Mengubah takdir? Kalian benar-benar berpikir kalian bisa mengubahnya? Takdir bukanlah sesuatu yang bisa dirubah dengan mudah, Aruna. Kalian berdua terlahir karena takdir ini. Tanpa kalian, dunia ini akan hancur lebih cepat daripada yang kalian bayangkan."

"Jika kami harus mengikuti takdir yang penuh dengan penderitaan, maka kami akan melawannya," jawab Adrian dengan penuh tekad. "Kami tidak akan membiarkan siklus ini terus berlanjut."

Alisya tertawa dingin, suaranya seperti gemuruh yang mengguncang dinding istana yang sudah rusak itu. "Kalian benar-benar tak mengerti, bukan? Takdir bukan hanya soal kalian. Ini adalah kisah yang jauh lebih besar. Kalian hanya melihat potongan-potongan kecilnya. Bahkan jika kalian mencoba menghentikannya, kalian akan membuatnya semakin kuat."

Mata Aruna membara, namun ia tahu bahwa kata-kata Alisya tidak datang tanpa alasan. “Lalu apa yang sebenarnya ingin kamu capai, Alisya? Jika kamu benar-benar adalah Alisya yang terlahir kembali, kenapa kamu tidak bisa beristirahat dengan damai?”

Alisya menghela napas panjang, wajahnya berubah, sejenak tampak lelah. "Cinta... Cinta adalah kutukan yang aku bawa selama berabad-abad. Darian adalah hidupku, dan kematiannya adalah dosa terbesar yang tak bisa aku lupakan. Aku harus membalas dendam. Takdir ini adalah hukuman yang diberikan padaku. Tidak ada jalan keluar dari sini, Aruna. Tidak untukku, dan tidak untuk kalian."

Sementara Aruna masih berusaha mengerti, Adrian melangkah maju, seolah tak peduli dengan ancaman yang ada. "Kita punya pilihan, Alisya. Kamu sudah terjebak dalam lingkaran ini terlalu lama, tapi kita masih punya kesempatan untuk membuat semuanya berbeda. Kalian berdua, Alisya dan Darian, tidak bisa terus berlarian dalam bayang-bayang masa lalu. Kita harus memutuskan siklus ini."

Alisya tersenyum sinis. "Kalian berpikir kalian bisa mengubah takdir? Bahwa kalian bisa melepaskan diri dari karma yang terikat erat? Tak ada jalan keluar."

Mata Aruna berkaca-kaca. "Tidak ada jalan keluar jika kita menyerah, Alisya. Itu yang aku pelajari dari semua ini. Kita harus berani memilih jalan yang sulit, meskipun itu berarti menghadapi kenyataan yang lebih kelam. Jika kita harus melawan takdir, kita akan melakukannya."

Tiba-tiba, kekuatan gelap yang mengelilingi Alisya semakin kuat, menyebar ke seluruh ruangan dengan kecepatan yang luar biasa. Lantai di bawah mereka mulai bergetar, dan suara gemuruh terdengar di seluruh reruntuhan. Aruna dan Adrian tersentak mundur, merasakan kekuatan itu memengaruhi tubuh mereka. Alisya mengangkat tangannya, dan dunia seakan berputar, memberi mereka perasaan terperangkap dalam dimensi yang tak terjangkau oleh akal.

"Begitu kalian memilih untuk menentang takdir," kata Alisya, suaranya berubah menjadi semakin dalam dan mengerikan. "Kalian akan membuka pintu yang tak bisa kalian tutup kembali."

Aruna merasa tubuhnya mulai lemas, namun kekuatan dalam dirinya bangkit. Cincin yang ia kenakan, yang selalu terasa begitu berat, kini terasa lebih kuat. "Kami sudah memilih, Alisya," kata Aruna dengan suara yang tegas, meskipun hatinya berdebar kencang. "Kami memilih untuk berjuang. Apa pun yang harus kami hadapi."

Adrian berdiri tegak di samping Aruna, menatap Alisya dengan tatapan penuh keberanian. "Kami akan berhenti pada titik ini. Kami tidak akan biarkan takdir terus mendikte hidup kami. Kami akan menghentikan siklus ini, dengan cara apapun."

Alisya menatap mereka dalam diam, matanya penuh amarah dan rasa putus asa. Namun, tiba-tiba wajahnya berubah. Ada sesuatu yang lain, sesuatu yang Aruna rasakan sangat kuat. Alisya bukan hanya ingin membalas dendam, ia takut. Takut akan kehilangan kendali atas takdir yang selama ini ia pegang erat.

"Apa yang kalian lakukan…?" suara Alisya bergetar, namun ada keteguhan di baliknya. "Kalian tahu apa yang akan terjadi jika kalian melawan takdir ini, kan? Dunia ini, hidup kalian, akan berubah selamanya. Tak ada yang akan pernah sama."

"Lebih baik hidup yang tak berarti, daripada hidup yang hanya berputar dalam lingkaran yang sama," jawab Aruna dengan penuh tekad. "Kami tidak takut pada apa yang akan datang. Kami hanya ingin memilih takdir kami sendiri."

Seketika, ruangan itu dipenuhi cahaya terang yang menyilaukan, mengelilingi mereka. Sebuah energi yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya, kekuatan yang melebihi apapun yang bisa mereka bayangkan. Dalam cahaya itu, Aruna melihat sebuah gambaran—sebuah pertempuran besar antara Alisya dan Darian, sebuah cinta yang harus memilih antara dunia dan diri mereka sendiri. Kekuatan gelap itu datang dari perasaan takut, perasaan yang mengekang mereka berdua.

Tapi Aruna tahu, saat itu, mereka berada di ambang perubahan. Mereka tidak bisa mundur. Takdir itu bisa diubah. Semua tergantung pada keputusan mereka, keputusan yang harus mereka buat sekarang.

Cahaya itu semakin kuat, dan dalam detik-detik terakhir, Aruna bisa merasakan dunia bergetar di sekelilingnya. Mungkin ini adalah titik balik mereka, saat di mana takdir itu akan terungkap sepenuhnya. Dan hanya satu hal yang pasti—mereka tidak akan menyerah.

"Tunggu… Apa yang kalian lakukan?" teriak Alisya, namun suara itu kini terdengar begitu jauh, seolah terperangkap dalam aliran kekuatan yang tidak mereka kuasai.

Di tengah cahaya yang menyilaukan itu, Aruna dan Adrian tahu satu hal—perjuangan mereka baru saja dimulai, dan apapun yang akan terjadi, mereka harus siap menghadapinya.

**

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel