Bab 8 Dipecat
Bab 8 Dipecat
Hasna menatap kepergian Aiden dengan perasaan yang campur aduk. Hasna mengutuk dirinya sendiri karena sudah tersulut emosi, padahal berulang kali dia mengingat dirinya sendiri untuk tidak bermasalah dengan seorang Aiden Grissham Miller.
"Na, sebenarnya ada apa sih? Kok Pak Aiden sampai marah gitu?" tanya Vina yang menghampiri Hasna yang berdiri mematung.
"Nanti gue jelasin yah, sekarang ayo kita balik kerja," ucap Hasna. Para pelanggan pun sudah kembali dengan aktivitasnya masing-masing.
Rasanya kepala Hasna ingin pecah memikirkan permasalahan yang ada. Bukannya malah terselesaikan malah nambah satu lagi masalah. Nasib Hasna kadang terlalu memprihatinkan.
*
Aiden membawa mobilnya dengan kecepataan di atas rata-rata. Emosinya belum saja reda dan masih terus membara. Aiden sangat marah atas sikap yang Hasna tunjukkan kepadanya. Siap-siap saja kalau Aiden sudah bertindak, Hasna pasti akan kehilangan pekerjaannya itu.
Aiden masuk ke dalam kantornya dengan ekspresi yang dingin dan sorot mata yang tajam. Karyawan yang di sana sudah tau tabiat buruk Aiden, dan mereka memilih untuk mencari aman supaya Aiden tidak marah-marah kepada mereka.
Baru saja sekretarisnya yang baru ingin menyapa dan mengatakan suatu hal, tapi Aiden malah melewatkannya dan menutup pintu dengan keras.
"Sayang," sapa seorang perempuan yang duduk di kursi kebanggaan Aiden.
"Ngapain kamu di sini?" tanya Aiden dengan dingin.
"Aku kangen sama kamu," ucap Viola, perempuan yang selalu saja mengejar cinta Aiden. Viola bahkan rela memberikan dirinya kepada Aiden, dan Aiden sebagai lelaki normal pun menyambut dengan suka rela. Tapi Aiden tidak pernah menganggap Viola lebih dari seorang partnernya di ranjang.
"Saya ingin sendiri," ucap Aiden singkat.
"Sayang, kamu gak kangen gitu sama aku? Udah beberapa hari ini kita gak ketemu dan kamu sibuk mulu dengan kerjaan kamu itu," ujar Viola dengan manja sambil menyentuh dada Aiden dengan gerakan menggoda.
"Apa kamu tidak dengar ucapan saya? KALAU SAYA ITU INGIN SENDIRI DAN TAK INGIN DIGANGGU," bentak Aiden sambil mendorong tubuh Viola, untung saja Viola tidak sampai terjatuh di lantai.
"Kamu kenapa sih, Sayang? Kamu ada masalah? Sini cerita sama aku." Viola masih saja berusaha membujuk Aiden supaya menceritakan masalah yang Aiden punya.
Aiden berjalan ke mejanya dan menelpon seseorang dan berucap, "ke ruangan saya sekarang juga."
Dari luar terdengat ketukan pintu dan Aiden pun menyuruh orang tersebut masuk.
"Ada yang bisa kami bantu, Pak?" ucap kedua satpam tersebut.
"Bawa perempuan itu keluar dari ruangan saya! Mood saya sedang tidak baik dan jangan sampai kalian mengusik dan membuat kesalahan yang membuat saya murka!" ucap Aiden sambil memperingatkan.
"Ayo Nona keluar dari sini," ujar satpam tersebut.
"Aiden kamu tega ngusir aku? Aku kangen sama kamu Aiden," seru Viola lagi.
"Seret dia!" sentak Aiden kepada kedua satpam itu. Satpam itu pun menarik Viola dan menyuruh Viola untuk keluar dari ruangan Aiden.
Setelah mereka keluar, Aiden memijit keningnya yang pusing dengan keadaan yang dia hadapi. Dia merasa marah kepada Hasna, tapi dalam satu sisi dia merasa tertantang untuk menaklukkan sikap pemberani Hasna. "Tunggu tanggal mainnya, gadis kecil yang pemberani," ucap Aiden dengan seringai khasnya.
*
Hasna sudah selesai dengan pekerjaannya di restoran. Hari ini adalah hari gajian dan Hasna sangat senang, rencananya dia ingin membeli tas keinginan Mamanya itu.
"Hasna," panggil manager Ferdy kepada Hasna.
"Iyah, Pak," jawab Hasna sopan. Teman-temannya yang lain sudah mendapatkan gajinya masing-masing, dan Hasna adalah orang yang terakhir. "Ini gaji kamu selama sebulan, dan maaf," ucap Ferdy merasa tak enak.
"Terima kasih Pak Ferdy. Maaf kenapa yah, Pak?" tanya Hasna dengan bingung.
"Besok kamu tak perlu lagi datang ke sini," ucap Ferdy.
"Memangnya kenapa? Apa besok seluruh pekerja di restoran diliburkan, Pak?" tanya Hasna yang masih saja belum mengerti.
"Kamu saya pecat." Tiga kata yang membuat dunia Hasna hancur seketika.
"Ke-kenapa saya dipecat, Pak? Apa salah saya?" tanya Hasna sambil mata yang berkaca-kaca.
"Saya tadi dapat laporan kalau Pak Aiden tidak nyaman dengan restoran kita, dan kamulah penyebabnya, Hasna," jelas Ferdy.
"Ta-tapi Pak, saya membela diri saya karena sudah direndahkan. Pak Aiden selalu saja memaksa kehendaknya." Hasna berusaha membela dirinya.
"Seharusnya kamu diam saja Hasna, dan tak memberontak. Kamu tau sendiri Pak Aiden orang yang berpengaruh di kota ini. Kalau dia marah, restoran ini yang akan kena dampaknya," ujar Ferdy lagi.
Hasna menghembuskan nafas lelahnya dan berucap, "Baiklah kalau memang itu keputusan Pak Ferdy, saya terima. Terima kasih sudah berbaik hati menerima saya bekerja di sini."
"Terima kasih kembali Hasna. Saya berharap kamu menemukan pekerjaan yang lebih baik lagi," seru Ferdy. Sebenarnya Ferdy berat untuk memberhentikan Hasna, tapi demi restorannya dia harus melakukan itu.
Orang suruhan Aiden menelpon Ferdy supaya memberhentikan Hasna dari restorannya, kalau tidak restoran Ferdy akan digusur dan ditutup. Ferdy mempunyai utang kepada Pamannya Aiden, dan bisa saja Aiden meminta Pamannya itu untuk mendesak Ferdy membayar utangnya. Dan Ferdy belum punya uang yang cukup untuk melunasinya.
Ferdy sangat menyukai cara kerja Hasna yang rajin, dan juga jujur. Pekerjaan yang dia serahkan kepada Hasna, selalu saja dilakukannya dengan baik dan tepat waktu. Hari ini Ferdy merasa kehilangan sosok pekerja yang ulet seperti Hasna.
Hasna berjalan dengan langkah gontai menuju halte. Hatinya hancur dan batinnya menjerit menangis. Hasna berpikir, apakah itu semua rencana Aiden meminta Ferdy memberhentikannya? Kenapa Aiden tega sekali berbuat hal itu?
Semenjak mengenal Aiden, Hasna merasa masalahnya makin bertambah dan tak kunjung menemui titik temu. Hasna menganggap pertemuannya dengan Aiden membawa kesialan tersendiri baginya. Hasna berpikir dengan segala harta yang Aiden punya, Aiden malah menjatuhkan orang yang susah seperti dirinya.
"Hiks .... Hiks ... Hiks ..." tangis Hasna pilu. Dia tidak peduli dengan orang sekitarnya yang memandang dirinya aneh dan gila. Dia ingin meluapkan bebannya sejenak, dan tak satu orang pun mengerti akan dirinya.
"Hey, kenapa kamu menangis, Hasna?"
Hasna mendongak kepalanya dan melihat Marvin berdiri di sampingnya. Langsung saja Hasna masuk ke dalam pelukan Marvin yang hangat itu. Marvin segera membawa Hasna ke dalam mobilnya, supaya tidak jadi pusat perhatian orang-orang yang berada di halte.
"Sttt tenang yah, aku ada di sini dengan kamu, Hasna," ucap Marvin berusaha menenangkan Hasna.
"Mereka semua jahat sama aku, mereka gak ngerti perasaan aku. Aku lelah hidup kayak gini terus, gak ada seorang pun yang mengharapkan aku di dunia ini," curhat Hasna dengan pilu. Marvin yang mendengar ucapan Hasna seketika hatinya tercubit nyeri. Apakah hidup Hasna semenyedihkan itu?
"Hey Hasna, kamu gak boleh ngomong kayak gitu. Banyak kok orang yang sayang sama kamu," ucap Marvin sambil mengelus punggung Hasna.
'Termasuk aku," batin Marvin yang tak mampu mengungkapkan kepada Hasna.
"Mereka jahat sama aku, Mas. Rasanya aku pengen pergi jauh dari kehidupan sekarang. Tubuhku lelah, hatiku capek harus terlihat tegar dihadapan semua orang," keluh Hasna lagi.
"Hey Hasna, look at me," ujar Marvin sambil mengangakat wajah Hasna supaya menatapnya. "Aku tau kamu perempuan yang kuat, hari ini kamu pasti lagi capek aja sama kerjaan kamu itu. Aku juga yakin besok-besok kamu pasti mampu ngejalanin hari-hari kamu lagi. Lita Karlita Hasna adalah wanita terkuat yang pernah aku temuin," ujar Marvin memberikan kata semangat kepada Hasna.
"Aku gak tau sejauh mana aku akan kuat, Mas," seru Hasna sedih.
"Kamu pasti bisa melalui rintangan ini semua, aku bakalan support kamu terus. Kalau kamu merasa down, kamu bisa cerita ke aku, jadikan aku sebagai tempat berkeluh kesah kamu, Hasna," ujat Marvin dengan tulus.
"Terima kasih Mas, maaf aku sering banget ngerepotin Mas Marvin. Aku cuma putus asa dengan keadaan yang sekarang, apalagi aku baru aja dipecat," ucap Hasna mulai tenang dan menghapus air matanya.
"Kenapa dipecat?" tanya Marvin penasaran.
To be countinue