Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Mencoba Mendekati Hasna

Bab 6 Mencoba Mendekati Hasna

Aiden tengah menatap ke luar jendela kantornya. Dari ruangannya terlihat gedung-gedung yang menjulang tinggi dengan kokohnya. Ruangan Aiden terletak di lantai 20 sehingga dia bisa menikmati dan merefresh otaknya sehabis bekerja.

Tok!!! Tok!!! Tok!!!

"Masuk!" ucap Aiden.

"Permisi Tuan, ini saya membawa berkas yang Anda minta," ucap Jack.

Aiden segera menduduki kursi kebangaaannya itu dan membuka sebuah dokumen yang sudah ada di mejanya.

Aiden membaca dengan teliti sambil sesekali tersenyum. Tetapi dia berhenti membaca ketika matanya berhenti ke satu nama yang membuatnya mengepalkan tangannya dengan kuat.

"Dia anak dari Soraya Maelani?" tanya Aiden dengan dingin.

"Benar Tuan," jawab Jack.

"Kamu boleh keluar," seru Aiden. Jack pun keluar dan memberikan sedikit ketenangan kepada Tuannya itu.

"Kenapa Hasna harus anak dari perempuan sialan itu!" gumam Aiden sambil meremas berkas itu.

*

Hasna masih belum beranjak dari tempat duduknya itu. Dia masih merenungkan perkataan Mamanya. Hati anak mana tidak sedih, ketika orang yang sudah dianggap sebagai penyemangat hidupnya, mengatakan dirinya bekerja menjual diri.

Hasna kadang ingin menertawakan hidupnya yang miris itu. Dalam segala hal dia selalu saja kurang beruntung, masalah selalu saja datang menghampiri. Di saat semangatnya kembali, Mamanya malah kembali menjatuhkan dan membuat dirinya down.

"Hamba tau Tuhan, Engkau sangat menyayangi diri hamba sehingga Engkau berikan cobaan yang bertubi-tubi. Hamba sendiri pun tak tau kapan kebahagiaan datang menghampiri. Hanya satu hamba pinta, tolong berikan stok kesabaran yang lebih kepada hamba dalam menjalani dunia yang kejam ini," do'a Hasna sambil menadahkan tangan.

Hasna segera bangkit dari duduknya dan bersiap-siap berangkat kerja.

Setelah beberapa menit bersiap, Hasna pun berangkat ke tempat kerjanya. Hari ini dia sangat malas untuk membawa motor, jadinya dia berjalan kaki untuk menuju ke halte.

Tiba-tiba sebuah mobil bewarna silver berhenti di depannya. Hasna mengkerutkanya keningnya bertanya-tanya, kenapa mobil ini berhenti di depannya?

Orang tersebut keluar dari mobilnya dengan menggunakannya kacamata yang bertengger manis di hidungnya itu.

"Mau berangkat kerja?" tanya Aiden. Yah orang tersebut adalah Aiden. Banyak pasang mata yang melihat interaksi keduanya, bahkan ada yang memotret keduanya.

"Pak Aiden ngapain di sini?" tanya Hasna balik.

"Saya cuma kebetulan lewat dan melihat kamu berdiri di sini. Mau saya antar?" tawar Aiden lagi.

"Tidak usah Pak, saya lagi nunggu bus nih. Terima kasih atas tawarannya," jawab Hasna sambil menolak halus.

"Saya memaksa!" desis Aiden. Hasna yang melihat dirinya dan juga Aiden jadi pusat perhatian, mau tak mau dia pun mengiyakan ajakkan Aiden lebih tepatnya dipaksa.

"Coba aja dari tadi kamu mengiyakan ajakan saya, kita gak perlu jadi pusat perhatian orang-orang," ucap Aiden sambil menyetir.

"Saya kan gak minta Pak Aiden mengajak saya," jawab Hasna kesal.

"Saya kasihan sama kamu panas-panasan nunggu di sana, terus nanti di bus pasti desak-desakkan," ujar Aiden lagi.

"Saya udah biasa Pak, jadi Pak Aiden gak perlu khawatir." Hasna merasa aneh dengan sikap Aiden. Bukannya teman-temannya bilang bahwa Aiden itu seorang yang dingin dan tak peduli dengan hal sekitar? Kenapa dengan dirinya seolah-olah peduli?

"Kamu kerja di restoran sampai malam?" tanya Aiden berusaha mencairkan suasana setelah keterdiaman mereka.

"Saya kerja dari pagi sampai sore Pak, nanti sambung kerja ke butik sampai malam," jawab Hasna.

"Apa gak capek?" tanya Aiden.

"Yah capek sih Pak, tapi saya harus rajin kerja supaya bisa mencukupi kebutuhan kami," jawab Hasna sambil melihat ke arah jendela mobil.

"Kamu tinggal dengan orang tua kamu?" tanya Aiden sedikit demi sedikit berusaha mencari tau lebih jauh kehidupan Hasna.

Baru saja Hasna ingin menjawab, mereka sudah sampai di depan restoran, tempat kerja Hasna.

"Makasih yah Pak tumpangannya, semoga kebaikan Pak Aiden dibalas sama Tuhan. Saya masuk dulu," ucap Hasna dengan terburu-buru masuk ke dalam restoran. Hasna takut nanti ada yang melihat dirinya diantar oleh Aiden, bisa-bisa dirinya jadi bahan gosip.

"Baru aja aku ingin mengetahuinya lebih jauh kehidupannya, mungkin lain kali aku bisa mendekatinya lagi," gumam Aiden sambil melihat kepergian Hasna.

Hasna pun langsung mengganti bajunya dengan baju kerja. Setelah selesai, Hasna pun berjalan untuk membersihkan meja karena sebentar lagi restoran akan buka.

"Dorrrr," kejut Vina dari arah belakang Hasna.

"Astagfirullah Vinaaa, lu itu ngagetin aja sih," ucap Hasna sambil mencubit pipi Vina.

"Sakit weh, yah gue tuh kalau gak usil sama lu kayak ada yang kurang," seru Vina sambil terkikik.

"Kebiasaan," gerutu Hasna.

"Eh lu tadi dianterin siapa?" tanya Vina dengan kepo tingkay akut.

"Emang lu liat tadi?"

"Liat lah, tapi gak tau siapa yang ngantar lu," jawab Vina sambil mengelap meja di samping Hasna.

Hasna menghembuskan nafas lega, karena Vina tak melihat orang yang mengantarnya tadi. Vina itu orangnya kepo dan juga sedikit bocor dalam artian suka keceplosan. Hasna takut kalau dia bercerita kepada Vina, Vina malah keceplosan ke orang lain.

"I-itu temennya aku, Vin," jawab Hasna sedikit bohong.

"Oh gitu, tapi mobilnya kayak gak asing gitu di mata gue." Vina berusaha mencoba mengingat dimana dia melihat mobil itu. Tetapi ingatannya itu sangat buruk, sehingga dia tak bisa mengingatnya.

"Udah lah skip aja, ayo kita siap-siap," ajak Hasna. Mereka pun bekerja dengan semangat dalam mengumpulkan pundi-pundi receh.

*

Aiden mengendarai mobil sportnya dengan kecepatan sedang. Dia di telpon Maminya untuk pulang, karena ada suatu yang harus dibicarakan. Sebenarnya Aiden sangat malas sekali untuk pulang apalagi bertemu dengan tukang selingkuh itu.

Tetapi demi Maminya dia mau tak mau harus pulang. Sejak usia Aiden menginjak 18 tahun, Aiden sudah tinggal sendiri di sebuah apartemen. Dia merasa nyaman tinggal sendiri, dan bebas untuk pulang jam berapa yang dia inginkan.

Perusahaan yang ia jalankan adalah perusahaan dari keluarganya, karena dia anak pertama yang mau tak mau harus mengelola bisnis keluarganya. Aiden mempunyai 2 orang adik, yang pertama seorang laki-laki yang bekerja di rumah sakit terkenal di kota ini, dan yang terakhir adiknya perempuan sekarang dia berkuliah mengambil jurusan desainer.

"Dimana Mami?" tanya Aiden kepada pelayan.

"Nyonya ada di taman belakang, Den," jawab pelayan itu.

Aiden pun masuk ke dalam rumah yang mewah serta megah itu. Dia melihat seorang wanita yang berumur, tapi kecantikannya masih saja terlihat. Maminya sedang meminum tehnya dengan sangat anggun.

"Mami," panggil Aiden sambil memeluk Dita, maminya dengan penuh kerinduan.

"Dasar anak nakal! Kemana aja sih kamu Aiden? Mami kangen benget sama kamu," ucap Dita sambil memcium kedua pipi putra sulungnya itu.

"Aiden banyak kerja Mi, jadi baru sekarang bisa mampir ke rumah," jawab Aiden sambil duduk di samping kursi Maminya.

"Kerjaan terus yang kamu urusin sampai lupa keluarga," keluh Dita.

"Maafin Aiden yah Mamiku tersayang," rayu Aiden supaya Maminya tidak marah.

"Mami tuh sering merasa kesepian di rumah sebesar ini. Kalian sibuk dengan urusan masing-masing, apalagi Papi kamu," ucap Dita dengan sedih.

Aiden yang melihat kesedihan yang terpancar dari mata Maminya mengepalkan tangannya denga kuat. Apa tukang selingkuh itu berbuat ulah lagi? Tidak cukupkah tua bangka itu menyakiti hati Maminya?

"Dimana dia, Mi?" tanya Aiden dengan dingin.

"Dia?" tanya Dita dengan bingung.

"Papi." Satu kata yang membuat Aiden sangat jijik untuk menyebut nama itu.

"Sudah hampir 3 hari Papi kamu pergi ke Singapore, katanya ada sedikit masalah di perusahaan sana," jawab Dita dengan sendu.

Aiden mengeraskan rahangnya dengan kuat. Dia tau tidak ada masalah di perusahaan yang berada di Singapore, karena baru beberapa hari yang lalu dia meminta sekretaris yang di sana memberi tau dirinya kalau ada masalah. Papinya itu pandai sekali berdusta.

"Rupanya tua bangka itu ingin bermain-main denganku," ucap Aiden dalam hati.

"Mami khawatir dengan Papi kamu. Terlebih lagi sejak dia pergi, dia belum memberi kabar apapun kepada Mami," ujar Dita dengan mata yang berkaca-kaca.

"Apa Papi kamu punya wanita lain di luaran sana?" tanya Dita dan membuat Aiden diam seketika.

To be countinue

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel