Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Mulai Tertarik?

Bab 5 Mulai Tertarik?

"Hasna, kita bertemu lagi," ucap seorang pria.

Hasna menengok ke samping ternyata pria yang menyapanya adalah Aiden. Hasna sangat terkejut, kenapa dia harus bertemu lagi dengan pria itu? Padahal Hasna berharap di restoran tadi adalah pertemuan terakhir mereka.

"E-eh iyah Pak," jawab Hasna gugup.

"Boleh kami gabung dengan kalian?" tanya Aiden. Aiden bersama seorang perempuan cantik yang menggunakan baju yang ketat sekali sampai orang-orang bisa melihat lekuk tubuhnya.

Hasna melihat ke arah Marvin bertanya lewat tatapan seolah-olah mengatakan "Apakah boleh?" Marvin pun menganggukkan kepalanya pertanda boleh.

Baru saja Hasna ingin menjawab, Aiden dan perempuan tersebut sudah duduk manis dihadapan mereka. Kalau tau begitu, kenapa bertanya dahulu kepada Hasna dan Marvin? Rasanya Hasna ingin berteriak di depan wajah Aiden.

"Anda Pak Aiden kan?" tanya Marvin memecahkan suasana.

"Ya," jawab Aiden dengan sangat singkat.

Hasna memutar bola matanya kesal dengan jawaban yang diberikan Aiden, terlihat sombong dan angkuh. Hasna rasa Aiden mempunyai dua kepribadian ganda.

"Sayang, aku laper," rengek perempuan tersebut dengan nada manja dan membuat Hasna geli sekali mendengarnya.

"Punya mulut kan? Pesan sendiri jangan manja! Apa-apa mau orang yang pesankan," balas Aiden dengan ketus. Hasna yang mendengarnya antara ingin ketawa dan kasihan melihat perempuan itu.

Hasna dan Marvin rasanya canggung ingin memulai pembicaraan, karena ada orang lain satu meja dengan keduanya. Hasna pun merasa tak nyaman sedari tadi Marvin mencuri pandang kepadanya. Bukan Hasna percaya diri atau apa, tapi beberapa kali mata keduanya saling bertubrukan.

Marvin melihat Hasna seperti tidak nyaman berada di tempat duduknya, dan dia pun berinisiatif mengajak Hasna uttuk pulang saja. Tadi juga Hasna mengatakan dia tidak bisa berlama-lama takut Mamanya sendirian di rumah.

"Mau pulang?" tanya Aiden kepada Hasna.

"Ayo, lagian ini udah malem juga, Hasna capek, Mas," jawab Hasna lembut.

"Kami permisi pulang dulu, Pak Aiden," ucap Marvin.

"Kenapa terburu-buru sekali? Apa kalian tidak nyaman satu meja dengan kami? Kalau memang benar, kami bisa pindah ke meja lain," ucap Aiden dengan ekspresi datarnya.

"Tidak bukan gitu Pak Aiden, saya tak bisa berlama-lama soalnya saya harus istirahat. Besok saya kerja dan masuk pagi," jawab Hasna mencoba menjelaskan supaya Aiden tidak tersinggung.

"Baiklah kalau begitu, hati-hati di jalan, Hasna," seru Aiden dan tersenyum tipis kepada Hasna.

Hasna mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Hasna melihat ke arah perempuan yang bersama Aiden, ekspresinya seperti menahan amarah dan memandang sinis kepada Hasna.

Hasna dan Marvin pun pamit kepada keduanya dan segera meninggalkan cafe itu.

*

Terlihat seorang pria dengan gagahnya duduk di kursi kebanggaannya sambil mengerjakan laporan perusahaan. Sesekali keningnya mengerut membaca dokumen tersebut.

Tok!!! Tok!!! Tok!!!

Bunyi pintu yang diketuk membuat pria itu mengalihkan pandangannya dan mendengus kesal.

"Masuk!" ucapnya dingin.

Sorang perempuan cantik dan sexy masuk di ruangannya sambil berjalan berlengak-lenggok. Aiden yang melihatnya hanya memandang dingin dan berdecak kesal.

"Ada apa? Apa kamu tidak tau saya sedang sibuk?" tanya Aiden dan fokus kembali ke dokumen atas mejanya.

"Apa Pak Aiden ingin saya buatkan kopi?" tanya Desi, sekretaris Aiden yang baru bekerja selama seminggu.

"Apa kamu datang cuma ingin menawarkan saya kopi saja? Dan tak memberitahukan hal yang penting?" tanya Aiden menatap Desi dengan tajam.

Desi mengangguk dan tetap memasang wajah menggoda kepada Aiden. Aiden mengepalkan tangannya melihat sikap santai Desi.

Braaaakkk!!!

Bunyi meja yang dipukul Aiden dengan keras. Aiden merasa emosinya dipermainkan oleh perempuan di depannya ini. Wajah Aiden memerah dan tangannya mengepal dengan kuat.

"APA KAMU MENCOBA MEMPERMAINAKN EMOSI SAYA HAH?!" teriak Aiden dan berjalan mendekat ke arah Desi.

Desi yang melihat itu memundurkan langkahnya karena sangat takut dengan suara menggelegar bosnya itu, wajah Aiden memerah menahan emosi. Niat Desi hanya mencoba mendekati bosnya, mana tau mereka cocok dan bisa menjadi sepasang kekasih.

Desi masih belum tau katakter bosnya itu. Hari ini siap-siap saja Aiden memperlihat bagaimana karakternya yang sesungguhnya.

"SAYA MEMBAYAR KAMU DI SINI UNTUK BERKERJA! BUKAN UNTUK MENANYAKAN HAL YANG TIDAK PENTING DAN MENGGODA SAYA LAYAKNYA PEREMPUAN HAUS AKAN BELAIAN!" sentak Aiden dengan suara yang menggelegar.

Desi hanya menunduk dan menahan ketakutan. Kakinya seperti mati rasa hanya untuk melangkah pergi dari ruangan ini.

"Maafkan saya, Pak," ujar Desi dengan suara yang pelan nyaris tak terdengar.

Aiden berusaha mengatur emosinya dengan baik, setelah itu dia berujar, "Hari ini kamu saya pecat, kemasi barang-barang kamu sekarang juga!" pungkas Aiden mengambil keputusan. "Pak tolong jangan pecat saya, saya membutuhkan pekerjaan ini," mohon Desi sambil terduduk di depan Aiden.

"Saya akan memberikan uang gaji kamu selama seminggu kamu bekerja di sini, dan keputusan saya tidak bisa diubah. Silahkan kamu kemasi barang-barang kamu, kalau tidak saya akan menyuruh anak buah saya untuk membantu mengemasinya!" ucap Aiden dan kembali ke mejanya.

Desi pun bangun dan segera keluar dari ruangan itu. Dia sangat menyesal telah menggoda Aiden. Gara-gara sikapnya itu, dia harus rela kehilangan pekerjaannya.

Aiden menghembuskan nafasnya dengan lelah, sebenarnya dia sangat benci harus marah-marah karena masalah sepele. Dia juga sering lelah menghadapi sikap tempramental dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa menahan atau mengontrol tempramentalnya itu.

Tiba-tiba Aiden tersenyum membayangkan wajah Hasna. Kemarin dalam satu hari, dia bertemu dengan Hasna dua kali. Biasanya Aiden akan bersikap tidak peduli dengan orang yang baru ditemuinya.

Tapi entah kenapa melihat wajah Hasna untuk yang pertama kalinya, Aiden merasa senang apalagi tatapan Hasna yang menurutnya lucu. Aiden juga kesal kenapa Hasna tidak tau namanya, padahal di luaran sana banyak yang mengetahui seorang Aiden Grissham Miller.

"Hallo Jack," ucap Aiden menelpon tangan kanannya.

[Iyah Tuan, ada yang perlu saya kerjakan?]

"Saya ingin kamu mencari data tentang Lita Karlita Hasna, dia bekerja di Restoran Himalaya. Saya mau datanya hari ini juga."

[Siap, Tuan,]

Aiden pun menutup sambungan telponnya. Dia jadi tidak sabar ingin mengetahui lebih jauh kehidupan seorang Lita Karlita Hasan, orang yang menarik perhatiannya.

*

Hari ini Hasna bangun dengan segar karena tidurnya nyenyak tanpa ada pertengkaran dengan Mamanya. Hatinya juga terasa senang sekali dan dia tidak bisa mendefinisikan bagimana perasaannya sekarang.

Entah karena pertemuannya dengan Marvin atau bukan, tetapi Hasna merasakan semangat hidupnya kembali. Apa benar perasaan yang coba dia buang selama 4 tahun ini kembali melambung lagi? Apakah Hasna boleh berharap lagi kepada Marvin? Apakah Marvin memiliki perasaan yang sama kepadanya?

Banyak sekali pertanyaan di kepala Hasna. Tapi Hasna mencoba untuk tidak terlalu jauh dalam berharap, karena dia takut saat dia berharap lebih, semuanya hanyalah bayangan semu yang tak bisa ia gapai.

"Bagus yah semalem pulangnya malam, diantar cowok lagi," cetus Soraya dari belakang Hasna.

Hasna membalikkan tubuhnya menghadap Mamanya dan menjawab, "Itu temannya Hasna Ma, maaf semalem Hasna pulangnya sedikit telat."

"Saya bodo amat kalau kamu mau pulang malam atau pagi sekalian, malahan saya mikir semalam itu pelanggan kamu," seru Soraya dengan nada santainya.

"Pelanggan? Maksudnya apa, Ma?" tanya Hasna bingung.

"Kamu pura-pura sok polos huh?"

"Hasna emang gak ngerti apa maksud Mama," jawab Hasna bingung dengan perkataan Soraya.

Soraya memutar bola matanya kesal melihat kepolosan Hasna. Dia pun berucap, "Semalem kamu pulang lama, gara-gara melayani pelanggan kamu kan? dalam artian menjual t-u-b-u-h kamu."

Hasna yang mendengar perkataan Mamanya hatinya langsung mencelos dan matanya sudah berkaca-kaca. Apa dia seburuk itu di mata Mamanya? Apa Mamanya tak merasa bersalah mengucapkan kata hina itu kepadanya?

"Apa Hasna seburuk itu di mata Mama?" tanya Hasna dengan suara parau.

"Yah, kamu memang selalu buruk di mata saya. Kamu sama saja dengan Papa kamu yang bajingan itu!" maki Soraya dan langsung berlalu di hadapan Hasna.

Hasna selalu bingung dan tak mengerti, kenapa Mamanya selalu saja memaki Papanya? Hasna masih belum mengerti apa yang terjadi dengan keduanya. Semua seperti teka-teki yang masih belum terpecahkan.

To be countinue

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel