Bab 18 Pasrah dengan Keadaan
Bab 18 Pasrah dengan Keadaan
Hasna duduk termenung di sebuah taman setelah tadi dari club menemui Rose. Hasna tengah dilema, apakah dia harus menerima tawaran dari Rose atau tidak? Tetapi kalau dia tak menerima tawaran itu, dia tidak akan mendapatkan uang 20 miliyar itu.
Jujur Hasna tidak ingin bekerja sebagai 'kupu-kupu malam' padahal dia berjanji kepada dirinya sendiri sesulit apapun masalahnya, dia tak akan bekerja menjual diri. Sekarang Hasna pasrah dengan keadaan.
"Tuhan, bantu aku. Aku tak ingin bekerja hina itu, aku ingin menjaga harta berhargaku hanya untuk suamiku kelak," ucap Hasna yang sudah berlinang air mata.
Hasna berpikir untuk meminjamkan kepada Marvin, tetapi dia tau diri dirinya banyak menyusahkan Marvin. Hasna juga malu meminta bantuan kepada Marvin, 20 miliyar itu sangat banyak nilainya.
Drrttt! Drttt! Drrttt!
Bunyi ponsel Hasna berdering dan ia segera melihat siapa yang menelponnya. Hasna menghembuskan nafas gusarnya, ternyata yang menelpon adalah Mamanya.
"Ha-hallo, Ma," ujar Hasna dengan suara paraunya sehabis menangis.
[Sudah kamu dapatkan uang 20 miliyarnya?]
"Belum, Ma. Hasna masih berusaha mendapatkannya."
Ingin rasanya Hasna menangis meraung di depan Mamanya itu. Hasna lelah selalu saja ditekan oleh Mamanya, apakah Mamanya tak punya hati nurani selalu saja bersikap semena-mena kepada Hasna? Hewan saja memiliki hati nurani untuk merawat dan tak memakan anaknya sendiri. Kenapa Mamanya berprilaku melebihi hewan yang kejam sekali.
[Saya kasi kamu waktu 3 hari, kamu ingat kan? Dan saya tak mau tau kamu harus mendapatkan uang itu secepatnya! Kalau tidak jangan anggap saya sebagai Mama kamu dan silahkan kamu pergi dari rumah tak usah menampakkah batang hidung kamu di depan saya lagi!]
"Ma, uang segitu banyak untuk apa? Hasna kasi setengah dulu, apakah boleh?"
[Kamu jangan banyak tanya itu urusan saya, tugas kamu memberikan uang itu secepatnya! Saya gak mau kamu kasi setengah-setengah. Saya mau uangnya pas 20 miliyar,]
Soraya pun langusng menutup sambungan telpon dan Hasna menangis sejadi-jadinya. Dirinya tak peduli dengan tatapan orang yang menatapnya dengan aneh dan juga iba.
"Hasna terima saja tawaran dari Rose, kamu hanya melakukannya sekali saja. Setelah itu, kamu akan mendapatkan uang 20 miliyar itu dan Mama kamu akan senang," bisik suara hati Hasna.
"Hasna jangan lakukan itu, kamu berharga dan tak seharusnya kamu melakukan pekerjaan kotor itu. Cari kerja lain yang halal untuk mendapatkan uang itu atau mungkin kamu berontak saja kepada Mama kamu itu," bisik suara lain.
Hasna menutup telinganya karena bingung dengan bisikan-bisikan yang membuatnya dilema dalam mengambil pilihan. Hasna terdiam sejenak dan dia sudah menemukan jawaban atas dua pilihan tadi.
"Maaf, aku akan menerima tawaran dari Kak Rose. Aku berjanji pada diri aku sendiri, ini terakhir kalinya aku melakukan perbuatan dosa itu. Aku ingin membuat Mama bahagia dan mungkin saja setelah ini Mama akan menerima aku dengan baik. Tuhan, maafkan hamba-Mu ini," ucap Hasna dengan dirinya sendiri sambil melihat ke langit memohon ampunan kepada Tuhan.
Hasna pun beranjak dari taman untuk kembali ke rumahnya. Dia akan beristirahat sejenak dan besoknya dia akan menemui Rose untuk menerima tawaran itu.
*
Aiden tengah tersenyum sendiri entah memikirkan apa. Terlihat dari wajahnya sedang bahagia tak terkira. Aiden jadi tak sabar untuk memulai semuanya, pasti rasanya menyenangkan bermain-main dengan gadis itu.
"Tuan," panggil Jack.
"Ada apa, Jack? Apa kamu membawa kabar bahagia lagi?"
"Benar, Tuan. Nona Hasna menerima tawaran dari Rose. Sekarang Rose sedang mencari pria yang mau menyewa Nona Hasna dan membayar 20 miliyar," ucap Jack.
"Bagus, sekarang lakukan rencana yang sudah kita susun. Setelah itu, saya akan mentransfer bayaran kamu," titah Aiden kepada Jack. Jack pun menunduk kepada Aiden dan berlalu menjalankan rencana yang telah mereka susun.
"Selangkah lagi kamu akan jatuh ke dalam permainan saya, Nona Hasna." Aiden tersenyum menakutkan dan menatap foto Hasna di ponselnya itu.
*
Hasna sedang berada di ruangan makeup para wanita malam di club ini. Hasna sedang didandani dan sudah memakai baju yang sexy dan ketat di tubuhnya. Wajah Hasna dari tadi murung dan matanya tak henti mengeluarkan air mata.
"Aduh, kenapa nangis terus sih Mbak? Ntar makeupnya luntur lagi," ucap seorang pria tetapi berdandan layaknya wanita.
"Apa sudah selesai, Clara?" tanya Rose yang menghampiri Hasna.
"Belum nih, dari tadi dia nangis terus. Pusing kepala barbie liatnya," jawab pria tetapi seperti wanita, bernama Clara.
"Kamu boleh pergi nanti saya panggil lagi," perintah Rose dan Clara pun pergi meninggalkan Rose dan Hasna.
"Hasna, ada apa dengan kamu? Bukankah kamu sudah menyetujui tawaran saya? Apa kamu ingin mundur? Kalau benar masih ada waktu kalau kamu berubah pikiran," ucap Rose sambil menatap Hasna yang murung.
Hasna menggelengkan kepalanya dan berucap, "Aku mau tetap lanjut, Kak. Aku cuma sedih aja sama nasib yang aku terima dan harus aku jalani."
"Memang dunia ini kejam, Hasna. Semua orang akan menganggap kamu berharga jika kamu punya segalanya," ucap Rose sambil mengingat masa lalunya yang kelam. Hasna membenarkan perkataan Rose, jika punya segalanya semua akan mendekat dan apapun yang diinginkan pasti tercapai kalau mempunyai uang yang banyak.
"Saya bertanya sekali lagi kepada kamu Hasna, apakah kamu mau tetap melanjutkan atau tidak?" tanya Rose lagi.
"Aku mau tetap lanjut, Kak," jawab Hasna berusaha tegar. Hasna berusaha mengikhlaskan semuanya, lagi-lagi Hasna mengorbankan dirinya untuk Mamanya itu.
"Ya udah sekarang kamu jangan nangis lagi. Clara akan dandan kamu lagi," ujar Rose.
"Clara!" panggil Rose.
"I'm coming, Bu Boss," seru Clara berjalan dengan berlenggak-lenggok pinggulnya.
"Kamu dandanin Hasna lagi. Buat secantik dan semenarik mungkin," titah Rose kepada Clara.
"Siap Bu Boss, dia udah cantik emang. Tinggal dipoles sedikit aja udah cetar membahana badai," seru Clara dengan lemah gemulai.
"Hasna saya tinggal dulu. Saya ingin mengecek apakah sudah ada yang memesan kamu apa belum." Sebelum berlalu Rose memegang bahu Hasna berusaha menguatkan dan berlalu keluar.
"Ayo kita dandan lagi," ucap Clara dan mulai mendandani Hasna lagi.
Hampir satu jam Clara mendandani Hasna dan sekarang sudah selesai. Clara berdecak kagum melihat wajah cantik Hasna yang terpoles makeup hasil kerja tangan cantiknya itu.
"Aduh cantik banget deh. Emang yah orang yang jarang dandan terus didandani pasti inner beautynya seketika menguar ke langit ke tujuh," seru Clara dengan berlebihan menurut Hasna.
"Senyum dong, Mbak. Pasti Mbaknya banyak pelanggan yang tertarik dan sewa nih." Perkataan Clara membuat hati Hasna berdenyut nyeri mendengarnya. Ingin dia berteriak, dia tak ingin bekerja seperti itu tetapi keadaan mendesaknya sehingga harus melakukan pekerjaan kotor ini.
"Sudah selesai?" tanya Rose yang kembali datang menghampiri Hasna.
"Sudah Bu Boss, gimana cantikkan?" tanya Clara.
Rose hanya menunjukkan dua jempolnya kepada Clara karena Clara melakukan kerjanya dengan bagus. Hasna terlihat fresh dan terlihat lebih dewasa didandani seperti itu.
"Ayo Hasna, kita keluar," ajak Rose sambil membawa Hasna keluar dari ruang makeup. Hasna berjalan tertatih-tatih karena dia belum terbiasa memakai high heells, ditambah lagi bajunya yang pendek membuat Hasna tak nyaman dan menarik baju itu supaya ke bawah sedikit. Tetapi sia-sia saja, baju itu tak bisa menutupi tubuh Hasna.
Banyak pasang mata yang melihat tatapan tertarik kepada Hasna. Hasna sangat tidak percaya diri dan takut ketika ditatapi seperti itu. Dunia malam memang kejam, pikir Hasna. Rose tau Hasna sangat tidak nyaman ditatap seperti itu, tetapi Rose tidak bisa berbuat banyak. Itu caranya membantu Hasna meringankan bebannya dan memberikan penawaran yang membawa Hasna harus terjerumus ke lembah hitam.
"Tunggu sebentar Hasna," ucap Rose yang mendengar ponselnya berdering. "Hallo," sapa Rose.
" ..."
"Iyah benar, apakah Anda ingin menyewanya?"
" ..."
"Anda tenang saja dia masih bersegel dan tak perlu khawatir. Ini siapa kalau saya boleh tau?"
" ..."
"Wah saya mengenal dia. Dia pengusaha sukses dan terkadang sering berada di club kami."
Hasna hanya menyimak percakapan Rose dengan penelpon yang dia sendiri tidak tau siapa.
"Baiklah saya akan menyiapkan semuanya, nanti Anda bisa menjemput di luar club."
" ..."
"Siap, terima kasih kembali."
Rose tersenyum lebar akhirnya dia menemukan orang yang cocok untuk menyewa Hasna malam ini. Rose tau pria itu bukan orang sembarangan dan bisa dipastikan dia bersih bebas dari penyakit menular.
"Hasna kamu sudah ada yang memesan," ucap Rose kepada Hasna. Hasna hanya tersenyum tipis mendengar kabar dari Rose.
To be countinue