Bab 16 Quality Time dengan Marvin
Bab 16 Quality Time dengan Marvin
Hasna dan Marvin telah tiba di berbagai macam permainan yang menggiurkan dan juga menyenangkan. Mata Hasna berbinar melihat pemandangan di depannya, sedangkan Marvin tersenyum melihat senyuman Hasna yang terbit.
''Aku seketika flashback, Mas,'' ujar Hasna kepada Marvin.
''Flashback yang mana nih, Na?'' tanya Marvin yang sedang mengantri membeli karcis untuk masuk ke dalam wahana permainan.
''Inget gak waktu Mas Marvin nawarin aku naik roller coaster?'' tanya Hasna.
''Oh yang itu inget kok, kamu antusias banget dan gak sabaran naik roller coaster. Terus pas roller coasternya bergerak kamu teriak ketakutan dan nangis minta di turunin,'' ujar Marvin sambil menahan ketawa melihat wajah Hasna yang menahan malu. Mungkin Hasna berpendapat kalau Marvin tidak mengingatnya, tetapi itu salah besar karena Marvin akan selalu mengingat kenangannya bersama Hasna.
''Aku kira naik itu enak. Soalnya banyak orang yang masuk coba wahana itu, jadi aku penasaran dan berpikir mungkin wahananya seru. Eh gak taunya jantung aku rasanya pengen copot, kepala pusing, dan nyawa aku rasanya udah terbang gara-gara naik roller coaster,'' seru Hana dengan lucu. Marvin yang melihat Hasna berucap seperti itu, tidak tahan dan melepas tawa renyahnya itu.
Hasna yang melihat tawa Marvin menutup wajahnya malu, Hasna tidak tau kenapa Marvin ketawa. Apa mungkin mengingat cerita tentang beberapa tahun silam atau tertawa dengan sifat kampungan Hasna yang tidak pernah ke wahana permainan?
''Kenapa Mas ketawa? Maafin sifat Hasna yang kampungan ini yah, Mas,'' ucap Hasna dengan nada yang merendahkan dirinya sendiri.
Marvin yang mendengar Hasna mengeluarkan perkataan seperti itu, menghentikan tawanya dan mengatur ekspresinya seperti semula.
''Kamu duduk di sini dulu yah,'' ujar Marvin dan meninggalkan Hasna di sebuah kursi yang memang disediakan oleh tempat wahan di sini. Hasna pun bertanya-tanya, kenapa Marvin meninggalkan dirinya sendiri? Belum sempat dirinya ingin bertanya, Marvin sudah berlalu dari hadapannya. Hasna takut kalau Marvin meninggalknnya, Hasna tidak tau jalan menuju rumahnya, Hasna juga tidak membawa uang untuk sekedar menyewa taksi.
''Tamatlah riwayat aku kalau beneran Mas Marvin ninggalin aku di sini sendirian,'' ucap Hasna kepada bermonolog sendiri. Hasna pun memilih untuk duduk dan menunggu Marvin, mungkin saja tadi Marvin ada keperluan.
Setelah beberapa menit menunggu Marvin, Hasna melihat Marvin membawa dua es krim dan juga cemilan. Hasna bernafas dengan lega, karena Marvin kembali dan tak meninggalkannya.
''Maaf nunggunya lama, Na. Antreannya rame banget tadi,'' ucap Marvin sambil memberikan Hasna es cream rasa coklat. Hasna pun menerima dengan senang, karena dia sangat menyukai makanan yang ada coklatnya.
''Makasih, Mas. Hasna pikir tadi, Mas Marvin ninggalin Hasna sendirian di sini,'' ungkap Hasna.
''Gak lah, kamu itu selalu aja berpikiran negatif. Aku laundry juga otak kamu lama-lama,'' kelakar Marvin dan membuat Hasna malu karena guyonannya itu.
''Mengenai yang aku ketawa tadi, aku tuh mengingat kejadian beberapa tahun lalu waktu kamu antusias mau naik roller coaster dan ekspresi kamu waktu tadi ngejelasinnya itu lucu banget menurut aku. Nah makanya aku ketawa bukan karena yang kamu bilang itu, sifat kampungan.'' Marvin mencoba menjelaskannya takut Hasna salah paham.
''Oh gitu, aku pikir karena sifat norak dan kampungan aku makanya Mas ketawa,'' seru Hasna dengan polos sambil menikmati es krimnya.
Marvin mengambil es krim di tangan Hasna dan meletakkan di meja di depan mereka. Hasna yang mendapatkan perlakuan itu seolah-olah bertanya, 'ada apa?'
''Dengerin aku yah, Na. Jangan pernah kamu merendahkan diri kamu sendiri, setiap orang punya kriterianya masing-masing. Aku seneng kok bisa ajak kamu jalan-jalan, daripada sama temen-temen aku yang sok asik dan udah tau segalanya. Rasanya tuh gak enak dan ngebosenin, beda lagi kalau jalan sama kamu."
"Kamu berlaku apa adanya yang bikin aku seneng. Zaman sekarang banyak yang ngakunya temen, tapi nusuk dari belakang. Jadi aku marah banget kalau kamu masih merendahkan diri kamu sendiri."
Marvin mengatakannya sambil memegang tangan Hasna yang membuat Hasna panas dingin jadinya. Mata Hasna tak berpaling dan fokusnya hanya satu titik, yaitu wajah tampan Marvin yang berkata dengan lembutnya.
"Kamu janji sama aku yah, jangan pernah lagi merendahkan diri kamu sendiri. Kamu itu berharga," lanjut Marvin sambil mengusap pipi Hasna. Hasna pun dengan reflek menganggukkan kepalanya, pertanda janji kepada Marvin.
"Are you ready to play?" tanya Marvin kepada Hasna.
"Yes, captain. I'm ready, let's go," jawab Hasna sambil memberi hormat kepada Marvin. Marvin yang melihat itu tertawa kecil dan mengandeng tangan Hasna untuk menikmati wahana permainan.
"Kamu berhak bahagia, Hasna."
*
Terlihat Aiden sedang berada di ruangannya tengah menunggu sesuatu. Aiden sangat resah menunggu kabar dari seseorang yang membuatnya tak bisa berpikir dengan baik dan tak bisa fokus dengan pekerjaannya itu. Padahal baru beberapa jam, dia bersama dengan perempuan itu.
Bunyi ponsel Aiden berdering dan dengan sigap dia menyambutnya tanpa melihat siapa yang menelpon, karena dia sudah tau siapa penelpon tersebut.
"Hallo Jack, bagaimana?" tanya Aiden tak sabaran. Jack yang mendengar suara Tuannya yang tak sabar menunggu informasi darinya, hanya tertawa dalam diam. Jack berpikir, Aiden sudah jatuh cinta kepada perempuan itu, tetapi Aiden selalu menepisnya dan mengeraskan hatinya.
[Perempuan itu sedang pergi ke tempat wahana permainan, Tuan,]
"Wahana permainan? Bukannya dia mengatakan kepadaku ingin bekerja?"
[Dia memang pergi bekerja, Tuan. Tetapi anak dari pemilik butik itu yang notabennya kakak tingkatnya waktu Sma, mengajaknya jalan-jalan di jam kerja, Nona Hasna,]
Tiba-tiba saja Aiden merasa hatinya terbakar mendengar kabar dari Jack tentang Hasna. Entah kenapa, tiba-tiba saja Aiden ingin tau apa yang dilakukan Hasna waktu bekerja, tetapi berita dari Jack malah membuat kepalanya ingin meledak.
"Carikan informasi tentang kakak tingkatnya itu. Saya ingin dalam satu jam sudah kamu dapati! Kamu awasi mereka terus dan laporkan setiap satu jam sekali apa saja yang mereka lakukan."
Jack yang dititah seperti itu menghembuskan nafasnya dengan lelah. Sifat Aiden selalu saja pemaksa dan ingin semuanya didapati dengan cepat. Jack berusaha sabar karena Aiden adalah Tuannya yang harus dia patuhi dan hormati.
[Siap, Tuan. Nanti akan saya cari dan laporkan,]
Aiden pun menutup sambungan telponnya tanpa adanya ucapan terima kasih kepada Jack, karena sudah membantunya. Itulah sifat Aiden yang banyak orang kurang suka, arrogant dan tidak tau cara menghargai. Padahal ucapan terima kasih dan maaf itu sangat penting dan berharga.
"Kenapa kamu selalu mengganggu pikiran saya, gadis keras kepala?"
"Saya pastikan secepatnya kamu akan hidup berdua dengan saya. Sepertinya menyiksa dan membuat kamu tunduk adalah pr saya, terlihat menantang diri saya untuk menaklukkan kamu."
*
Hasna sudah kembali ke rumahnya, suasana hatinya menghangat dan bermekaran layaknya bunga. Sungguh rasa cintanya kepada Marvin, levelnya semakin meningkat apalagi dengan perlakuan lembut dari Marvin. Marvin juga selalu mengerti akan dirinya, selalu ada di saat dia sedang sedih.
Hasna akan meminta kepada Tuhan, untuk menyatukan rasa dan hati Marvin dengannya. Hasna sangat berharap Marvin membalas cintanya, walaupun dia tau dirinya tidak akan cocok bersama Marvin. Tetapi kalau Tuhan sudah berkehendak, pasti akan dikabulkan. Asam di darat dan ikan di laut saja dipersatukan di dalam belanga, kenapa tidak dengan Hasna dan Marvin?
"Mana uang yang saya minta kemarin?" tanya Soraya yang sudah berdiri di belakang Hasna. Hasna langsung tersadar dari khayalan manisnya dengan Marvin, dibuyarkan dengan suara Mamanya.
"Nanti Hasna berikan yah, Ma. Tapi kalau untuk sekarang Hasna belum ada," ucap Hasna.
"Kamu saya beri waktu lebih dari seminggu tetapi belum juga ada HAH? Ngapain aja kamu selama itu?" bentak Soraya.
"Ma, uang 10 juta itu banyak, Hasna gak mungkin punya uang segitu. Hasna juga baru dipecat dari restoran dan baru aja dapat pekerjaan baru," kata Hasna dengan memelas berharap Mamanya itu sedikit saja mengerti.
"Itu derita kamu dan saya gak peduli! Pokoknya saya gak mau tau dalam waktu tiga hari uang itu sudah ada," ucap Soraya.
"Dan satu lagi, saya mau uang sebanyak 20 miliyar dan terserah kamu mau dapetin uang segitu gimana. Mau jual diri atau jual ginjal kamu pun, saya gak peduli!" sentak Soraya dan meninggalkan Hasna.
Hasna terdiam, 20 miliyar cari dimana? 10 juta saja dirinya susah mendapatkan. Soraya memang keterlaluan dan tak pernah sadar akan ketulusan yang Hasna berikan untuknya.
"Aku benci hidupku," ucap Hasna frustrasi.
To be countinue