Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 15 Antara Marvin, Hasna, dan Aiden

Bab 15 Antara Marvin, Hasna, dan Aiden

''Menurut pendapat kamu, bagaimana saya harus bertindak kepada perempuan sialan yang sudah menghancurkan kebahagiaan keluarga saya?" tanya Aiden.

Hasna terdiam dan berusaha memikirkan jawaban yang akan dia berikan kepada Aiden. Hasna takut salah berbicara, karena masalah yang dihadapi Aiden ini agak berat dan rumit.

''Kalau menurut saya, coba Pak Aiden temui wanita itu dan minta secara baik-baik untuk memutuskan hubungan gelap antara dirinya dan Papi Pak Aiden,'' saran Hasna.

''Berbicara baik-baik? Perempuan sialan itu tidak akan mau, dirinya sudah keenakan dengan fasilitas yang diberikan Papi saya, Hasna,'' sanggah Aiden.

''Menurut kamu, bagaimana dengan anak perempuannya?'' tanya Aiden lagi.

Hasna mengerutkan keningnya pertanda bingung dan berucap, ''Kenapa dengan anak perempuan wanita itu?''

''Saya membalaskan dendam kepada anak perempuannya dan menghancurkan anaknya seperti dia menghancurkan hati Mami dan keluarga saya lainnya,'' jelas Aiden dengan smirk menakutkan.

Hasna yang melihat itu jujur saja sangat takut dan tak habis pikir dengan isi kepala Aiden. Bukankah yang berbuat tak senonoh wanita itu bukan anaknya, kenapa Aiden ingin membalaskan dendam kepada anak wanita itu yang tidak tau apa-apa?

''Kenapa harus membalaskan dendam kepada anaknya? Bukankah dia tidak tau apa-apa atas perbuatan ibunya itu? Saya rasa itu tidak baik hanya merugikan saja kalau Pak Aiden membalaskan dendam kepada anaknya,'' sanggah Hasna tidak setuju dengan pemikiran Aiden.

'Saya tidak sebaik pemikiran kamu itu, Hasna. Sistem saya kalau satu berbuat maka seluruh anggotanya akan saya hancurkan tak bersisa!' batin Aiden.

*

Setelah percakapan mereka, Aiden pun mengantarkan Hasna pulang ke rumahnya. Terlihat matahari sudah menampakkan rupanya, mereka mengobrol sampai tidak ingat waktu. Aiden menatap rumah sederhana yang berada di depannya.

Rumah itu hanya berlantai satu dan rumah itu tidak besar dan tidak terlalu kecil juga. Aiden yang memandang rumah itu merasa sejuk matanya, di teras terdapat tanaman bunga yang bermacam-macam warna dan tanaman lainnya. Aiden rasa itu Hasna yang merawatnya, tak mungkin perempuan sialan itu. Perempuan sialan itu pasti tak ada waktu untuk melakukan itu semua.

''Terima kasih Pak Aiden, sudah mengantarkan saya. Maaf saya tidak menawari masuk, karena habis ini saya akan pergi bekerja,'' ujar Hasna.

''Tidak apa-apa, Hasna. Kamu tinggal bersama siapa?'' tanya Aiden. Padahal Aiden sudah tau kalau Hasna tinggal bersama Mamanya, karena Aiden pernah meminta Jack mencari tau tentang Hasna.

''Saya tinggal bersama Mama saya. Saya masuk dulu, Pak Aiden.'' Hasna bersiap-siap membuka pintu, tetapi terhenti karena Aiden memanggilnya.

''Kamu jangan bekerja di club lagi Hasna. Saya akan mencari pekerjaan yang baru dan lebih baik untuk kamu,'' ujar Aiden sambil menetap Hasna.

''Tidak perlu, Pak Aiden. Saya baru bekerja disana, tidak mungkin saya berhenti. Lagi pula saya sudah menandatangani kontrak selama setahun. Kalau saya berhenti, saya harus membayar denda,'' ujar Hasna menolak.

''Saya akan membayar dendanya, anggap saja sebagai ganti karena saya sudah membuat kamu dipecat di restoran kemarin,'' ujar Aiden masih berusaha membuat Hasna menyetujuinya.

''Tidak perlu repot-repot, Pak Aiden. Kalau Anda merasa bersalah atas perbuatan Anda itu, saya sudah memaafkannya. Saya permisi.'' Hasna langsung keluar dari mobil Aiden.

Aiden yang menatap Hasna hanya bisa tersenyum miris, Hasna masih saja menjadi wanita yang keras kepala. Aiden merasa Hasna pribadi tertutup dan tak ingin menjelaskan lebih jauh tentang keluarganya.

''Bukan saya bersimpati kepada kamu Hasna, tetapi saya ingin kamu merasa berutang budi kepada saya dan membuat kamu jatuh ke dalam pelukan saya.''

''Kamu hanya objek balas dendam saya kepada wanita sialan itu. Saya pastikan jika kamu jatuh ke dalam pelukan saya, saya akan membuat kamu menderita dan menghancurkan hati kamu berkeping-keping seperti yang Mami saya rasakan.''

*

Hasna saat ini sedang bekerja di butik. Tubuh Hasna saat ini sungguh lelah sekali, kepalanya berdenyut nyeri karena belum tidur seharian ini. Biasanya setelah pulang bekerja di club, Hasna bisa tidur sekitar 2 jam dan langsung bekerja di butik.

Sudah seminggu Hasna bekerja di sana, dan selama itu Mamanya tak ada di rumah. Hasna sudah biasa dengan sikap Mamanya yang menghilang beberapa minggu. Nanti pulang pasti dia akan menagih uang itu.

Hasna belum membicarakan kepada Rose untuk meminjam uang sebanyak 10 juta, mungkin habis dari butik dia akan menemui Rose.

''Hasna,'' panggil seseorang.

Hasna mendongakkan kepalanya ternyata Marvin yang memanggilnya. Seketika senyum Hasna terbit melihat pujaan hatinya. Marvin terlihat tampan di mata Hasna, Marvin menggunakan kaos yang dilapisi jaket dan celana selutut, terlihat santai dan fresh.

''Mas Marvin, lagi nyari Bu Ana yah?'' tanya Hasna.

''Gak kok, aku nyari kamu,'' jawab Marvin yang membuat Hasna tersipu malu dan jantung Hasna seketika berdebar.

Marvin yang melihat Hasna tersipu dengan malu atas perkataannya itu merasa senang bisa membuat Hasna sedikit berekspresi. Dari kejauhan tadi, Marvin melihat Hasna melamun dan wajahnya murung. Jujur saja Marvin tidak suka melihat Hasna sedih. Hasna pantas untuk bahagia, walaupun belum saatnya.

''Ada perlu apa, Mas?'' tanya Hasna berusaha mengatur ekspresinya supaya tidak tersenyum lebar.

''Aku mau ngajak kamu ke luar, kamu mau kan?''

Baru saja Hasna ingin menjawab 'iya' tetapi berhenti karena dia ingat sekarang dia berada di butik dan masih jam kerja. Kalau tidak jam kerja, Hasna dengan bahagia pasti mengiyakan ajakan Marvin.

'''Hasna gakk bisa, Mas. Ini masih jam kerja,'' jawab Hasna sedih.

''Pergi saja Hasna, masih banyak pekerja lain,'' ucap Bu Ana yang datang tiba-tiba berdiri di samping Marvin.

''Saya tak enak dengan yang lain, Bu. Nanti saya dikiranya makan gaji buta, nanti saja dibilang mengambil kesempatan mentang-mentang saya temannya Mas Marvin,'' seru Hasan berpikir negatif terlebih dahulu.

''Saya jamin tidak ada yang berani mengatakan seperti itu, lagi pula saya sudah mengizinkan kamu,'' balas Bu Ana.

''Tapi gaji saya gak dipotong kan, Bu?'' tanya Hasna dengn hati-hati.

Marvin dan Bu Ana yang mendengar pertanyaan dari Hasna langsung tertawa kecil. Hasna anak yang sangat polos tetapi pekerja yang rajin dan penuh akan semangat. Bu Ana tau sedikit tentang kehidupan Hasna, karena Marvin yang menceritakannya.

Bu Ana jadi kasihan kepada Hasna, di usia sekarang dia harus banting tulang memberikan uang kepada Mamanya yang buruk itu, Hasna juga anak broken home. Miris sekali hidupnya, pikir Bu Ana.

''Tidak, Hasna. Sekarang kamu ganti baju yah,'' ucap Bu Ana. Hasna pun bergegas menggantikan bajunya. Akhirnya dia bisa sedikit bersantai. Memang Marvin selalu pengertian dan tau apa yang dia butuhkan sekarang, refreshing.

''Bun kita jalan dulu yah,'' pamit Marvin kepada bundanya dan tak lupa menyalami, diikuti dengan Hasna.

''Hati-hati yah,'' ucap Bu Ana. Keduanya pun mengangguk dan Marvin pun mengemudi mobilnya meninggalkan butik.

''Kita mau kemana, Na?'' tanya Marvin.

''Hasna ngikut Mas Marvin aja,'' jawab Hasna dengan tersenyum tipis kepada Marvin. Hati Marvin seketika meleleh melihat senyuman Hasna yang manis itu.

''Gimana kalau kita ke wahana permainan aja?'' usul Marvin.

''Wah boleh tuh, Mas. Terakhir Hasna ke sana waktu SMA, itu pun Mas Marvin yang ngajak,'' seru Hasna dengan antusias.

''Ya udah kita ke sana lagi yah, aku rasa permainannya sekarang udah banyak,'' ucap Marvin.

''Iyah, Mas.'' Setelah itu keheningan pun melanda, Hasna membayangkan pasti menyenangkan bisa ke sana lagi, apalagi bersama dengan Marvin.

''Mas ...'' panggil Hasna.

''Iyah, kenapa?"' tanya Marvin.

''Terima kasih banyak udah mau ngajak Hasna jalan-jalan. Hasna sebenarnya capek banget kerja terus tanpa adanya refreshing. Tiba-tiba aja tadi Mas Marvin ngajak Hasna jalan-jalan, dan Hasna seneng banget,'' ungkap Hasna sambil matanya berkaca-kaca. Hasna pun dengan reflek memegang lengan Marvin.

Marvin pun meminggirkan mobilnya ke tepi dan mengusap wajah Hasna yang sudah ada air mata yang mengalir. Hasna pun memejamkan matanya menikmati usapan sayang Marvin di wajahnya.

''Gak perlu berterima kasih, aku seneng bisa buat kamu bahagia, Na. Aku tau kamu stress dan capek harus kerja tiap hari dari pagi sampai malam. Kamu yang kuat yah, aku bakalan selalu ada buat kamu,'' balas Marvin dengan berkata tulus.

Hasna pun mengangguk dan merasa beruntung bisa dipertemukan dengan orang sebaik Marvin. Hatinya tak pernah salah dalam memilih, Hasna berharap Marvin mempunyai perasaan yang sama dengannya. Walaupun Hasna rasa hanya berada di dalam mimpi semata.

To be countinue

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel