Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12 Spot Jantung

Bab 12 Spot Jantung

Hari ini Aiden lagi-lagi diminta oleh Maminya untuk datang ke rumah, karena semua anggota keluarga di rumahnya lengkap. Mau tak mau Aiden pun harus datang untuk menyenangkan hati Maminya itu.

"Aiden, kamu udah dateng, Nak?" Dita menghampiri Aiden dengan senang dan memeluk Aiden dengan bahagia.

"Maaf Mi, tadi Aiden ada kerjaan di kantor," balas Aiden yang melihat Maminya sudah menunggu di depan pintu.

"Gak papa, Mami ngerti kok. Kamu dateng aja Mami udah seneng banget," seru Dita dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya yang mulai menua.

Aiden mengajak Maminya untuk masuk ke dalam dan menuju ruang tamu.

"Ada apa nih, Mi? Kok Maminya Aiden yang cantik ini kayaknya seneng banget?" tanya Aiden.

Dita yang dipuji anaknya tersenyum manis dan berucap, "Mami seneng tadi Papi udah pulang dan bawa hadiah yang bagus banget."

Aiden yang mendengarnya tersenyum miris. Papinya itu pandai sekali berdusta dan membuat hati Maminya senang, padahal di belakang menusuk dan menyakiti. Aiden berharap kebusukan Papinya terungkap dengan cepat, tetapi Aiden berpikir pasti Maminya akan sedih dan berlarut dalam kejadian itu.

"Oh yah? Hadiah apa, Mi?" tanya Aiden pura-pura antusias.

"Papi tadi kasi Mami buket bunga mawar yang cantik dan sebuah kalung berbandul love," jawab Dita sambil tersipu malu mengingat keromantisan suaminya itu.

"Eh Aiden, kamu datang?" ucap seseorang yang tak lain adalah Jovan Govinda Miller, Papinya Aiden.

"Hm," jawab Aiden singkat dan dingin. Aiden sangat malas untuk berinteraksi lama-lama dengan Papinya yang licik itu. Jovan pikir Aiden tak tau kebusukan yang dilakukannya di luar sana, jangan salah Aiden itu bijak sekaligus licik mengikuti sifatnya Jovan. Memang benar peribahasa yang mengatakan 'Darah lebih kental daripada air.'

"Gimana keadaan perusahaan lancar?" tanya Jovan sok akrab dengan Aiden. Semenjak tau Jovan berselingkuh dari Maminya sekitar beberapa bulan lalu, Aiden menjaga jarak dan bersikap dingin kepada Aiden. Padahal sebelumnya sikap Aiden sangat hangat kepada Jovan.

Jovan juga merasa ada yang berubah dari Aiden, tetapi dia berusaha berpikir positif mungkin saja Aiden banyak pikiran dan bersikap dingin kepada dirinya.

"Kalian ngobrol aja yah dulu, Mami mau masak masakan kesukaan kalian semua. Sebentar lagi pasti Angga dan Velin pulang," ucap Dita.

"Siap Sayang, semangat masaknya," ujar Jovan dan mengecup pipi Dita dengan romantisnya. Aiden yang melihatnya ingin sekali muntah dan meninju Papinya itu sampai babak belur, karena berani menyentuh Maminya dengan tangan yang sudah menyentuh perempuan lain.

Dita yang mendapat perlakuan yang manis dari suaminya tersenyum malu apalagi Jovan bersikap romantis di depan Aiden. Aiden menatap Maminya yang sudah berlalu menuju dapur.

"Bagaimana kabar kamu, Aiden?" tanya Jovan mencoba membuka pembicaraan dengan Aiden.

"Seperti yang Papi liat," jawab Aiden dengan sesingkat mungkin. Sebenarnya Aiden sangat jijik untuk mengucapkan kata 'Papi' dari mulutnya, tetapi Aiden berusaha untuk bersikap sebaik mungkin. Belum saatnya dia mengungkapkan kebusukan Papinya itu.

*

Aiden beserta keluarganya sedang makan bersama dan anggota keluarganya lengkap. Biasanya entah itu Angga, Jovan, maupun Aiden pasti sibuk dan tak bisa berkumpul bersama-sama, apalagi Aiden yang tinggal terpisah dengan mereka. Hati Dita menghangat melihat kebersamaan mereka.

"Gimana kuliah kamu, Velin?" tanya Jovan kepada anak perempuan satu-satunya.

"Baik kok Pi, minggu depan Velin ada ujian," jawab Velin. Jovan mengangguk mendengar jawaban putrinya itu.

"Gimana kalau kamu, Angga?"

"Yah gitu, Pi. Sibuk di rumah sakit, tiap hari ada aja jadwal operasi yang harus aku tangani," jawab Angga.

"Aiden," panggil Jovan. Aiden mendongakkan kepalanya yang sedari fokus dengan makanannya, menatap Jovan seolah-olah berkata, 'Ada apa?'

"Kamu kapan menikah? Kamu sudah 28 tahun, dan usia kamu udah pas untuk membangun rumah tangga." Aiden sangat membenci pembicaraan tentang pasangan, dan Jovan sukses membuat mood Aiden hancur.

"Untuk apa buru-buru menikah ujung-ujungnya nanti ada perempuan lain di luaran rumah," jawab Aiden sarkatis dan sukses membuat Jovan tersedak makanannya. Dita dengan cepat mengelus punggung suaminya itu.

"Maksud kamu apa, Aiden?" tanya Jovan merasa tersinggung.

"Pernikahan bukan tentang masalah umur berapa, tetapi tentang kesetiaan dan tanggung jawab dengan pernikahan yang dibangun. Menikah itu harus siap fisik dan mental, siapkah seseorang menghadapi godaan di luaran sana dan setia dengan pasangannya di rumah," tutur Aiden yang membuat orang-orang di meja terdiam, apalagi Jovan yang mencerna dengan baik perkataan Aiden.

"Bener tuh Nak, Mami setuju apa yang Aiden bilang. Apalagi zaman sekarang banyak godaan di luaran rumah, padahal kita yang menemani dari bawah, tetapi para pelakor di luaran sana yang menikmati hasilnya," lanjut Dita. Jovan langsung saja skakmat mendengar penuturan dari istrinya itu.

Setelah percakapan tadi, semuanya pun terdiam dan melanjutkan makan malam. Suasana hati Jovan saat ini campur aduk, kenapa semuanya seolah-olah tau dengan rahasia yang dia tutupi dengan rapatnya? Atau hanya cuma kebetulan saja?

*

Hasna berdiri di sebuah tempat yang akan menjadi lamaran pekerjaannya, yah di sebuah club besar di kotanya. Setelah pulang dari butik, Hasna langsung ke club ini memberanikan diri untuk melamar menjadi pelayan, ingat hanya PELAYAN. Vina tidak bisa mengantarkannya karena dia bekerja dari sore hingga malam di restoran.

"Hasna kamu harus bisa, ini semua demi Mama kamu," ujar Hasna menyemangati dirinya sendiri.

Hasna pun melangkahkan kakinya masuk ke dalam club dan menunjukkan kepada penjaga ktpnya. Saat Hasna masuk musik bedentum dengan kuatnya, membuat gendang telinga Hasna rasanya ingin pecah saja. Belum lagi bau alkohol dan bau rokok yang menyengat membuat nafas Hasna sesak menghirupnya.

Orang-orang memperhatikan penampilan Hasna dengan merendahkan. Hasna memakai baju batik dan juga rok di bawah lutut, sedangkan di dalam club ini perempuan di sini memakai baju sexy dan terbuka bahkan hampir telanjang.

"Ya Tuhan, maafkan hamba sudah melihat kebathilan yang tak seharusnya hamba lihat," batin Hasna.

Hasna pun menanyakan kepada pelayan di sana, dimana ruangan Rose, pemilik club ini. Setelah menemukan ruangan yang dicari, Hasna pun mengetuk pintu dan dijawab masuk oleh orang yang berada di dalam.

Ruangan ini berada di ruangan paling atas sehingga suara dari bawah tidak terdengar. Hasna menghembuskan nafas lega, karena sudah jauh dari tempat kerlap-kerlip itu. Kepala Hasna sangat pusing, seumur hidupnya baru kali ini dia masuk ke dalam club. Tempat yang katanya bisa melupakan dan menghilangkan lelah sejenak dengan ditemani perempuan malam dan minuman alkohol.

"Permisi," ucap Hasna masuk ke dalam sebuah ruangan. Hasna terkejut melihat pemandangan di depannya itu, terlihat lawan jenis sedang berciuman dengan brutalnya dan saling meraba satu sama lain. Belum saja keterkejutannya hilang, Hasna sudah disuguhkan lagi dengan pemandangan yang membuat kakinya lemah seketika.

"Ehem," dehem Hasna dan membuat lawan jenis itu berhenti melakukan kegiatan dosa mereka.

"Nanti kita sambung lagi yah, Honey," ucap perempuan itu dan memberikan kecupan di bibir partnernya.

"Kamu yang namanya, Hasna?" tanya Rose, pemilik club ini.

"I-iyah, Kak," jawab Hasna gugup.

"Saya sudah mendengar tentang kamu dari Vina, apakah kamu sudah tau pekerjaannya kamu di club ini?" tanya Rose berbicara dengan berwibawanya. Seketika Hasna sangat kagum melihat sikap yang Rose tunjukkan, benar pepatah mengatakan, 'Don't judge a book by it's cover.' Walaupun sikap dan pakaian Rose terbuka, Hasna bisa melihat bahwa Rose adalah orang yang baik dan tegas dalam bertindak.

"Sebagai pelayan, kan?" tanya Hasna hati-hati.

"Iyah hanya pelayan, apa kamu mau menjadi wanita malam juga?" tanya Rose. Hasna dengan cepat menggelengkan kepalanya pertanda tidak ingin. Rose yang melihat tingkah Hasna tertawa kecil, gadis di depannya sangat lucu dan masih terlihat polos sekali.

"Baiklah kamu saya terima, semoga kamu betah bekerja di sini. Nanti orang suruhan saya akan memberikan pakaian khusus pelayan di club ini untuk kamu," ucap Rose. Hasna yang mendengar dia diterima sangat senang sekali.

"Terima kasih, Kak Rose," seru Hasna.

"Sama-sama, Hasna. Salam kenal juga buat kamu," seru Rose dengan ramah.

To be countinue

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel