Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Sebuah Undangan

Bab 10 Sebuah Undangan

"Menikalah dengan saya! Maka saya akan memberika apa yang kamu mau, dan kamu tak perlu capek-capek banting tulang," lanjut Aiden yang membuat tubuh Hasna membeku.

Hasna langsung mendorong tubuh Aiden dengan kuat sehingga Aiden mundur beberapa langkah.

"Saya tak butuh tawaran gila Anda itu! Saya masih sanggup banting tulang untuk mendapatkan uang," balas Hasna dengan sengit. Hasna bukan tipe perempuan yang suka dikasihani apalagi menikah bukan karena cinta satu sama lain.

"Sombong sekali kamu, Hasna! Banyak perempuan di luaran sana ingin mendapatkan saya, tetapi kamu malah menolak saya dengan sikap sombong kamu itu," sentak Aiden berusaha tenang dalam menghadapi Hasna.

"Jangan samakan saya dengan perempuan yang mengejar Anda, Pak Aidenn! Saya malah berharap tidak akan bertemu Anda lagi, dan saya juga berdo'a kepada Tuhan untuk tidak mendapatkan pasangan egois dan suka menang sendiri dalam segala hal seperti Anda," lanjut Hasna melawan Aiden.

Kali ini Hasna tidak ingin menjaga lisannya kepada Aiden. Dia tidak suka cara Aiden yang suka memaksa kehendaknya sendiri dan menjatuhkan orang lain dengan kekuasaan yang dia punya. Hasna sangat membenci sifat seperti itu.

Aiden tertawa pelan dan menunjukkan smirknya yang khas dan berucap, "Kita lihat saja sejauh mana kamu akan bersikap sombong dan menolak tawaran saya, Hasna. Saya jamin kamu akan kembali dan memohon datang kepada saya."

Setelah mengatakan hal tersebut, Aiden langsung meninggalkan Hasna dan berjalan dengan angkuhnya. Hasna yang melihat kepergian Aiden, menatap dengan tatapan benci dan marahnya. Pertemuan pertama mereka saja tidak menyenangkan sama sekali waktu di restoran.

Hasna lagi-lagi mengutuk, kenapa dia harus bertemu dengan manusia seperti Aiden? Hasna berharap dia tidak akan memohon kepada Aiden atas tawaran itu.

"Ya Tuhan, tolong jauhkan hamba dari orang-orang yang jahat seperti Pak Aiden," do'a Hasna dalam hati.

*

Aiden memegang stir mobilnya dengan kuat, setelah percakapannya dengan Hasna. Aiden berusaha menghembuskan nafasnya perlahan, supaya dia bisa tenang menyikapi hal ini. Hasna satu-satu orang yang berani mempermainkan emosinya dan membantah perkataannya.

Aiden menjadi tertantang untuk mendapatkan Hasna. Belum lagi misi yang harus ia jalankan demi Maminya di rumah. Aiden menganggap dia hanya bermain-main dengan Hasna dan dia yakin nanti seiring berjalannya waktu dia bisa menemukan mainan yang baru.

Dan Hasna akan dia campakkan begitu saja, setelah semuanya ia dapatkan dan pembalasan kesakitan yang diderita oleh Maminya.

*

Hari ini Hasna pun masuk kerja di butik Bu Ana. Dia juga bersyukur Mamanya sudah membaik, tetapi sikap Soraya masih saja ketus dan kasar kepadanya. Hasna juga berpikir, kalau dia tak masuk kerja nanti dirinya tak ada penghasilan. Apalagi dia baru saja dipecat dan rencananya Hasna akan mencari pekerjaan lain.

"Permisi," ucap seorang perempuan baya yang masih terlihat sangat cantik di mata Hasna.

"Iyah Bu, ada yang bisa saya bantu?" tanya Hasna dengan ramah.

"Saya ingin mencari gaun pesta yang elegant untuk putri saya, Mbak," jawab perempuan baya itu.

"Mari Bu, biar saya tunjukkan koleksi butik kami. Panggil saja Hasna, Bu." Hasna sangat suka sekali memandang wajah perempuan baya di depannya ini. Walaupun umurnya sudah tidak muda lagi, dia masih tampil cantik dan tutur bahasanya yang lembut membuat Hasna tambah kagum.

"Kenalkan nama Saya Dita Miller," ucap perempuan baya itu sambil mengulurkan tangannya. Hasna pun menyambut dengan antusias dan mencium tangan Dita dengan hormat.

Dita yang melihat itu sangat terharu dengan gadis di depannya ini. Sikap sopan santunnya membuat Dita kagum, dan wajah Hasna terlihat cantik walaupun dengan makeup sederhananya.

Hasna merasa familiar dengan nama perempuan baya di depannya ini, tetapi Hasna termasuk pengingat yang buruk dan dia pun lebih memilih untuk tidak mengingat lebih jauh.

"Silahkan Bu, ini gaun yang kami punya," ucap Hasna menunjukkan tempat berbagai gaun terpajang dengan rapi dan cantiknya.

"Menurut kamu bagus yang mana, Hasna? Soalnya anak saya itu fashionnya tinggi sekali. Dia meminta saya untuk memilih karena dia sangat sibuk dengan kuliahnya," cerita Dita tanpa sadar kepada Hasna.

"Kamu kan sudah lama bekerja di sini, jadi saya meminta kamu untuk berpendapat," lanjut Dita dengan tersenyum tipis sambil melihat gaun yang terpajang.

Hasna pun mengedarkan pandangannya ke berbagai gaun tersebut. Pandangannya jatuh ke gaun biru laut dan perpaduan warna putih yang panjangnya di atas lutut, tetapi terlihat sopan. Menurut Hasna gaun itu sangat cantik dan terkesan elegant.

"Bagaimana kalau yang ini, Bu?" tanya Hasna sambil menunjukkan gaun itu.

Dita memandang gaun tersebut dengan menilai. Hasna yang melihat itu langsung berujar, "Kalau Bu Dita tidak suka bisa diganti kok, saya cuma menyarankan yang menurut saya bagus."

"Be nice, gaun yang kamu pilih bagus dan kelihatan elegant kok. Saya yakin anak perempuan saya akan suka, saya ambil ini yah," ucap Dita dan merasa pilihan Hasna sangatlah bagus.

"Siap Bu, ada lagi?" tanya Hasna.

"Saya datang ke sini sekalian ingin mengambil pesanan tuxedo untuk anak saya. Tadi saya juga sudah bilang ke Bu Ana hari ini saya datang," jawab Dita sambil duduk di sofa yang disediakan butik.

"Oh begitu, maaf saya tidak tau, Bu," seru Hasna tak enak.

"Tidak papa, anak saya yang perempuan tidak terlalu suka baju yang dirancang, katanya cuma sekali pakai untuk apa harus dirancang. Jadi saya memilih untuk membeli saja dan jatuh pada pilihan kamu, Hasna," cerita Dita sambil menatap Hasna.

"Oh begitu, Bu." Hasna bingung ingin menanggapi bagaimana, dia sedikit canggung.

"Kamu masih kuliah?" tanya Dita yang penasaran dengan gadis di depannya itu.

"Saya tidak kuliah, Bu," jawab Hasna sambil tetap tersenyum tipis.

"Oh, maaf. Saya suka pelayanan kamu dan kamu terlihat santun sekali dengan pelanggan," ujar Dita menyeru isi hatinya.

"Itu sudah kewajiban kami dalam melayani pelanggan, Bu. Saya diajarkan oleh kakek dan nenek saya untuk menghormati dan menghargai orang lain tidak pandang mau dia kaya, ataupun miskin. Semua sama di mata Tuhan," ujar Hasna mengingat apa yang diajarkan Kakek dan Neneknya.

Dita mengapresiasi sikap Hasna yang begitu bijak dan sopan. Di zaman sekarang banyak anak muda seperti Hasna yang masih hura-hura tidak jelas, bahkan menghabiskan harta orang tuanya. Dita sangat senang bisa bertemu dengan Hasna.

"Ambilah," ucap Dita sambil menyodorkan sebuah kartu undangan yang terlihat mewah sekali.

Hasna pun mengambil dan membaca ternyata undangan ulang tahun perusahaan Miller corp yang ke 30 tahun. Hasna baru ingat, Vina pernah mengatakan Miller corp itu adalah perusahaan besar dan cabangnya ada di berbagai negara.

Pikiran Hasna langsung tertuju kepada Aiden. Apakah Aiden anaknya Bu Dita? Bukankah Vina bilang nama Aiden adalah Aiden Grissham Miller? Dan Hasna ingat akan hal itu.

"Kamu datang yah Hasna, saya mengharapkan kehadiran kamu. Perusahaan itu dipegang oleh anak sulung saya, dan Alhamdulillah kemajuannya semakin pesat," ucap Dita kepada Hasna.

Baru saja Hasna ingin bertanya, Bu Ana pun menyapa Bu Dita dan berucap, "Eh Bu Dita udah lama di sini?"

"Tidak lama juga Bu Ana, saya tadi sedang berbicara dengan Hasna. Dia karyawan yang baik dan ramah. Saya senang bisa berbicara dengannya," ucap Dita sambil tersenyum kepada Hasna. Hasna yang dibilang seperti itu tersipu malu atas pujian Dita.

"Hasna memang karyawan terbaik kami, Bu Dita. Mari saya antar untuk lihat tuxedonya." Bu Ana dan Bu Dita pun permisi kepada Hasna untuk melihat tuxedo yang dipesan.

Hasna lagi-lagi menatap undangan tersebut di tangannya. Hasna bingung, apakah dia harus datang ke pesta itu? Hasna merasa tidak layak berada di tengah-tengah orang kaya, Hasna merasa dia orang tak berpunya dan tak harus dia berada di sana.

"Nanti saja deh aku pikirkan datang apa gak, tapi aku juga gak enak sama Bu Dita. Dia sudah mengundangku dan dia juga tadi bilang mengharapkan kehadiranku," ucap Hasna sambil masih menatap undangan di tangannya.

"Tapi kalau ternyata Pak Aiden anaknya Bu Dita, gimana? Tapi kayaknya gak mungkin deh. Bu Dita orangnya baik, sedangkan Pak Aiden sikapnya udah kayak devil aja. Mungkin perasaan aku aja nih," lanjut Hasna lagi.

To be countinue

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel