Bab 3 Bersama Darren
Pagi itu, sinar matahari yang lembut masuk melalui celah-celah tirai tebal di apartemen Audrea, menciptakan bayangan halus di lantai kayu yang mengilap. Suara lonceng pintu apartemen tiba-tiba terdengar, memecah keheningan pagi. Audrea, yang baru saja selesai mandi, berjalan santai menuju pintu dengan rambut setengah basah tergerai di bahunya.
Saat pintu terbuka, seorang pria tinggi dengan wajah tampan dan senyum lembut berdiri di hadapannya. Pria itu membawa sebuket bunga lili putih—bunga kesukaan Audrea. Ia adalah Darren, kekasih Audrea yang selama ini selalu memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.
“Pagi, sayang,” sapa Darren dengan suara lembut sambil menyerahkan bunga itu. “Aku pikir kau akan suka sedikit kejutan pagi ini.”
Audrea tersenyum tipis, menerima bunga itu dengan senang hati. “Pagi. Kau tidak bilang akan datang.”
“Aku ingin membuatmu tersenyum pagi ini, jadi kupikir kejutan adalah ide yang bagus.” Darren melangkah masuk setelah Audrea memberi jalan, lalu menutup pintu di belakangnya. Ia memperhatikan Audrea dengan tatapan penuh perhatian. “Kau terlihat segar. Baru selesai mandi?”
Audrea mengangguk sambil meletakkan bunga di vas yang ada di meja makan. “Ya, dan sekarang kau datang tanpa peringatan, jadi aku belum sempat sarapan.”
Darren tertawa kecil, lalu berjalan mendekat, melingkarkan lengannya di pinggang Audrea. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita sarapan di luar? Aku tahu satu tempat baru yang sepertinya akan kau suka.”
Audrea mendongak menatap Darren, senyum manis masih terukir di wajahnya. “Kau memang selalu tahu cara membuat pagiku terasa lebih baik.”
“Tentu saja. Aku kan kekasih terbaikmu.” Darren mencium kening Audrea lembut sebelum melepaskan pelukannya. “Cepat ganti baju. Aku menunggumu.”
Audrea menghela napas pelan, menikmati momen manis itu sebelum akhirnya berjalan ke kamar untuk mengganti pakaian. Tak butuh waktu lama baginya untuk kembali dengan pakaian kasual berupa blus putih sederhana dan celana jeans hitam yang membuatnya terlihat elegan meski santai.
“Kau siap?” tanya Darren sambil menyodorkan tangannya. Audrea meraih tangan itu tanpa ragu.
“Siap. Ke mana kita pergi?”
“Sebuah kafe kecil di pinggir kota. Aku dengar mereka punya kopi terbaik dan roti panggang yang enak.” Darren menggenggam tangan Audrea erat, menuntunnya keluar dari apartemen menuju mobil sport hitamnya yang terparkir di depan.
Di dalam mobil, suasana terasa nyaman. Darren mengemudikan mobilnya dengan tenang, sementara tangan kirinya tetap menggenggam tangan Audrea yang ada di sampingnya. Sepanjang perjalanan, mereka berbicara santai, saling berbagi cerita tentang kegiatan masing-masing.
“Bagaimana pesta tadi malam?” Darren bertanya tiba-tiba, matanya sesekali melirik Audrea dengan penuh rasa ingin tahu.
Audrea terdiam sejenak, ingatannya langsung kembali pada sosok Eros dan percakapan mereka di balkon. Ia menimbang-nimbang apakah harus menceritakan semuanya kepada Darren atau tidak. Namun, ia memutuskan untuk tidak membahas hal itu terlalu jauh.
“Lumayan membosankan. Aku tidak lama di sana,” jawab Audrea santai, mencoba terdengar biasa saja.
Darren tertawa kecil. “Sudah kuduga. Kau memang bukan tipe orang yang suka pesta besar dan formal seperti itu.”
“Kau benar.” Audrea ikut tersenyum, merasa lega karena Darren tidak terlalu banyak bertanya. “Aku lebih suka momen seperti ini. Tenang, santai, dan hanya ada kita berdua.”
“Dan aku selalu senang menghabiskan waktu bersamamu, apa pun yang kita lakukan.” Darren menoleh sejenak, memberi Audrea senyum hangat yang membuat wanita itu merasa nyaman.
Setibanya di kafe, mereka memilih meja di dekat jendela besar yang menghadap ke taman kecil di luar. Darren memesan kopi hitam dan roti panggang, sementara Audrea memilih cappuccino dan croissant. Percakapan mereka terus mengalir tanpa hambatan, penuh dengan tawa dan cerita ringan.
“Aku senang kau datang pagi ini,” ujar Audrea sambil menyesap cappuccino-nya. “Rasanya berbeda jika memulai hari tanpa melihat wajahmu.”
“Kalau begitu, aku akan datang lebih sering,” balas Darren sambil mengulurkan tangannya dan mengusap punggung tangan Audrea dengan lembut. “Aku ingin memastikan kau selalu memulai harimu dengan senyum.”
Audrea tertawa kecil, merasa hatinya hangat oleh sikap manis Darren. Ia tahu pria ini mencintainya dengan tulus, dan ia juga merasakan hal yang sama. Tetapi di sudut pikirannya, bayangan Eros kembali muncul—membawa perasaan yang sulit ia jelaskan.
Setelah sarapan yang menyenangkan di kafe, Darren dan Audrea memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di taman kecil yang terletak di dekat kafe itu. Udara pagi masih terasa sejuk, dan suasana taman yang dipenuhi bunga warna-warni membuat segalanya terasa lebih tenang.
“Terima kasih untuk pagi ini, Darren.” Audrea menggenggam lengan Darren, langkah mereka perlahan menyusuri jalan setapak berlapis batu kecil. “Kau selalu tahu bagaimana membuat suasana hatiku membaik.”
“Itu karena aku selalu memikirkanmu.” Darren menoleh dan menatap Audrea dengan lembut. “Jadi, bagaimana dengan akhir pekan ini? Ada rencana?”
Audrea berpikir sejenak sebelum menggeleng. “Sepertinya tidak. Aku hanya ingin bersantai di apartemen.”
“Bagaimana kalau kita ke vila milik keluargaku di tepi danau? Kau butuh udara segar. Lagipula, kita sudah lama tidak menghabiskan waktu hanya berdua.”
Audrea menatap Darren dengan senyum tipis. Tawaran itu terdengar sangat menarik, dan ia tahu Darren selalu berusaha memberikan yang terbaik untuknya. “Oke, aku setuju. Aku bisa butuh liburan singkat.”
“Bagus. Aku akan menyiapkan semuanya.” Darren berhenti sejenak, lalu menarik Audrea ke pelukannya. “Aku ingin kita punya lebih banyak waktu seperti ini. Aku ingin kau tahu bahwa kau selalu jadi prioritasku.”
Audrea memejamkan mata sejenak, merasakan kehangatan pelukan Darren. Pria ini adalah sosok yang sempurna baginya—tenang, perhatian, dan selalu ada di saat ia butuh. Namun, entah kenapa ada sesuatu yang terasa sedikit ganjil di sudut hatinya, seolah pikirannya masih diganggu oleh pertemuan semalam dengan Eros.
“Kau baik sekali padaku, Darren,” bisik Audrea, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang tiba-tiba muncul.
“Tentu saja. Aku mencintaimu.” Darren mengecup puncak kepala Audrea lembut sebelum melepaskan pelukan itu. “Ayo, aku antar kau pulang. Aku harus kembali ke kantor siang ini.”
Audrea hanya mengangguk, mengikuti Darren kembali ke mobilnya. Selama perjalanan pulang, suasana di antara mereka tetap nyaman, tetapi Audrea merasa pikirannya mulai dipenuhi oleh banyak hal yang tak seharusnya ia pikirkan.
Setibanya di apartemen, Darren membuka pintu untuk Audrea dan mengantarnya sampai ke depan pintu. Sebelum berpisah, Darren kembali menarik Audrea ke dalam pelukannya.
“Jangan terlalu memikirkan pekerjaan. Ingat, kau butuh istirahat.”
“Aku akan berusaha.” Audrea tersenyum, berusaha meyakinkan Darren bahwa ia baik-baik saja. Setelah Darren pergi, ia masuk ke apartemen dan menutup pintu di belakangnya.
Namun, begitu pintu tertutup, pikirannya langsung kembali pada sosok Eros. Bagaimana pria itu bisa masuk begitu saja ke dalam pikirannya, bahkan ketika ia sedang bersama Darren? Perasaan itu membuat Audrea merasa tidak nyaman, seolah ia sedang berdiri di antara dua dunia yang bertolak belakang.
Audrea menghempaskan tubuhnya ke sofa, menatap langit-langit apartemennya dengan perasaan campur aduk. “Aku harus berhenti memikirkan pria itu…” bisiknya pelan, meski jauh di lubuk hatinya, ia tahu itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.