Ringkasan
Blurb Novel Damn, Mr Hot CEO Ketika Audrea bertemu dengan seorang pria tampan di sebuah pesta mewah, ia tak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis. Pria itu—Eros Alvarro, CEO muda yang arogan, menggoda, dan memancarkan pesona berbahaya. Semua orang memperingatkannya untuk menjauh, tetapi Audrea justru semakin terseret dalam permainan panas yang dimainkan Eros. "Jangan berpikir kau bisa lari dariku, Audrea. Kau milikku, suka atau tidak." Audrea tahu ia harus menjauh dari pria sombong itu, tetapi setiap kali ia mencoba melarikan diri, Eros selalu tahu cara menariknya kembali—dengan janji, dengan tatapan, dengan sentuhan yang mampu melumpuhkan logikanya. Namun, saat rahasia gelap Eros terungkap, Audrea harus memilih: tetap bertahan dalam hubungan penuh gairah ini, atau pergi sebelum ia kehilangan segalanya—termasuk dirinya sendiri. Ketika rasa cinta bercampur dengan dendam, mampukah mereka bertahan tanpa saling menghancurkan?
Bab 1 Pertemuan Pertama
Ruangan itu penuh dengan tamu berpakaian mewah. Dentingan gelas saling beradu, suara tawa para eksekutif bercampur dengan alunan musik jazz lembut yang mengisi suasana malam itu. Audrea berdiri di sudut, tangan kanannya memegang gelas sampanye yang hampir kosong. Ini bukan dunianya—ia hanya datang karena undangan dari salah satu temannya yang bekerja di perusahaan besar ini. Namun, sejak awal memasuki ruangan, pandangannya tak lepas dari satu sosok pria di kejauhan.
"Jadi, kau juga bosan dengan pesta seperti ini?" suara seorang pria membuat Audrea tersentak.
Ia menoleh, mendapati pria yang sama—yang tadi hanya ia perhatikan dari jauh—kini berdiri di hadapannya dengan senyum tipis penuh percaya diri. Setelan hitamnya tampak sempurna membalut tubuh tegapnya, membuat siapa pun yang melihatnya sulit berpaling.
"Kupikir kau cukup menikmati suasana," balas Audrea dengan nada tenang, meski dalam hati ia merasa gugup.
"Menikmati? Tidak juga. Pesta seperti ini hanya formalitas. Orang-orang datang bukan untuk bersenang-senang, tapi menunjukkan siapa yang lebih berkuasa." Pria itu mengangkat alisnya, kemudian menyesap anggurnya perlahan. "Eros Alvarro," ia memperkenalkan diri dengan nada santai, seolah tahu bahwa namanya sudah cukup dikenal.
"Audrea."
"Menarik. Kau bukan tipe wanita yang sering datang ke acara seperti ini, bukan?" Eros menatapnya tajam, seakan ingin membaca setiap rahasia yang disembunyikan Audrea.
"Dan kau tipe pria yang selalu menghakimi orang lain hanya dari satu pertemuan?" Audrea mengangkat dagunya sedikit, berusaha menutupi rasa gugup yang kembali menyerangnya.
Senyum di wajah Eros melebar, menampilkan kesan menggoda yang berbahaya. "Aku tidak menghakimi, hanya menebak. Ternyata tebakanku tepat."
"Jadi kau selalu menganggap dirimu benar?"
"Bukan begitu." Eros mendekat, menyisakan hanya sedikit jarak di antara mereka. "Aku hanya terbiasa mendapatkan apa yang kuinginkan, dan saat ini..." Ia menunduk, pandangannya jatuh tepat ke mata Audrea. "Kau menarik perhatianku."
"Sayangnya aku tidak terbiasa menjadi objek perhatian pria seperti dirimu." Audrea berusaha tetap tenang, meski detak jantungnya terasa semakin cepat.
"Kalau begitu, mungkin sudah saatnya kau terbiasa," balas Eros dengan nada rendah, hampir berbisik. "Karena aku tidak mudah menyerah, Audrea."
Audrea berusaha menenangkan diri. Ia tahu betul tipe pria seperti Eros—terlalu percaya diri, memikat, dan berbahaya. Pria seperti itu tak pernah berakhir baik untuk wanita sepertinya. Namun, di balik sikap dinginnya, ada sesuatu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak tentang Eros.
"Selalu memulai percakapan dengan kalimat penuh kesombongan?" Audrea meliriknya dengan sinis, mencoba mengimbangi aura kuat yang dipancarkan pria itu.
Eros tertawa kecil, suaranya rendah dan berat, seakan menyimpan rahasia yang hanya ia sendiri yang tahu. "Bukan kesombongan, hanya sebuah pernyataan fakta. Jadi, apa yang membuatmu datang ke acara membosankan ini?"
Audrea menghela napas pelan, tangannya mengaduk isi gelas yang sudah kosong. "Bukan urusanmu."
"Sombong juga ternyata," Eros mengangguk kecil, seolah terkesan dengan jawabannya. "Aku suka itu."
Audrea mendengus, meletakkan gelasnya di meja terdekat. "Kau selalu menggoda setiap wanita yang kau temui?"
"Selalu? Tidak. Hanya yang menurutku cukup menarik." Eros melangkah lebih dekat, aromanya yang maskulin langsung menyusup ke indra penciuman Audrea, membuatnya sulit berpikir jernih. "Dan kau, Audrea, sangat menarik."
Audrea menatapnya tajam, mencoba membaca maksud di balik mata kelam pria itu. Namun yang ia temukan hanyalah permainan, sesuatu yang pasti akan membuatnya terluka jika ia terlalu jauh terlibat. "Sayangnya, aku tidak tertarik bermain dengan pria seperti dirimu."
Eros tersenyum, tidak sedikit pun terganggu dengan penolakan halus Audrea. "Siapa bilang ini hanya permainan? Aku serius."
"Kau serius pada semua wanita, aku yakin itu." Audrea menepisnya dengan cepat, tetapi detik berikutnya ia merasakan tangan Eros menyentuh pergelangan tangannya, menahannya sebelum ia bisa pergi lebih jauh.
"Aku tidak serius pada semua wanita, Audrea." Suara Eros terdengar rendah, nyaris berbisik, tetapi begitu tajam hingga membuat Audrea berhenti bergerak. "Hanya pada yang mampu menantangku."
Untuk pertama kalinya malam itu, Audrea merasa dirinya berada di tengah perang yang sulit ia menangkan. Tatapan Eros seperti magnet yang menariknya, membuatnya sulit untuk berpaling. Tetapi Audrea tahu, terlibat lebih jauh dengan pria seperti Eros hanya akan menimbulkan masalah.
Ia melepaskan tangannya perlahan dari genggaman Eros, berusaha tetap tenang meski dadanya berdebar tak karuan. "Kau mungkin terbiasa mendapatkan apa yang kau inginkan, Eros. Tapi aku bukan salah satunya."
"Aku suka tantangan." Eros tersenyum, kali ini lebih dalam, seolah sudah yakin bahwa ia akan menang, entah kapan waktunya. "Kita lihat saja nanti, Audrea."
Dan sebelum Audrea sempat membalas, Eros sudah melangkah pergi dengan santai, meninggalkannya yang masih berdiri terpaku, bertanya-tanya mengapa pria itu mampu membuat dunianya yang semula biasa saja terasa bergejolak begitu cepat.
Audrea mendengus pelan, mencoba mengusir perasaan aneh yang masih tersisa setelah percakapannya dengan Eros. Ia memutuskan untuk keluar dari ruangan, menghirup udara segar di balkon yang sepi. Namun pikirannya tetap kembali pada pria sombong itu—tatapannya, senyumnya, dan cara ia berbicara seakan segalanya ada di bawah kendalinya.
“Kau tidak terlihat seperti sedang menikmati pesta,” sebuah suara yang tak asing lagi menyapa dari belakang.
Audrea berbalik dengan cepat. Benar saja, Eros berdiri di ambang pintu balkon, tangannya memasukkan ponsel ke saku jasnya dengan gerakan santai seolah tak peduli pada apa pun selain dirinya sendiri.
“Apa kau selalu mengikuti wanita yang menolakmu?” Audrea memelintir rambutnya dengan jari, berusaha terlihat santai meski kehadiran pria itu kembali membuatnya gelisah.
“Menolak? Kau salah paham, Audrea. Aku tidak melihat ini sebagai penolakan.” Eros melangkah keluar, menghampiri Audrea hingga hanya terpisah beberapa langkah. “Aku melihat ini sebagai permulaan.”
“Permulaan untuk apa?” Audrea menantang, meski ia tahu seharusnya ia tidak membiarkan percakapan ini berlanjut.
“Permulaan sesuatu yang menarik.” Eros menyandarkan tubuhnya pada pagar balkon, menatap lurus ke arah malam yang penuh bintang. “Kau tahu, aku jarang tertarik pada seseorang. Tapi entah kenapa, sejak melihatmu tadi, aku merasa... ada sesuatu yang berbeda.”
Audrea terkekeh sinis. “Itu kalimat usang, Mr. CEO.”
Eros menoleh, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum yang penuh arti. “Mungkin usang, tapi itu kenyataan. Aku tidak biasa mengatakan hal yang tidak kumaksudkan.”
Audrea ingin sekali mengabaikan semua yang dikatakan pria itu, tetapi ada sesuatu dalam suaranya yang membuatnya ingin mendengarkan lebih lama. Ia tahu ini berbahaya, sangat berbahaya. Namun entah kenapa, kakinya enggan bergerak pergi.
“Jika kau pikir aku akan terkesan dengan permainan kata-katamu, kau salah.” Audrea berusaha mempertahankan sikapnya, meski suaranya terdengar sedikit bergetar.
“Siapa bilang aku sedang bermain?” Eros mencondongkan tubuhnya sedikit, mendekat hingga Audrea bisa mencium aroma mint yang bercampur dengan parfum mahalnya. “Aku serius, Audrea. Aku tidak mengejar hal yang tidak bisa kutaklukkan.”
“Dan aku bukan sesuatu yang bisa kau taklukkan,” balas Audrea tajam.
“Bagus.” Eros tertawa kecil, sebuah tawa yang dalam dan penuh pesona. “Aku suka wanita yang tahu bagaimana mempertahankan dirinya. Itu hanya membuatku semakin ingin mendekat.”
Audrea terdiam sejenak, mencoba memahami apa yang sebenarnya diinginkan pria ini. Ia merasa terjebak di antara rasa ingin tahu dan dorongan kuat untuk menjauh sebelum semuanya menjadi terlalu rumit.
“Kau buang-buang waktu, Eros. Aku bukan tipe wanita yang akan jatuh hanya karena kata-kata manis.”
“Aku tahu. Dan itu sebabnya kau membuatku semakin tertarik.” Eros menatapnya dengan tajam, seolah menantangnya untuk menolak lebih jauh. “Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang? Pergi, atau tetap di sini bersamaku?”
Audrea menghela napas panjang, merasa dirinya berada di persimpangan yang sulit. Ia tahu betul, melibatkan diri lebih jauh hanya akan membawa masalah. Tetapi entah kenapa, ia tak bisa memalingkan wajah dari pria itu—pria yang penuh teka-teki, menggoda, dan entah bagaimana mampu membuat hatinya berdebar hanya dengan tatapan.