Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4.2 - REAL ANGEL? (TRASH!)

*Brakk!!! Ckiiitttt!!!

“Sayang awas!!!” teriakan dan lampu sorot dari mobil lainnya menimpa wajah Chiarra hingga gadis muda itu memejamkan matanya sejenak dan tak lama. Tubuhnya mulai menghantam jalanan keras malam itu*.

“Ibu!” teriak Chiarra yang kini terbangun dengan keringat dingin di sekujur tubuh sekaligus wajahnya yang memucat.

Andrew yang memang sejak semalam menunggui Chiarra yang tertidur di toko bukunya pun berlari mendekat.

“Ada apa Arra? Kenapa?” tanya Andrew yang melihat si gadis kelimpungan.

Grepp!

Arra yang tahu ada Andrew di dekatnya segera berlari mendekati lelaki itu sambil memeluknya erat, amat sangat erat, dengan tangan yang bergetar hebat.

“Tidak apa Arra.. aku disini, aku bersamamu… jangan takut, hmm…” ucap Andrew lembut sambil mengusap kepala Arra dan punggungnya yang naik turun akibat tangis dan nafas yang memburu.

“Ibu… Ayah…” gumam Arra dengan ketakutan yang hebat.

“Ssstt… ssttt… tenang Arra…” Andrew mengeratkan pelukannya pada Arra dan terus berusaha menenangkan gadis itu.

“Aku ingin bertemu ibu dan ayah, Andrew…” ujar Arra.

“Ya, nanti kita akan menemui mereka. Tapi tenangkan dulu dirimu, hmm…”

***

Arrio memicingkan matanya begitu dia membaca berkas yang di bawa oleh Arsen.

“Apa ini? Kenapa aku harus jadi dosen di universitas itu?” tanya Arrio.

“Pintar sekali pertanyaanmu. Aku hanya menyesuaikan dan membuat kau untuk bisa lebih dekat dengan penyembuhmu. Kau tahu?”

“Dia juga dosen?” tanya Arrio.

“Bukan, dia mahasiswa di sana,”

“Kau sinting ya? Bagaimana bisa kau menjadikan aku dosen sementara gadis itu mahasiswa. Kau mau kami melakukan hubungan seperti apa?”

Arsen terkekeh mendengar ucapan Arrio.

“Santai saja Arrio! Jaman sekarang sudah bukan hal tabu jika ada dosen yang jatuh hati pada mahasiswanya. Tugasmu hanya tinggal menemukan gadis itu, mendekatinya, membuatnya jatuh cinta. Dan selesai!”

“Dasar sinting!” sentak Arrio mendengar ide gila Arsen.

“Kau tidak mau? Kalau begitu baiklah, aku tarik segala fasilitas dan bantuanku padamu. Lalu aku kembalikan kau ke tempat dimana aku menemukanmu semalam. Yaitu di dekat tong sampah! Tempat semua gelandangan tidur, bagaimana?” tantang Arsen pada Arrio.

“Kau mengancamku?”

“Menurutmu? Aku hanya menjalankan tugas, dan kalau kau tidak menerimanya. Aku dengan senang hati akan angkat kaki dari hadapanmu selamanya!” jawab Arsen.

“Mck! Dasar tukang paksa!” gerutu Arrio dan merebut berkas di tangan Arsen dengan cepat lalu berbalik keluar dari kamar itu.

“Jadi kau menerima tawaran sintingku ini Arrio!” teriak Arsen.

“Menurutmu bagaimana bodoh!” teriak Arrio balik pada Arsen.

Malaikat itu terkekeh kecil mendengar jawaban Arrio.

“Kau memang malaikat payah yang tak tahu sopan santun dan rasa terima kasih. Lihat saja, bagaimana nanti hatimu akan terombang ambing oleh gadis itu, suatu saat nanti…” gumam Arsen dengan senyum tipisnya.

***

“Kau yakin akan tetap berangkat?” tanya Andrew dan menatap Arra yang tenagh menyisir rambutnya dengan jari.

“Ya, tidak boleh membolos apapun yang terjadi. Kecuali itu kondisi mendesak,” tegas Arra.

“Kau yakin akan baik – baik saja kan?” tanya Andrew lagi.

“Aku hanya mimpi buruk dan rindu pada orang tuaku. Aku baik – baik saja sepenuhnya Andrew…” yakin Arra lagi.

“Oke, aku akan pegang ucapanmu. Tapi kalau kau butuh sesuatu atau ada yang mengganggumu. Kau harus segera mengatakannya padaku!”

“Pasti!”

Andrew bergerak untuk memeluk Arra dan membuat gadis itu terdiam.

“Aku tahu, tidak akan mudah menerima perasaanku Arra. Tapi kau juga harus tahu, aku tidak akan berhenti hanya karena penolakanmu malam tadi…” Arra menghela nafas dan membiarkan Andrew melepaskan pelukannya sebelum dia keluar dari mobil Andrew dan masuk ke dalam gedung kampusnya di Oxford.

***

Brakk!

Tubuh Arra terhempas dan jatuh hingga beberapa isi tasnya berhamburan keluar.

“Maaf, maafkan aku. Aku sedang buru- buru. Kau tak apa?” tanya suara yang terdengar asing itu.

“Hmm.. aku tak apa,” jawab Arra dan mencoba mencari barang – barang miliknya dengan meraba lantai di sekitarnya.

“Biar aku bantu, sebentar…” Arrio, lelaki yang menabrak Arra itu dengan cekatan mengambil beberapa barang milik gadis itu dan memasukkannya kembali ke dalam tas. Dan saat itu pula, Arrio baru menyadari keadaan Arra.

“Kau… buta?” tanya Arrio begitu saja.

Arra yang mendengar itu sempat tersentak dan merasakan hatinya sakit meskipun hanya sedikit akibat pertanyaan Arrio. Meskipun dia sudah sering mendengar ucapan yang sama dari banyak orang yang baru saja dia kenal.

“Ya…”

Arrio terdiam sebentar dan melihat kartu mahasiswa yang ada di tangannya.

“Maaf, aku tak tahu soal itu dan…”

“Tak apa, ini sudah biasa,” jawab Arra cepat.

“Ini kartu mahasiswamu.” Arrio memberikan kartu itu dan menatap Arra.

“Kalau begitu aku permisi dulu terima kasih sudah membantuku,” ujar Arra setelah menerima kembali kartu mahasiswanya dan pergi melewati Arrio begitu saja.

Arrio memiringkan kepalanya dan menatap punggung Arra dengan senyuman tipis.

“Bagaimana bisa kampus ini menerima gadis seperti itu? apa dia bisa belajar bersama dengan teman – temannya ?” gumam Arrio yang kemudian menggeleng kecil dan melirik arloji di tangan kirinya.

“Oh sial! Aku terlambat!”

***

--Oxford, beberapa bulan kemudian--

Arrio memijit pelipisnya dengan pena yang masih terus dia pegang di tangan kanannya. Malam sudah cukup larut untuknya namun pekerjaan yang di hadapannya masih tetap sama. Tak berkurang sekalipun dia sudah berkutat hampir 5 jam disini.

“Oh Tuhan…! Aku lelah!” teriaknya di dalam ruangan itu sambil mengangkat tangannya tinggi. Dia melihat jam dinding dan berpikir sejenak sebelum akhirnya mengambil ponsel untuk menelepon seseorang.

“Halo sayang, kau dimana sekarang? Aku kesana ya, aku merindukanmu… hmm, baiklah…” Arrio mengulas senyum dan mematikan sambungan telepon itu lalu kembali menekan nomor orang lain.

“Kau sudah makan?” Arrio bangkit dan memakai jas nya.

“Makanlah dulu, jangan menungguku. Aku banyak urusan dan mungkin tak akan pulang malam ini…” katanya lagi dan melangkah keluar ruangan.

“Astaga… jangan mencari kesalahannya terus Jason! Dia gadis baik – baik!” Arrio menghentikan langkahnya sebentar dan memejamkan mata.

“Sudah cukup! Kau tak mengerti sama sekali! Dia adalah penyembuhku! Dia cintaku, gadis yang aku cari selama ini!” teriak Arrio, “aku mohon… kau harus bisa mengenalnya secara langsung agar kau dan Aksel tahu. Bahwa aku memang sudah menemukan gadis itu. Illona… dia adalah penyembuhku…” ucap Arrio lagi kemudian menutup teleponnya sepihak dengan kesal.

“Ada apa sih dengan mereka semua? Kenapa tidak ada yang memihakku di saat seperti ini?!” gerutu Arrio dan langsung menuju tempat parkir untuk menemui gadisnya. Illona…

***

Suara musik yang sangat kencang terdengar jelas bahkan dari area parkir malam itu. dengan lampu yang berkelip di papan namanya, membuat siapapun tahu bahwa tempat ini merupakan tempat untuk bersenang – senang dan melepas penat. Cukup jauh memang jika di hitung perjalanan darat yang harus di tempuh antara Oxford dan London, bahkan untuk sampai ke tempat ini.

Tapi itu jelas tak berlaku untuk Arrio yang mampu melajukan mobilnya hanya dalam hitungan menit untuk sampai ke tempat ini demi menemui Illona, gadis yang dia yakini sebagai penyembuhnya dan mampu memberikan kebahagiaan luar biasa dalam hidupnya setalah penantian panjangnya selama ini.

Langkah kakinya mengantarkan Arrio pada sebuah ruang yang sudah di pesan khusus oleh sang kekasih untuk mereka berdua.

“Hai sayang…” sapa Arrio dan menggamit pinggul Illona sambil mencium ketat bibir wanita berperawakan semampai dengan wajah cantik sekaligus terkesan seksi dan nakal dengan penampilannya.

“Kenapa lama sekali sih?” keluh Illona.

“Jalanan macet sayang, kau tahu bagaimana London saat malam seperti ini kan?” Arrio kembali menyesap bibir Illona dan mengusap pipi gadis itu dengan ibu jarinya. Senyuman manis pun di berikan oleh Arrio demi meluluhkan hati Illona.

“Aku menunggumu sangat lama!”

“Maafkan aku sayang. Yang penting sekarang aku ada disini dan kita akan menikmati malam ini sampai puas. Bagaimana?” tanya Arrio dan membuat kedua mata Illona berbinar senang.

“Kau tak akan pulang malam ini dan tetap bersamaku sepanjang malam?” tanya Illona yang membuat Arrio mengangguk seketika.

“Aku tak akan meninggalkanmu malam ini,” janji Arrio pada Illona.

“Bagaimana dengan Jason dan Aksel? Mereka biasanya muncul tanpa tahu waktu dan menyeretmu pulang seenaknya,” keluh Illona lagi.

“Jangan pikirkan mereka berdua sayang. Mereka ada di Oxford yang jauh dari sini. Mereka tak akan pernah bisa menemukan kita disini,” ucap Arrio seolah yakin dengan perkataannya, meskipun dia tahu pasti bahwa kedua adiknya memang sangat memungkinkan untuk muncul seperti asap untuk bisa menyeretnya pulang. Mengingat mereka bisa menggunakan sayap dan kekuatan mereka untuk itu.

“Kalau begitu, ayo kita bersenang – senang sekarang. Aku sangat merindukanmu… bibirmu, matamu, dan semuanya…” Illona kini menatap lekat Arrio dan mencium bibir tebal lelaki itu dengan sangat ketat hingga suara kecapan dari bibir mereka terdengar begitu panas dan ketat.

“Aku mencintaimu Arrio sayang…” lirih Illona di tengah ciumannya.

“Aku juga sangat mencintaimu sayang…” balas Arrio dengan wajah memerah menahan gairahnya. Malam itu, Arrio dan Illona larut dalam buai cinta yang membara di ruangan itu. mereka lupa bahwa itu bukanlah tempat yang pantas dan Arrio sendiri pun lupa, bahwa tak pantas untuknya melakukan hal brengsek semacam ini.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel