Bab 4.1 - ITS ME...
Kling kling!
Suara bel di atas pintu toko berbunyi, menandakan ada tamu yang datang.
“Selamat malam… maaf kami sudah tutup, silahkan datang lagi besok,” ucap Chiarra dengan senyumnya.
“Aku pikir kau akan langsung mengenaliku, Arra…” ucap Andrew yang bersedekap di depan pintu dan menatap gadis itu dengan senyuman.
“Dokter Andrew!” pekik Arra dengan bersemangat.
“Hmmhh… jangan panggil aku dengan sebutan dokter saat kita sedang di luar rumah sakit. Kau ingat kan?” Andrew kini berjalan ke arah meja kasir, tempat Arra berdiri setelah membalik papan toko yang bertuliskan ‘buka’ menjadi ‘tutup’.
“Maaf, aku terlalu bersemangat sampai lupa. Heheh…” ucap Arra, lalu jarinya bergerak menyelipkan sedikit rambutnya yang terurai ke belakang telinganya.
“Bagaimana hari ini? Apa tokomu ramai?” tanya Andrew dan Arra mengangguk dengan penuh semangat.
“Syukurlah kalau begitu, ayo pulang… aku akan mengantarmu sampai ke rumah,” ujar Andrew.
“Lagi?” tanya Arra tak percaya.
“Hemm.. kenapa? Kau tak mau aku antar?”
Arra menggeleng kecil, “Bukan begitu Andrew. Aku hanya tidak ingin merepotkanmu. Kau pasti sangat sibuk dengan pekerjaanmu, tapi kau juga selalu datang setiap kali aku akan menutup toko hanya untuk mengantarkan aku pulang. Itu merepotkan bukan?” tanya Arra.
“Sangat! Kau memang sangat merepotkan,” jawaban Andrew sedikit banyak menohok Arra yang raut wajahnya langsung berubah sendu.
“Aku benar kan…” gumam gadis itu.
“Ya, kau memang benar. Sangat benar Arra! Memang aku akui, cukup merepotkan dan menyulitkan kalau harus berjalan kaki dari rumah sakit ke toko ini dan mengantarkanmu pulang lalu kembali lagi ke rumah sakit untuk bekerja. Cukup melelahkan,” jawab Andrew dengan wajah seriusnya, meskipun dia tahu bahwa Arra tidak akan bisa melihatnya. Tapi dia yakin, nada bicaranya sudah bisa menggambarkan itu semua dalam bayangan gadis ini.
“Kalau begitu pulang saja sekarang!” pinta Arra dengan mata yang berkaca – kaca.
Seolah tahu bagaimana hancurnya hati Arra atas ucapannya, Andrew kini semakin mendekat pada Arra dan menggenggam tangan gadis itu.
“Aku belum selesai bicara Arra. Kenapa kau memintaku pulang?” tanya Andrew.
“Karena aku merepotkan!” ujar gadis itu.
Andrew terkikik kecil dan melarikan kedua ibu jarinya untuk menyeka air mata Arra yang mulai menetes membasahi kedua pipinya. Kedua tangannya pun kini menangkup wajah Arra yang ukurannya cukup kecil. Lalu, sambil menatap wajah gadis itu Andrew berkata…
“Jika aku melakukan itu semua tanpa memikirkan bagaimana senyumanmu dan suara kecilmu itu memanggilku, pasti akan terasa begitu merepotkan. Sangat! Tapi… semia kerepotan yang aku katakan tadi justru hilang dan berganti dengan kebahagiaan yang luar biasa saat aku bisa menatap senyum di wajahmu yang memanggil namaku dan saat kita berjalan berdampingan di bawah langit setiap malamnya. Lagipula, aku pasti tidak akan bisa tenang saat aku tak bisa melakukan hal ini. Kau tahu itu kan?” ujar Andrew.
“Kau bohong!”
“Tidak Arra, aku tidak akan pernah berbohong padamu untuk apapun!” ucap Andrew.
“Benarkah? Tapi kenapa aku merasa kau sedang menyembunyikan sesuatu yang besar dariku?” ujar Arra dan membuat Andrew sedikit tersentak.
“Aku juga benar kali ini kan? Ada yang kau sembunyikan dariku kan?” tanya Arra lagi.
Andrew menghela nafasnya dan meraih kedua tangan Arra. Lalu meletakkan keduanya di dada Andrew, tepat di bagian jantungnya.
“Apa yang kau rasakan…?” tanya Andrew.
Senyap terasa beberapa waktu, sampai Arra menjawab.
“Jantungmu, berdetak dengan kencang.” Jawab gadis itu.
“Lalu?” tanya Andrew lagi.
“Sangat kencang, sampai rasanya akan meledak!” jawab gadis itu lagi.
“Benar! Kau sangat tepat Arra!” tukas Andrew.
“Jadi, apa maksudnya?” tanya Arra yang masih tak mengerti.
“Kau tahu apa yang aku sembunyikan selama ini darimu?” tanya Andrew dan Arra menggeleng kecil.
“Detak jantung yang hanya akan berdetak sangat kencang saat berada di dekatmu. Yang hanya akan berdetak sangat kencang saat memikirkanmu, dan bersentuhan denganmu… detak jantung ini yang selama ini aku sembunyikan darimu Arra…”
Arra tertegun mendengar jawaban Andrew yang membuatnya bingung harus melakukan apa. Tangannya bergerak agar tak lagi menempel di dada Andrew, tapi lelaki itu lebih sigap dengan menahan tangan Arra agar tetap pada posisinya.
“Aku mencintaimu Arra… sangat mencintai dirimu…” ungkap Andrew dan sekali lagi membuat Arra terkesiap.
***
“Untuk apa kau kesini?” tanya Arrio pada Arsen.
“Untuk menemuimu dan membantumu menemukan sang penyembuh tentu saja,” jawab Arsen dengan nada datar.
“Kau pengkhianat!” desis Arrio dengan penuh kemarahan.
Arsen yang sudah menduga dengan reaksi ini hanya tersenyum simpul mendengar ucapan Arrio yang dia anggap hanya omong kosong.
“Kau tak tahu apapun Rio. Jadi lebih baik kalau kau jaga ucapanmu sekarang!”
“Tak tahu? Apa yang membuatmu berpikir aku tak tahu apapun?! Hah!!” Arrio bangkita dan mendekati Arsen yang masih sangat tenang berdiri di tempatnya.
“Oh, aku tahu… karena kau pikir aku tak akan mencurigaimu dan Athens yang akan menangkap ibu dan adik Darrick? Lalu kau juga tak menyangka aku akan percaya begitu saja padamu saat kau mengatakan bahwa kau tak terlibat dalam penangkapanku malam itu? begitu!!!” pekik Arrio dengan sorot mata tajam yang menatap Arsen.
Arsen menghela nafasnya dan kembali tersenyum simpul.
“Dengar tuan Arrio. Jika aku memang ingin menjebakmu malam itu, aku tak akan memintamu pergi melewati jalur khusus yang hanya kau saja yang tahu tempat itu?”
“Kau jelas bisa membaca pikiranku Arsen. Aku tahu itu!”
“Sekalipun aku membaca pikiranmu, kau tidak akan sebodoh itu untuk memperlihatkannya secara jelas padaku kan?” ungkap Arsen dan membuat Arrio terdiam seketika.
“Malam itu sebenarnya kau tidak ingin melewati jalan itu. tapi kau berubah arah secara mendadak entah ke jalur yang sangat asing, lalu menghilang setelahnya,” jelas Arsen. “Setidaknya, itu yang aku lihat. Athens yang sejak awal mengikutimu pun kehilangan jejak dan kami sempat mecari keberadaanmu malam itu. namun, kami justru menemukan tempat lain dan sosok lain di sana…”
“Ibu dan adik Darrick…” gumam Arrio dan Arsen mengangguk.
“Benar, mereka yang kami temukan. Tapi sudah dalam keadaan tidak bernyawa…”
Ucapan Arsen langsung menyentak batin Arrio. Bagaimana bisa?
“T-tidak bernyawa?” tanya Arrio.
“Ya.. mereka sudah tewas malam itu, saat kami menemukannya. Aku dan Athens tidak tahu siapa yang melakukan itu. tapi yang kami yakini hanya bahwa itu bukanlah sesuatu yang baik. Itu pula sebabnya, tanpa mengubah apapun… kami memutuskan untuk mencarimu. Memberitahukan hal ini padamu,” jawab Arsen.
“Siapa yang membunuh mereka?” tanya Arrio.
“Itu yang sedang kami cari tahu. Kami melihatmu di tangkap malam itu, dan saat itu… Athens mengatakan kalau kita harus menemukan apa yang sebenarnya terjadi, sebelum datang untuk menolongmu…” jawab Arsen.
“Itu sebabnya kalian menghilang sampai saat ini,”
“Kami tidak ingin gegabah dan justru membuat posisimu jauh lebih sulit Arrio. Dan saat kami tahu kau di kirim ke tempat ini. Aku memutuskan untuk membantumu, sementara Athens akan terus mencari tahu apa yang terjadi,” jelas Arsen lagi.
“Ya Tuhan…”
“Darrick salah paham padamu Rio…”
Arrio nampak mengangguk kecil menanggapi ucapan Arsen. Mendengar penjelasan malaikat itu barusan, membuat Arrio sadar bahwa akan ada masalah besar anatar dirinya dan Darrick suatu saat nanti.
“Jadi sekarang, bagaimana caranya kau membantuku Arsen? Dan dimana kita sekarang?” tanya Arrio.
***