Bab 1.3 - WAR AND LITTLE HOPE
Malam mulai merangkak, dan bulan yang mulai penuh satu bulatan besar terlihat di atas langit hitam tanpa awan. Tanda bahwa malam sudah mulai larut dan memberikan tanda bagi para iblis untuk bangun dari tidur mereka dan mulai mencari mangsa untuk di perdaya atau sekedar di permainkan di kalangan manusia. Neraka gaduh dan ramai oleh banyaknya iblis yang berkejaran agar bisa turun ke bumi dan melakukan pekerjaan mereka. Namun hal yang tak terduga nyatanya justru nampak di hadapan para iblis sekarang.
“Buka pintunya!” teriak salah satu iblis dengan suara menggelegar.
“Cepat buka pintunya! Aku harus menemui mangsaku malam ini!” teriak iblis yang lain di tempat yang sama pada penjaga gerbang neraka yang seharusnya berdiri di tempatnya.
Namun malam ini, sang penjaga bahkan tidak terlihat batang hidungnya sama sekali.
“Brengsek! Dimana penjaga bodoh itu!” tanya satu iblis besar dengan bulu tajam di sekujur tubuhnya sembari berjalan maju ke depan, menyingkirkan kerumunan iblis yang lain.
“Dia menghilang dengan kunci gerbangnya!” ucap salah satu iblis yang sedari tadi berada di dekat gerbang dan berusaha mencongkel gembok gerbang besar itu.
Brak brak brak!!!
“Buka pintunya!!!” suara riuh dari para iblis yang berusaha merobohkan gerbang neraka itu terdengar beserta dengan teriakan dan geraman penuh kemarahan dari para iblis yang kesulitan keluar. Hingga sebuah cahaya putih yang begitu terang muncul secara tiba – tiba di hadapan mereka dan mewujudkan diri menjadi satu sosok malaikat yang begitu familiar untuk mereka.
“Arrio!” pekik salah satu iblis yang mengenalinya.
“Mundur kalian semua. Mulai malam ini, tidak ada satupun iblis yang di ijinkan keluar dan melewati gerbang ini sampai batas waktu yang tidak di tentukan!” titah Arrio dengan penuh wibawa.
Para iblis yang mendengar ucapan Arrio jelas tidak langsung menerima begitu saja dan salah satu dari mereka kembali maju.
“Apa hakmu melarang kami keluar, di saat Tuhan pun mengijinkan kami melakukan tugas kami!” teriaknya.
“Benar! Tidak ada larangan dari Tuhan untuk melakukan tugas kami! Kau tidak berhak menghalangi kami!” protes yang lainnya lagi.
Arrio menghela nafasnya dan menatap para iblis dengan mata tajamnya,
“Karena kalian sudah melakukan kesalahan besar yang akan menghancurkan seluruh peradaban! Dan kalian akan menerima hukumannya sekarang juga!” jawab Arrio dan tak lama, sekelompok besar pasukan malaikat, lengkap dengan aju zirah di tubuh mereka datang. Juga dengan berbekal senjata pedang dan anak panah yang berkilau dan memiliki ketajaman tidak tertandingi kini ada di belakang Arrio.
Para iblis yang melihat itu nampak sangat terkejut, namun sekali lagi, sebelum rasa terkejut mereka tuntas, Arrio sudah menghunus pedangnya dan berteriak kencang.
“Serang mereka! Jangan beri ampun pada siapapun!” pekik Arrio dengan mata membara dan seketika itu pula, seluruh pasukan malaikat di belakangnya menerjang ke arah depan dan membantai seluruh iblis yang ada di sana tanpa ampun lagi.
Baik itu iblis laki – laki, perempuan, bahkan anak – anak merekapun tak luput dari terjangan dan tebasan pedang para malaikat. Anak panah beterbangan di langit dan menembus dada juga kepala para iblis yang lari tunggang langgang menyelamatkan diri mereka masing – masing.
Begitupun Arrio yang membawa pedang mengkilap, dan kini pedang itu sudah berlumur darah dai para iblis hinggap kilapnya tertutup. Tubuhnya yang kekar kini terlihat berkilat oleh keringat dan juga cipratan darah para iblis yang seharusnya tidak boleh terjadi. Dia terus menerjang dan mencari setiap iblis bahkan saat mereka bersembunyi di lubang tikus sekalipun. Hingga Arrio sampai di satu tempat.
Kediaman Darrick. Yang juga kediaman sang penguasa Neraka.
Gerbang besar itu masih nampak kokoh dan mengerikan, sama seperti terakhir kali dirinya ke tempat ini beberapa hari yang lalu. Namun dengan kondisi gerbang yang terbuka sedikit dan memungkinkan Arrio untuk masuk ke dalamnya.
Dengan pedang yang masih terhunus di tangan kanannya, Arrio berjalan tenang menuju pintu masuk rumah itu.
“Darrick!” panggil Arrio saat dia berhasil masuk ke dalam rumah yang lengang itu.
“Darrick! Keluarlah! Darrick!” Arrio mulai berkeliling rumah yang memang sudah di hafal betul tata letaknya oleh Arrio untuk mencari Darrick. Hingga dia sampai di satu tempat yang biasa di gunakan olehnya dan Darrick menghabiskan waktu tanpa takut di ketahui oleh orang lain.
Sebuah ruangan di bawah tangga yang terlihat samar, namun terdapat pintu kecil di sana.
Lalu, dengan kekuatannya, Arrio merubah ukuran bentuk tubuhnya menjadi kecil dan muat di pintu itu, lalu masuk ke dalamnya. Dan benar saja, apa yang di lihatnya kini sama persis dengan yang ada dalam bayangannya.
Ada ibu dan adik perempuan Darrick yang bersembunyi di sana dan saling memeluk satu sama lain karena sangat ketakutan. Suara denting pedang yang bergesekan terdengar, begitu juga dengan teriakan kesakitan dan kematian para iblis. Entah sudah berapa nyawa iblis dan darah yang mengalir dari pertempuran itu. Arrio kini hanya fokus pada apa yang ada di hadapannya.
Langkah kakinya mendekat dan membuat iblis perempuan kecil itu semakin meringkuk ketakutan di balik pelukan ibunya.
“Rio… k-kalau kau bisa, t-tolong… ampuni kami…” pinta ibu Darrick dengan mata berkaca – kaca. Namun Arrio hanya diam.
“A-atau, jika itu memang sulit untukmu. K-kau bisa membunuhku, tapi… t-tapi.. t-tolong nak, t-tolong kau biarkan Ernest hidup. D-dia masih kecil dan belum tahu apapun. Ibu mohon padamu nak, ibu…” Ernest, iblis kecil itu kini menangis lirih di pelukan ibunya dan membuat hati Arrio sakit melihatnya.
Pedang yang sebelumnya dengan kuat dia genggam dan siap menghunus siapapun iblis di hadapannya kini menjadi melemah. Dan terjatuh tepat di samping tubuhnya.
Tidak ada lagi kemarahan di mata Arrio, tatapan tajam dan membunuh itu menghilang dan berganti tatapan penuh keteduhan.
“Kemarilah, aku akan melindungi kalian berdua. Setidaknya, sampai Darrick datang,” ujar Arrio dan mengulurkan tangannya pada ibu Darrick dan Ernest sang adik.
“Ibu…” rintihan Ernest kecil kembali membuat hati Arrio terasa seperti di sayat.
“K-kau akan…” Arrio mengangguk pasti di hadapan ibu Darrick.
“Ibu Darrick adalah ibuku juga. Percayalah padaku dan kita pergi dari sini,” pinta Arrio perlahan agar ibu Darrick dan adiknya bisa mendekat pada Arrio sekarang.
Dan dengan perlahan, ibu Darrick mulai mengulurkan tangannya dan meraih tangan Arrio. Bersamaan dengan itu, suara gemuruh dan terompet perang yang khas milik para malaikat terdengar. Arrio tahu persis apa arti dari bunyi terompet itu, yang tak lain adalah kemenangan bagi para malaikat atas peperangan saat ini melawan kaum iblis. Namun Arrio tetap diam dan dengan sigap meraih tangan ibu Darrick dan menariknya mendekat. Menggendong Ernest lalu membawa mereka pergi menjauh dari tempat itu.
“Rio, tunggu!” cegah ibu Darrick tiba – tiba.
“Ada apa?”
“B-bagaimana dengan Darrick dan suamiku? Mereka tidak akan tahu kalau kami pergi dari sini,” ujar ibu Darrick ragu.
“Aku akan memberitahukan mereka, kalian jangan khawatir. Sekarang ayo pergi dari sini!” ajak Arrio tanpa menunggu lebih lama lagi.
***