Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 1.2 - WRONG WAY

Tuk tuk tuk tuk…

Suara jari yang di ketukkan beberapa kali pada meja kayu terdengar menggema di sebuah ruangan besar yang senyap, meskipun beberapa malaikat terlihat duduk di sana untuk berkumpul.

“Kau yakin sudah menyampaikan pesanku dengan benar?” tanya ayah Aiden pada sang putra.

“Iya ayah, aku sangat yakin,” jawab Aiden.

“Lalu kenapa dia belum juga sampai?” tanya ayah Aiden lagi.

“Aku akan mencarinya sebentar. Kabari aku segera kalau dia sampai lebih dulu kesini,” ucap Aiden dan segera pergi dari sana.

Ayah Aiden sendiri kini menatap cemas raut wajah para tetua yang duduk di tempat paling tinggi. Sambil sesekali matanya melirik ke arah pintu masuk, berharap Arrio segera muncul dan menjelaskan keterlambatan yang dia alami.

Sama halnya dengan bumi dan langit yang memiliki lapisan dari yang paling tinggi hingga paling rendah. Dalam dunia malaikatpun, system kasta masih sangat di patuhi. Beberapa malaikat yang di anggap memiliki tugas dan peranan penting dalam kehidupan, serta memiliki kemampuan diri yang luar biasa juga keajaiban yang berada di tangannya, mampu membuat sang malaikat itu menjadi malaikat utama. Dan di antara malaikat utama, masih ada yang berhak untuk mendapatkan posisi lebih tinggi dari yang lain berdasarkan kesulitan tugas yang berhasil mereka lakukan.

Dan Arrio, adalah salah satu calon yang di usulkan oleh para Malaikat utama untuk bisa mendapatkan posisi tertinggi dalam kelompok mereka maupun dalam bangsa malaikat karena kemampuannya yang luar biasa, serta kecerdasan, juga keajaiban yang di miliki olehnya. Tugas besar yang nantinya dia emban kali ini akan menjadi salah satu tolok ukur akan pencapaiannya dalam posisi tersebut. Namun, hingga dua jam sejak waktu pertemuan berlalu, Arrio sama sekali belum menampakkan diri dan bahkan seolah menghilang tanpa kabar. Dan membuat Aiden kelimpungan mencarinya, sampai…

“Arrio!” pekik Aiden yang baru saja kembali dari pencariannya.

“Kau…”

“Kau?! Apa maksudnya ‘kau’?!” pekik Aiden yang ingin sekali menampar wajah Arrio sekarang.

“Aku terlambat kan? Maaf tadi aku,”

“Diam dan masuklah! Jelaskan di dalam!” tukas Aiden dengan wajah keras dan segera membuka pintu ruangan.

Namun apa yang mereka temukan sungguh di luar dugaan, karena ruangan itu kini kosong melompong tanpa satu malaikatpun di dalamnya. Hanya ada secarik kertas yang di tujukan langsung untuk Arrio agar bertemu dengan pemimpin dari para Malaikat Utama. Arrio yang bingung menatap kembali Aiden yang hanya menghela nafas panjang.

“Temui saja dia, jika kau tidak ingin menambah masalah lebih jauh lagi,” ujarnya kemudian pergi dari sana dan sekali lagi meninggalkan Arrio sendirian.

***

“Maafkan saya,” ucap Arrio dengan penuh penyesalan dan menundukkan kepalanya sangat dalam di hadapan sang pemimpin.

“Kau baru menemui temanmu dan butuh waktu yang cukup lama untuk bisa membersihkan tubuhmu dari aroma neraka sebelum datang ke pertemuan itu. apa aku benar?” tanya sang pemimpin dan Arrio hanya menundukkan kepalanya tanpa berani menjawa atau menatap wajah sang pemimpin.

Sang pemimpin itu kini menghela nafasnya berat dan panjang, dia mendekat ke arah Arrio dan menatap lekat sosok malaikat itu.

“Kau tahu, aku juga sama seperti dirimu saat masih muda dulu. Penuh ambisi dan sulit di kendalikan. Bahkan, aku juga punya teman dari kalangan iblis yang jumlahnya jauh lebih banyak dari dirimu,” ujar sang pemimpin tiba – tiba.

Arrio mulai mengangkat kepalanya dan menatap wajah sang pemimpin, “maksud anda?”

“Aku sangat memahami apa yang hatimu inginkan Rio. Tapi aku harap, kau bisa mengerti mana yang harus kau dahulukan dan menjadi prioritasmu. Terutama, jika itu ,menyangkut tugasmu sebagai seorang malaikat utama,” jelas sang pemimpin.

“Saya mengerti, ini adalah yang pertama dan terakhir kalinya saya melakukan kesalahan fatal ini,” jawab Arrio dengan sangat yakin.

“Bagus kalau begitu. Jadi kita bisa membicarakan tentang tugas yang akan aku berikan khusus hanya untukmu,” ujar pemimpin dan membawa Arrio duduk di kursinya dan mulai berbicara.

***

Sudah dua hari sejak pertemuannya secara pribadi dengan sang pemimpin dan Arrio masih saja sulit mempercayai apa yang dia dengar. Meskipun dia tahu persis, pemimpinnya tidak akan sembarangan memberikan informasi terlebih tugas besar dan berat semacam ini. Seperti mimpi buruk di siang hari, rasanya Arrio ingin menghilang saja dari seluruh penjuru surga sampai semua masalah ini selesai dengan aman dan damai, walau kenyataannya itu tak akan bisa terjadi. Karena malam ini, adalah malam dimana Arrio harus menjalankan persiapan tugas yang di berikan padanya.

Tok tok tok!

Suara pintu kamar Arrio yang di ketuk, membuat lamunan malaikat itu pecah seketika.

“Masuk!” teriaknya dari dalam kamar.

“Apa ibu mengganggumu nak?” tanya sang ibu begitu dia membuka pintu kamar dan melongokkan sedikit kepalanya ke dalam kamar sang putra.

Ibu Arrio, terlihat sama saja seperti bidadari yang lain di surga. Dengan tubuh indah dan kulit putih juga cerah serta begitu lembut, dengan wangi bunga Tulip yang menguar dari tubuhnya. Wajahnya yang kecil dan bibir tipis kecilnya juga menambah kecantikan yang di miliki oleh bidadari yang tak lagi muda itu. matanya yang sayu dan teduh pun terlihat begitu mirip dengan Arrio. Begitu cantik, teduh, namun tajam.

Sang ibu sekarang mendekat pada Arrio yang masih duduk di tepi ranjang dan mengusap perlahan punggung putranya.

“Kapan kau akan berangkat?” tanyanya.

“Malam ini bu, tapi besok adalah hari yang sudah di tentukan,” jawab Arrio dengan tenang, meskipun raut wajahnya tak bisa menutupi kekhawatiran yang dia rasakan sekarang.

“Kau sudah siapkan semuanya?” tanya sang ibu lagi.

“Hmm… sudah bu, semuanya sudah siap,”

“Bagus kalau begitu. Ini tugas penting, jadi ibu harap kau bisa menyelesaikannya dengan baik lalu pulang dengan selamat,” ujar sang ibu lagi.

“Aku juga berharap itu bu. Oh ya, apa ada seseorang yang mengirimkan pesan atau apapun untukku selama aku pergi kemarin bu?” tanya Arrio.

“Pesan? Apa kau menunggu seseorang nak?”

Arrio terlihat menggeleng kecil dan menatap sang ibu, “tidak bu, hanya bertanya. Siapa tahu ada yang mencariku atau menitipkan pesan padaku,” jelasnya.

“Oh, ibu pikir apa. Tidak ada siapapun yang mencarimu. Kalaupun ada, ibu akan langsung memberitahumu kan?” ucap wanita itu lagi.

“Ya, ibu benar…”

“Hmm… ya sudah, istirahatlah dulu. Nanti ibu bangunkan saat sudah masuk waktunya,” ibu Arrio kini bangkit dan mengecup kening putranya, lalu dia berjalan keluar dari kamar putranya.

Dan sesampainya di luar, sang ibu menunduk sambil mengambil satu barang dari balik sayap indahnya. Sebuah bulu berwarna hitam kelam dengan sebuah pesan di sana.

“Maafkan ibu nak, ibu hanya takut ini akan mempengaruhimu nanti,” ujar bidadari itu dan pergi menjauh dari sana.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel