Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Flashback

"Bu, Ibu sekarang liat Betari dong Bu, sekarang Betari udah besar Bu, Betari bukan gadis kecil Ibu lagi." Ada rasa pedih saat ia mengucapkan rangkaian kalimat yang keluar dari bibirnya. Dan tanpa aba aba air matanya turun deras ke pipinya yang halus.

Ia hanya bisa tersenyum getir, bukan senyum karena merasa senang, bukan itu sama sekali bukan.

Hari pun sudah beranjak malam ia memutuskan untuk pulang, karena besok ia harus sekolah. Dan untuk pertama kalinya ia duduk di bangku SMA.

"Bu Betari pulang dulu ya." Tak ada jawaban, hanya ada suara teriakkan dari pasien lain yang sepertinya sedang sekarat.

Namun Raina—Ibu Betari hanya diam. Betari hanya bisa pasrah dengan kondisi ibunya saat ini. Ia ingat pada suatu kejadian dimana ibunya bisa seperti ini.

Flashback On

"Betari bangun nak, Ibu nggak bisa hidup tanpa kamu." Raina masih saja menangisi anak semata wayangnya yang sudah koma selama dua bulan.

"Mbak, Mbak jangan ngomong kayak gitu dong. Kalo Betari tau Ibunya lagi putus asa kayak gini dia pasti sedih. "

Salsa—adik dari Raina merasa prihatin, pasalnya Raina sekarang hanya murung, ia bagaikan mayat hidup.

Mandi jarang dan makan pun tak mau. Itu yang hanya bisa ia lakukan setiap harinya.

Apalagi kalau ia sudah menagis, maka hari itu ia habiskan untuk menangisi anaknya yang sedang terbaring lemah dalam keadaan komanya.

"Untuk apa Mbak hidup, kalo nggak ada penyemangat hidup untuk Mbak." Raina putus asa dengan mata sayu, yang ia gunakan untuk menagis setiap harinya.

"Mbak harus kuat, mbak harus tabah demi Betari mbak," ucap Salsa menyemangati Raina.

"Makasih ya Dek, kamu selalu buat Mbak tenang. " Dengan segera Raina memeluk tubuh Salsa erat.

Lalu tak lama suara dering telepon terdengar, yang mampu keduanya melepaskan pelukan nya satu sama lain.

"Sebentar ya Mbak."  Lalu Salsa pun langsung mengangkat telepon yang entah dari siapa karena hanya nomor tak dikenal yang meneleponnya.

Raina pun hanya mengangguk patuh, dan menunggu Salsa selesai mengangkat teleponnya.

"Halo Bu. " Terdengar suara dari seberang sana.

"Iya maaf ini siapa?" tanya Salsa sopan.

"Maaf Bu, ini saya Sandi, saya sengaja menelpon Ibu karena disuruh oleh Pak Adhi bu. "

"Oh Sandi ada apa San, kok tumben kamu yang nelpon?" tanya Salsa heran.

"Jadi gini bu, beberapa kantor cabang kita yang berada di luar negeri mengalami kebangkrutan, dan salah satunya kantor pusat kita yang berada di Indonesia tidak bisa menyuntikkan dana untuk kantor cabang Bu," jelas Sandi tanpa henti.

"Apa kok bisa gitu bukannya kantor nya Mas Adhi, lagi ada proyek besar ya?" tanya Salsa heran.

"Iya Bu maka dari itu, klien kita tiba tiba saja membatalkan semua kontrak kerja sama yang sudah kita sepakati, dan sayangnya kantor kita sedang mengerjakan proyek itu Bu, sehingga perusahaan kita rugi ratusan miliar Bu."

"Apa kok bisa gitu, trus kenapa kamu yang nelepon saya, mana Mas Adhi?" tanya Salsa yang mulai panik.

"Iya maka dari itu saya yang nelepon Ibu, soalnya Pak Adhi kayak lagi frustasi gitu Bu," jawab Sandi.

"Ya sudah kamu tolong jaga Mas Adhi dulu ya, saya segera kesana!" Salsa mulai panik dan segera mengambil tas nya yang berada di pembaringan tempat Betari sekarang terbaring.

"Mbak maaf aku pergi dulu ya!" ucap Salsa sambil mengecup tangan kakaknya, dan berlalu begitu saja.

"Iya Dek. " Namun ucapannya hanya sia sia pasalnya Salsa pun sudah keluar dari ruangan dimana Betari di rawat sekarang.

***

"Bu ayo kita ke atas!" Ajak Sandi setibanya Salsa di kantor suaminya.

"Mas Adhi di mana?" tanya Salsa panik.

"Udah Bu jangan banyak tanya dulu, kita langsung ke atas sekarang. Pak Adhi bener-bener frustasi Bu," ucap Sandi.

Karena tak ingin melihat istri atasannya kembali berkicau pada saat suasana yang sangat genting ini Sandi langsung menarik tangan Salsa begitu saja yang mampu membuat Salsa sedikit terhuyung ke depan akibat tarikan Sandi.

Sesampainya di sana Salsa terkejut melihat keadaan suami nya yang benar benar kacau seperti ini.

"Mas istighfar Mas." Tak kuasa Salsa menumpahkan air matanya.

"Aku udah kehilangan semuanya, aku udah nggak punya apa-apa lagi, aku rugi miliaran!" teriaknya, lalu Adhi bangkit dari duduknya dan membanting semua benda yang ada di hadapannya.

"Prrang!" Berkali-kali bunyi itu terdengar.

"Mas udah cukup Mas, nggak ada gunanya kamu ngelakuin semua ini!" teriak Salsa emosi.

"Terus aku harus apa?!" bentaknya, Salsa yang mendengarnya cukup terhenyak karena nada bicara dari suaminya.

Tapi ia mencoba mengerti dengan keadaan suaminya sekarang.

"Kita harus nyelamatin satu satunya kantor kita yang ada di New Zealand!" saran Salsa.

"Iya kamu bener mending, kita cepet cepet siap-siap kesana buat nyelamatin satu-satunya kantor kita sekaligus ngasih suntikan dana buat kantor ini dan kantor cabang yang lainnya!"

Seakan menemukan sinar dalam kegelapan Adhi kembali bersemangat karena usul istrinya ini.

"Ayo Mas kita siap-siap kesana, tapi sebelumnya kita pulang dulu buat packing baju-baju kita!"

"Iya ayo kita cepet pulang!" Karena tak sabar Adhi segera menarik tangan istrinya dan mengajaknya untuk segera pulang sementara Sandi disuruh untuk memesan penerbangan tercepat.

***

"Ayo Mas kamu udah selesai belom?!" teriak Salsa dari bawah.

"Iya ini bentar lagi!" teriak Adhi tak kalah keras dari suara istrinya.

"Ayo Mas 20 menit lagi pesawat udah bakal terbang, nanti kita ketinggalan pesawat nih!"

Tak lama setelah itu Adhi turun ditemani dengan anak semata wayang mereka yaitu Riska.

"Lah kok Mas, Riska ikut juga?" tanya Salsa heran. Sementara Riska yang berumur enam tahun yang tidak mengerti apa-apa memaksakan agar dirinya tetap ikut bersama kedua orangtuanya.

"Ya abisnya Riska dari tadi maksa pengen ikut." Mas Adhi pun sepertinya tak ingin lagi berdebat hanya karena perihal sekecil ini.

"Riska nggak usah ikut ya, Riska disini aja sama Mbok Minah," bujuk Salsa.

"Nggak mau pokoknya Liska mau tetep itut!" Suara cadelnya tak membuat keinginan nya pupus.

"Yaudah-yaudah iya Riska ikut tapi janji disana Riska nggak boleh nakal ya. " Akhirnya Adhi pun menengahi perdebatan antara anak dan istrinya.

"Hole Liska itut!"

Tak lama setelah itu mereka bergegas, mereka menaiki mobil mereka yang akan mengantar nya ke bandara.

Namun kali ini berbeda mereka tak diantar oleh supir mereka, karena Adhi tak ingin jika supir nya yang menyetir pasti akan memakan waktu yang cukup lama.

Dan Adhi memutuskan jika ia sudah sampai di bandara makan anak buahnya yang akan mengambil mobilnya.

Mobil pun meninggalkan pekarangan kediaman Adhi yang mewah.

Mobil pun melaju kencang, tapi karena saking kencang nya Adhi tak menyadari bahwa portal pembatas untuk kereta mulai tertutup sedangkan Adhi yang benar-benar membawa mobilnya dalam keadaan kencang tak bisa mencegah itu semua.

Karena pada saat ini lalu lintas sedang lenggang di wilayah Ibukota ini.

Portal pembatas antara jalur kereta dan kendaraan umum belum sepenuh nya tertutup. Adhi yang tak bisa menghindar tiba tiba saja mobilnya masuk kedalam jalur kereta.

Yang dengan tepat batas kereta dan mobil Adhi hanya tinggal beberapa meter saja.

"Brrrrrraaaaaaaaakkkkk"

Tabrakan keras tak terhindarkan lagi, mobil Adhi tertabrak kereta hingga terguling-guling beberapa meter dari tempat awal semula.

Mobilnya kini benar benar hancur dan penyok, sementara kereta yang sudah mendapatkan jalannya kembali karena mobil Adhi telah jatuh terguling ke pinggir terus melajukan jalannya.

Tak lama setelah itu suara ledakkan terdengar dari mobil milik Adhi yang membuat ia dan keluarga kecilnya tak tertolong.

***

"Ya Allah cobaan apalagi yang engkau berikan padaku ya Allah!" Tangisan Raina seketika pecah.

Ia tak sanggup kalau kalau ia menanggung semua beban dan cobaan ini sendiri.

Cobaannya begitu berat, anaknya saja belum sadar dari komanya selama dua bulan kini adiknya beserta suami dan anaknya meninggal.

"Jadi kayak gitu kejadiannya Betari, karena itulah mamah kamu bisa kena gangguan jiwa kayak sekarang ini," jelas Shandi.

Flashback Off

"Ah sial kenapa sih gue harus selalu inget kejadian pahit itu?!" ucapnya frustasi.

"Oh ya gue tau dalang dari semua kejadian ini, termasuk ngebuat Ibu jadi gila."

Wajah yang dulu selalu bisa tersenyum tulus tapi kini terganti oleh senyum sinis yang menghiasi wajahnya saat ini.

" Siapa lagi kalo bukan lelaki brengsek itu." Senyum sinisnya kembali terpampang di wajahnya yang seakan menjadi pameran saat ia tersenyum.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel