Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4

Harusnya Saling Memberi

Luka telah datang kedalam hati

Menusuk hingga menembus palung hati

Kini kita harus saling merenungi

Segala apa yang telah terjadi

Harusnya kita saling memberi

Bukan saling menyakiti

Disaat raga ini tak bisa bersama

Harusnya kita bisa saling bahagia

Meski ku tahu rasa itu masih ada

Namun ku harus melepasnya

Bait bait cinta telah pergi

Meninggalkan ku sendiri disini

Tanpa kata

Tanpa suara

Meski hanya ada luka

Ku tahu akan ada obatnya

Harusnya kita saling memberi

Bukan saling menyakiti

Seorang perawat tengah membereskan kamar salah satu pasien di ruang rawat inap. Sepasang mata milik seorang lelaki terdesak kemudian menyusuri seluruh isi ruangan tersebut.

“Kemana perginya pasien yang dirawat diruangan ini sus ?” tertegun sambil memandangi kegiatan perawat tersebut seorang lelaki bertubuh tinggi dan berpakaian rapi menodongkan pertanyaan pada suster tersebut.

“Pasien sudah dibawa pulang oleh keluarganya barusan Tuan,” meski masih bingung, suster tadi menjawab pernyataan yang dilontarkan oleh lelaki yang bernama Anggar tersebut.

Setelah mendapatkan jawaban dari pertanyaannya, lelaki bertubuh tinggi yang membawa bingkisan ditangannya tersebut kemudian membalikan tubuhnya saat itu juga.

Namun, langkah jenjangnya tiba-tiba terhenti lantaran alas kakinya menginjak sesuatu benda. Anggar kemudian berjongkok untuk melihat benda tersebut.

Lelaki yang bernama Anggar Wasesa tersebut tertegun kembali mana kala mengamati benda yang berjuntai dengan hiasan di bawahnya. Masih dalam posisi berjongkok, pria bertubuh tinggi itu meresapi setiap inci dari benda tersebut.

Kalung yang berleontin dengan inisial nama itulah yang menjadi awal penyebab anggar bergegas dalam langkahnya kini. Setelah sadar dari lamunannya, Anggar kemudian beranjak menuju pusat informasi data Pasien dalam rumah sakit tersebut.

Sang Langit sudah meneteskan butiran butiran bening sore itu. Suasana sendu kini menyelimuti Kota Sukabumi dan juga dalam lubuk hati Anggar.

Ia tak menyangka awal dari tujuan bisnisnya di Kota ini akan membuka misteri puzzle dalam kepergian Cintanya.

“Aku ingin tahu data diri dari Wali pasien di ruang rawat inap Anak nomer 217,” dengan suara tinggi Anggar meminta penjelasan dari petugas Administrasi di Rumah sakit tersebut.

“Maaf Tuan, kami tak bisa memberitahukan Anda mengenai data pribadi pasien dan walinya pada orang lain,”

“Cepat katakan, atau aku akan memporak-porandakan tempat ini !” masih dengan nada bengisnya Anggar mengancam sang petugas tersebut.

Dia mengeluarkan selembar kartu nama pada petugas tersebut, dan insting tanggung jawanya membuatnya mengambil telpon seluler di kantong bajunya.

Sambil menunggu petugas itu mencari data wali pasien, lelaki itu sudah tak sabar ingin segera mencari keberadaan sang cinta yang telah hilang selama ini.

“Dia ada disini, maksudku Carmen segera kau dan anak buahmu cari hingga menyisir seluruh kota ini hingga ke tempat yang sulit di jangkau untuk menemukannya.” Perintah Anggar pada seseorang di teleponnya.

Sambil meremas telepon selulernya, lelaki berperawakan tegas tersebut menanti jawaban dari sang petugas di depannya. Dan sang petugas tersebut juga tak kalah ketakutan mana kala tahu orang didepannya bukan orang sembarangan.

Petugas administrasi tersebut nampak tersenyum lega setelah menemukan informasi mengenai wali pasien. Ia kemudian menyebutkan satu persatu isi dari data diri sang wali dari Anak yang bernama Kalen Azzura.

Mendengar nama belakang bocah itu saja, Anggar sudah membulatkan matanya tak percaya bahwa bocah itu adalah anak dari wanita yang selama ini ia cari. Apalagi ketika nama wanita itu disebutkan oleh petugas tersebut. Carmenita Azzura jantung Anggar serasa berhenti berdetak.

Tak menunggu waktu lama bagi pemilik nama Anggar tersebut untuk meninggalkan rumah sakit tersebut setelah ia selesai mendapatkan alamat rumah yang ia cari.

“Tunggu aku Carmen, setelah kita bertemu aku pastikan kau tak akan pernah bisa lari lagi dari diriku !” meski tak ditemani oleh sang supir, Lelaki yang berusia kira-kira 36 tahun itu sudah tak sabar untuk menuju ke alamat yang sudah ia dapatkan.

Anggar masih sangat ingat apa saja yang sudah ia lakukan pada Carmen. Tanpa meminta penjelasan dari wanita itu, Anggar sudah menuduhnya dalam kegiatan yang tak pernah Carmen lakukan.

Emosi sesatnya lah yang menyebabkan ia kehilangan cintanya, cinta yang sudah menemaninya bertahun-tahun. Cinta yang sudah ia jaga pula selama bertahun-tahun. Namun ia terpaksa harus merelakan cinta itu hanya dalam sekejap mata.

Bila ada kata yang ingin menggambarkan isi hati Anggar saat ini, bukan hanya kata Maaf bila ia bertemu dengan Carmen. Namun kata “Seharusnya” lebih tepat untuk Pria bernama Anggar Wasesa tersebut.

“Seharusnya aku percaya padamu, seharusnya aku tak melakukan itu padamu, seharusnya kamu jangan meninggalkan aku, seharusnya aku lebih baik lagi padamu Carmen !”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel