Bab 7: Badai yang Kembali
Nathan mulai merasa kehidupannya berubah sedikit demi sedikit. Kerja di bengkel Rio memberinya rutinitas baru, sementara kehadiran Anindya di hidupnya membuatnya merasa ada alasan untuk menjadi lebih baik. Namun, ketenangan ini ternyata hanyalah permukaan dari gelombang besar yang mulai mendekat.
---
Peringatan yang Tak Terduga
Sore itu, Nathan sedang membersihkan tangannya yang penuh oli setelah selesai memperbaiki mobil. Rio datang mendekat dengan wajah serius.
“Nat, gue ada kabar buruk,” katanya tanpa basa-basi.
Nathan mengangkat alis. “Apa lagi sekarang?”
“Reno dan anak-anaknya lagi nyari lo. Mereka bilang lo nggak bisa keluar begitu aja dari dunia mereka.”
Nathan menghela napas panjang. Ia sudah menduga ini akan terjadi cepat atau lambat. “Gue udah bilang sama Reno, gue selesai. Kalau dia nggak bisa terima, itu urusannya.”
“Masalahnya, Reno nggak main-main kali ini. Dia bilang dia punya sesuatu buat nyakitin lo, atau orang yang lo peduliin.”
Perkataan Rio membuat jantung Nathan berdegup lebih cepat. Ia langsung berpikir tentang Anindya. “Lo yakin ini serius?”
Rio mengangguk. “Dia nggak pernah ngomong kosong, Nat. Gue saranin lo hati-hati.”
Nathan menghela napas berat. Ia tahu Reno adalah tipe orang yang tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang ia mau. Tetapi kali ini, Nathan tidak berniat lari.
---
Kehidupan yang Terusik
Nathan memutuskan untuk menjaga Anindya tetap aman tanpa memberitahunya tentang ancaman Reno. Ia tidak ingin membuat gadis itu cemas, terutama setelah semua yang mereka lalui.
Namun, usaha Nathan untuk menyembunyikan masalah ini tidak berjalan mulus. Anindya mulai menyadari ada sesuatu yang salah.
“Kamu kenapa, Nat?” tanyanya suatu malam saat mereka sedang duduk di warung kecil di dekat kampus. “Kamu kelihatan gelisah belakangan ini.”
Nathan mencoba tersenyum untuk menutupi kekhawatirannya. “Gue baik-baik aja, Nin. Cuma capek kerja di bengkel.”
Anindya menatapnya dengan penuh kecurigaan. “Nathan, aku tahu kamu lebih baik dari itu. Ada apa sebenarnya?”
Nathan terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Ia ingin melindungi Anindya, tetapi ia juga tidak ingin berbohong padanya.
“Ada seseorang yang nggak senang gue berubah,” katanya akhirnya. “Tapi lo nggak usah khawatir. Gue bisa handle ini.”
“Siapa?” desak Anindya.
“Reno,” jawab Nathan, suaranya rendah. “Dia pikir gue masih utang sama dunia lama gue. Tapi gue nggak akan biarin dia nyentuh lo.”
Wajah Anindya berubah, ketakutan bercampur kecemasan. “Nathan, kamu nggak harus hadapi ini sendiri. Kita bisa cari bantuan.”
“Gue nggak mau lo terlibat, Nin,” jawab Nathan tegas. “Ini masalah gue, dan gue yang harus selesain.”
---
Ancaman yang Nyata
Beberapa hari kemudian, ancaman Reno menjadi nyata. Nathan sedang bekerja di bengkel ketika ia menerima telepon dari nomor tidak dikenal.
“Nat,” suara Reno terdengar di ujung sana, penuh ejekan. “Gue punya sesuatu yang bakal bikin lo keluar dari persembunyian lo.”
“Apa maksud lo?” tanya Nathan, mencoba tetap tenang.
“Lo bakal tau sendiri,” jawab Reno sebelum menutup telepon.
Nathan langsung merasa tidak nyaman. Ia mencoba menelepon Anindya, tetapi gadis itu tidak menjawab. Kekhawatirannya semakin membesar.
Tanpa berpikir panjang, ia langsung meninggalkan bengkel dan menuju ke kampus, tempat terakhir ia tahu Anindya berada. Ketika ia tiba, kampus sudah sepi. Tetapi di tempat parkir, ia menemukan sesuatu yang membuat darahnya mendidih.
Motor Anindya tergeletak di tanah, helmnya pecah, dan ada jejak ban mobil yang terlihat jelas di sekitarnya.
Nathan merasa tubuhnya membeku. “Reno,” gumamnya dengan suara pelan tetapi penuh amarah.
---
Perburuan dalam Kegelapan
Nathan langsung menghubungi Rio dan menjelaskan situasinya. “Gue butuh bantuan lo sekarang, bro. Reno udah bawa Anindya.”
Rio tidak ragu sedikit pun. “Gue akan cari tahu dia di mana. Tunggu kabar dari gue.”
Nathan tidak bisa hanya duduk diam. Ia mulai menghubungi beberapa kenalan lamanya, meskipun ia tahu itu berarti menyeret dirinya lebih dalam ke dunia yang sudah ia tinggalkan. Salah satu dari mereka akhirnya memberinya petunjuk.
“Reno sering nongkrong di gudang kosong di pinggiran kota,” kata pria itu. “Tapi hati-hati, Nat. Dia nggak sendirian.”
Nathan langsung menuju lokasi itu, meskipun Rio mencoba menahannya. “Lo nggak bisa ngelawan Reno sendirian, Nat!”
“Gue nggak peduli,” jawab Nathan dengan suara tegas. “Ini tentang Anindya. Gue nggak akan biarin dia terluka karena gue.”
---
Pertemuan yang Memanas
Ketika Nathan tiba di gudang, ia melihat beberapa motor dan mobil terparkir di luar. Ia tahu Reno ada di dalam, bersama anak buahnya.
Nathan masuk dengan penuh tekad, tangannya mengepal. Di tengah gudang, ia melihat Reno berdiri dengan senyum licik, sementara Anindya duduk di kursi dengan tangan terikat.
“Nathan,” Reno menyambutnya dengan nada mengejek. “Gue tau lo bakal datang. Lo selalu jadi pahlawan, kan?”
Nathan menatap Reno dengan mata penuh kebencian. “Lepasin dia sekarang juga.”
Reno tertawa. “Lepasin? Lo pikir ini negosiasi? Lo yang bikin hidup gue kacau, Nat. Lo ninggalin kita, lo bikin Doni dipenjara. Lo pikir gue bakal biarin lo hidup tenang?”
Nathan melangkah maju, tetapi dua anak buah Reno menghalanginya. Ia tahu ini akan menjadi pertarungan sulit, tetapi ia tidak peduli.
“Lo mau gue? Gue ada di sini,” kata Nathan, suaranya penuh tantangan. “Lepasin dia, dan kita selesain ini, lo sama gue.”
Reno berpikir sejenak, lalu tersenyum. “Baiklah. Gue suka permainan yang adil.”
---
Pertarungan yang Menentukan
Nathan dan Reno akhirnya berdiri berhadapan. Pertarungan itu brutal, penuh dengan pukulan keras dan darah. Nathan merasa tubuhnya sakit di setiap sudut, tetapi ia tidak menyerah.
Di sudut matanya, ia melihat Anindya menangis, tetapi gadis itu tidak berteriak atau panik. Ia terlihat berdoa, seperti meyakinkan dirinya sendiri bahwa Nathan akan menang.
Setelah apa yang terasa seperti selamanya, Nathan akhirnya berhasil mengalahkan Reno, membuat pria itu jatuh ke tanah.
Nathan berdiri dengan tubuh penuh luka, tetapi ia tidak peduli. Ia langsung menuju Anindya, melepaskan ikatannya.
“Lo nggak apa-apa, Nin?” tanyanya dengan suara serak.
Anindya mengangguk, meskipun air mata masih mengalir di wajahnya. “Nathan, aku takut kamu nggak bakal datang.”
Nathan memeluknya erat. “Gue akan selalu datang buat lo. Gue janji.”
---
Kesimpulan yang Berat
Nathan tahu ini belum berakhir. Reno mungkin sudah kalah, tetapi ada banyak hal lain yang harus ia hadapi. Namun, untuk saat ini, ia merasa lega karena berhasil melindungi orang yang ia cintai.
Di perjalanan pulang, Nathan menggenggam tangan Anindya erat, seolah-olah tidak ingin melepaskannya lagi.
“Aku nggak peduli seberapa gelap masa lalu kamu, Nathan,” kata Anindya dengan suara lembut. “Yang aku peduli adalah siapa kamu sekarang.”
Nathan tersenyum kecil, meskipun tubuhnya terasa sakit. “Kalau gitu, gue janji gue bakal jadi orang yang lebih baik. Gue bakal terus maju, buat lo, buat gue sendiri.”
Malam itu, Nathan merasa untuk pertama kalinya ia benar-benar punya tujuan. Jalan di depannya mungkin masih penuh dengan rintangan, tetapi dengan Anindya di sisinya, ia merasa ia bisa menghadapi apa pun.