Bab 5 Heboh!
Rachel dan Fin saling menatap. “Hei, kenapa kamu ngeliatin aku terus? Tatapan mu itu bikin aku takut, tauk.” Ujar Rachel to the point.
Fin yang mendengar pertanyaan Rachel mulai berpikir secepat mungkin untuk mencari jawaban yang tepat. Dia tidak bisa mengatakan apa-apa tentang misi tersebut, jadi dia perlu mencari alasan yang tepat, alasan yang akan disukai oleh semua wanita.
“Maaf, aku tidak bisa menahannya. . . Aku tidak bisa berhenti menatapmu karena kamu sangat cantik” Ucap Fin sambil terus menatap Rachel.
Rachel tersipu malu saat mendengar ucapan Fin.
“Eh...A-aku..aku sudah tahu kalau aku cantik kok, ahem....tapi tetap aja kamu gak boleh natap aku kayak gitu, karena itu gak baik.” Ujar Rachel setengah tergagap.
Fin menghela nafas dalam hati karena telah berhasil membodohi Rachel.
“Dengar ini, pertama-tama kamu enggak boleh. . . “ Rachel ingin menjelaskan mengapa Fin tidak boleh bersikap seperti itu. Namun Fin tidak mendengarkan perkataan Rachel karena dia fokus pada benda yang terbang di sekitar Rachel. Dia kemudian perlahan-lahan mendekati Rachel sembari mengulurkan lengan kanannya.
Ketika Rachel melihat lengan Fin terulur, dia dengan reflek melangkah mundur. ‘Apa yang mau dia lakuin? Apa dia mau nyerang aku? Apa orang ini mau ngelakuin hal mesum ke aku?!’ Rachel memikirkan segala sesuatu hal terburuk yang mungkin terjadi, dia tanpa sadar mundur perlahan-lahan hingga tubuhnya membentur dinding yang ada di belakangnya sehingga ia tidak bisa melarikan diri.
Fin kemudian membanting tangannya ke dinding,
Pletak!
Setelah Fin memukul dinding, Fin memelihat ke arah Rachel yang terlihat pasrah dan tersipu sambil menutup matanya, “Tenang... tadi aku hanya memukul lalat.”
Fin hendak bertanya apakah dia baik-baik namun dia keburu mendengar bel berbunyi pertanda jam istirahat telah berakhir.
“Sepertinya waktu istirahatnya sudah selesai, lebih baik kita segera kembali ke kelas.” Ujarnya.
Rachel masih berdiri di sana dan tercengang oleh kelakuan Fin. ‘Hah? Dia tidak ngelakuin apa-apa? Tunggu! Kenapa aku malah berharap di apa-apain sama dia sih?!’ Saat Rachel masih memproses kejadian barusan, Fin langsung memegang tangannya dan mulai berjalan kembali ke ruang kelas.
‘A-apa! D-dia malah memegang tanganku sekarang! Orang ini kenapa sih!’ Rachel tersipu malu dan wajahnya memerah seperti tomat. “Hei! Siapa yang bilang kamu boleh nyentuh tanganku!” Ujarnya sambil tersipu.
“Kamu benar, kita tidak akan pernah sampai tepat waktu jika aku hanya memegang tanganmu.” Fin kemudian menggendong Rachel dengan gaya Bridal Style.
“Kyaaaa! K-kenapa..kenapa kamu malah menggendongku bodoooh!” Jerit Rachel dengan wajah yang semakin memerah. Rachel bingung dengan apa yang telah terjadi. Dia mulai memukul-mukul tangannya.
“Jangan bergerak seperti itu, dan jangan khawatir aku tidak akan membuatmu jatuh.” Ujar Fin sambil memeluk Rachel lebih erat dan mulai berlari kembali ke kelas.
‘Orang ini kenapa siih......Apa dia gak puas kalau cuma megang tanganku doang dan sekarang dia malah ngegendong aku! Dia bahkan ngegendong aku pake gaya bridal style!’ Pikir Rachel yang semakiin tersipu.
Para siswa dan siswi langsung heboh saat mereka melihat Fin berlari kembali ke kelas sambil menggendong Rachel!
“Kyaa! Kalian liat itu ga!? Murid baru tadi ngegendong Rachel pake gaya Bridal Style!”
“Kyaaa! Jadi Rachel sudah punya pacar!, Dan pacarnya juga ganteng banget! “
“TIDAAAK! Dewikuuu! Racheeeel!”
“Seseorang harus ngehukum si BODOH itu!”
Banyak teriakan kegembiraan, kemarahan, dan kebencian terdengar di lorong sekolah. Rachel yang sepenuhnya berkonsentrasi pada pikirannya sendiri tidak peduli dengan reaksi para murid-murid lain.
Ketika keduanya memasuki ruang kelas mereka, seluruh kelas gempar melihat Rachel digendong oleh Fin.
“Kayaknya mereka udah jadian nih, selamat yaa Fin, selamat juga Rachel.” Ucap beberapa teman kelas mereka.
“Sialan! Aku juga kepengen punya pacar yang cantik habistu aku juga mau gendong dia kayak gitu!” Ucap seorang anak yang bertubuh kurus.
“Heh, jangan mimpi, coba kamu lihat di kaca. Lenganmu yang kurus itu saja tidak bisa mengangkat galon, apalagi ngegendong cewek.”
“Yang ceweknya cantik, dan cowoknya ganteng, mereka serasi banget!.”
“Dewi Rachel kamiiiii!, mengapa kau tega meninggalkan kami!”
Reaksi di dalam kelas beragam, Rachel ingin menyangkal hubungannya dengan Fin tetapi terlalu bingung untuk melakukannya. Rachel hanya bisa terdiam dan kembali ke tempat duduknya tanpa menyangkal atau mengiyakan apapun.
Fin juga kembali ke tempat duduknya dan terus mengamati Rachel. Teman-teman sekelasnya terutama para gadis telah mengubah pendapat mereka tentang Fin, pada awalnya mereka mencapnya sebagai orang yang aneh tetapi sekarang dia dicap sebagai seseorang yang gentle dan keren.
Rachel tidak peduli lagi dengan Fin yang menatapnya, karena ia sibuk dengan pikirannya sendiri mengenai kejadian yang baru saja terjadi.
Kelas dimulai lagi dan sama seperti apa yang terjadi di tiga kelas pertama; guru masuk dan memperhatikan Fin yang terang-terangan tidak memperhatikan pelajaran, gurunya mencoba mempermalukan Fin dengan mengajukan pertanyaan di atas standar siswa Sekolah Menengah Atas, namun Fin mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan sempurna dan terkadang mengoreksi gurunya sambil menatap Rachel. Hingga pada akhirnya gurunya meninggalkan kelas dengan rasa malu.
***
Sekolahpum berakhir dan sebelum orang-orang dapat mendekati Rachel dan Fin, keduanya langsung cabut dengan cepat. Rachel bingung saat dia berjalan pulang dan tak menyadari kalau Fin sudah ada dibelakangnya dan sedang mengikuti dirinya.
Ketika Rachel sadar, dia berbalik dan menatap Fin.
“Kenapa kamu ngikutin aku?”
“Aku tidak mengikutimu... Kebetulan saja kita sedang berjalan ke arah yang sama.” Ujar Fin, namun Rachel menatap Fin dengan curiga.
“Iyakah? . . . Kalau gitu kamu tinggal dimana?”
“Di sebelah sana.” Fin menunjuk ke arah belakangnya.
“Jadi maksudmu, kita sudah melewati rumahmu dan kamu masih ngikutin aku, gitu?.” Rachel menghela nafas, dia sepertinya mulai terbiasa dengan tingkah aneh Fin.
“Seperti yang aku bilang tadi, aku tidak mengikutimu. . . Tapi kebetulan saja aku merasa ingin berjalan ke arah yang sama.“
“Iyakah?” Tanya Rachel dengan Curiga.
“Iya.”
Rachel tidak mau repot-repot berbicara dengan Fin lagi dan berbelok ke sebuah sudut jalan. Namun Fin juga ikut berbelok ke arah jalan yang sama.
“Nah kan! Kamu memang ngikutin aku. Kalau kamu gak berhenti ngikutin aku, aku bakalan nelpon polisi!.” Rachel menggantungkan ponselnya di depan Fin dan mengancamnya.
“Telpon saja, aku kan sudah bilang aku hanya ingin berjalan ke arah yang sama dengan mu”
Rachel mengangkat bahunya dan segera menelepon polisi. Beberapa menit kemudian polisi datang, dan Rachel menjelaskan situasinya kepada mereka.
“Apa benar yang dia katakan?” Salah satu petugas polisi bertanya kepada Fin.
“Sedikit, tapi seperti yang aku katakan, aku tidak mengikutinya, kami hanya sedang berjalan ke arah yang sama.” Jawab Fin.
“Oke. . . Gimana kalau kamu ikut kami kekantor dulu, supaya kita bisa menyelesaikan masalah ini” Ujar pak polisi tersebut.
“Kalau begitu tolong urus ini ya pak, aku mau pulang dulu” Ucap Rachel yang kemudian mulai berjalan pergi,
Fin mencoba mengikuti namun dihalangi oleh kedua petugas polisi tersebut. Setelah mereka melihat reaksi Fin saat Rachel pergi, para petugas polisi itu merasa cerita Rachel semakin bisa dipercaya sekarang.
“Maaf, dia boleh pergi tapi kamu harus ikut kami ke kantor polisi.”
“Baiklah kalau begitu, tapi sebelum aku mengikuti kalian, bisakah aku menelepon dulu?” Polisi itu mengangguk setuju.
Fin segera menelepon ayahnya.
“Kamu kenapa lagi, Fin?” Tanya ayahnya lewat telepon, Fin kemudian menjelaskan situasinya secara singkat.
“Jadi, apa aku diberi izin untuk menghilangkan halangannya?”
“Tidak!”
“Atau, apakah aku harus memakai masker supaya bisa menghilangkan halangannya?”
“TIIDAAAK!”
“Lalu apa yang harus aku lakukan ayah! Targetnya semakin menjauh dariku. Dan sebentar lagi dia akan berada di luar jangkauan penglihatanku.”
“Tenanglah Fin! Pertama-tama kamu harus pergilah ke kantor polisi dan ayah akan menjemputmu. Kita akan membicarakan tentang misi ini setelah kita kembali ke rumah, oke.”
Fin enggan melakukan apa yang dikatakan ayahnya, tapi dia tidak punya pilihan selain melakukannya.
“Baiklah. “