Bab 6 Beraksi Dikantor Polisi
Di kantor polisi di dalam ruang interogasi terdapat dua orang polisi yang sedang menginterogasi Fin.
“Kenapa kamu tidak mengakui saja kalau kamu menguntit gadis malang itu?” Ucap salah satu polisi memaksa Fin untuk mengakui kesalahannya.
Dengan wajah dan suara dingin, Fin menjawab. “Aku sudah bilang sebelumnya, aku tidak menguntitnya, kami hanya kebetulan sedang berjalan ke arah yang sama.”
“Aku tau, kamu sedang berada di puncak masa mudamu, dan jatuh cinta adalah sesuatu yang akan kamu alami saat ini, tapi tetap saja menguntit itu tidak baik.” Ujar Petugas polisi lain menanggapi.
Fin hanya bisa menghela nafas dan terus mengatakan pada petugas itu bahwa dia tidak menguntit Rachel.
“Seperti yang aku katakan tadi, aku tidak menguntitnya, dan apa yang kalian bicarakan tentang jatuh cinta? Aku bahkan baru saja bertemu dengan gadis itu hari ini”
Polisi galak itu membanting meja dan berteriak.
“Kau jangan membuang-buang waktu kami! Kenapa kau tidak mengakui saja kalau kamu menguntitnya!”
Polisi yang baik mencoba menenangkan rekannya.
“Tenang lah.... Kenapa kamu tidak mengakui kesalahanmu dan kami akan menulis ini sebagai pelanggaran pertamamu. Dengan begitu semua orang bisa pulang” Ujar si polisi baik.
“Aku sudah mengatakannya berkali-kali, aku tidak menguntitnya, kami hanya berjalan di jalan yang sama. Dan, apakah kalian akan menangkapku jika aku hanya berjalan di trotoar umum yang kebetulan ada seorang gadis di sana? Itu tidak masuk akal dan juga itu berarti kalian harus menangkap banyak orang yang berjalan di sepanjang trotoar yang sedang beriringan dengan gadis” Ucap Fin menjawab dengan nada dingin dan wajah tanpa ekspresi.
Polisi yang galak itu marah saat mendengar pernyataan yang seolah-olah mengejek mereka. “Apa yang kau katakan tadi, bajingan!” Polisi yang baik hendak menghentikan rekannya namun ia tidak bisa, polisi jahat itu kemudian mencengkeram kerah baju Fin.
“Jangan salahkan aku untuk ini, kau lah yang menyerang duluan.” Ucap Fin yang kemudian meraih tangan polisi tersebut kemudian ia memutar tangannya hingga si polisi galak itu berlutut.
Setelah polisi galak itu berlutut, dia menyerang dahi polisi itu menggunakan lututnya hingga dia pingsan. Polisi baik yang melihat rekannya pingsan, langsung mengeluarkan tongkat setrumnya dan hendak menyerang Fin. Sayangnya dia terlalu lambat, Fin langsung memegang tangannya yang memegang tongkat setrum dan mendorong tongkat setrumnya ke arah leher polisi baik itu hingga membuatnya tidak sadarkan diri juga.
Setelah melumpuhkan kedua polisi itu, Fin mengambil pistol CZ 75B di dalam tasnya dan mengisinya dengan peluru karet, sementara dia melakukan itu, dia mulai menghitung mundur.
“7,6,5,4” Sembari menghitung mundur, Fin memposisikan dirinya di depan satu-satunya pintu ruang interogasi, dan mengarahkan pistolnya ke pintu tersebut. “3,2,1,0”
Begitu Fin menghitung mundur sampai nol, sekelompok petugas polisi yang memegang senjata setrum memasuki ruangan.
Dor! Dor! Dor! Dor!
Empat petugas polisi yang memasuki ruang interogasi itu langsung pingsan akibat terkena peluru karet yang mengenai kepala mereka.
Setelah melumpuhkan mereka semua, Fin keluar dari ruang interogasi dan perlahan-lahan mendongakkan kepalanya untuk melihat apakah area tersebut sudah aman. Begitu Fin keluar dari ruang interogasi, sirene berbunyi.
Wiu! Wiu! Wiu! Wiu!
“Kepada semua petugas di kantor polisi, seorang penjahat telah melarikan diri dari ruang interogasi 2-D. Peringatan, penjahatnya bersenjata dan berbahaya, Enam petugas sudah dilumpuhkan olehnya. Saya ulangi...” Pesan itu terus berulang-ulang.
Fin yang tak tinggal diam langsung mengambil tongkat setrum dari salah satu polisi yang tidak sadarkan diri kemudian dia pergi ke ruangan di samping ruang interogasi. Setelah memasuki ruangan itu, Fin kemudian menyalakan tongkat setrum dan menempelkannya di gagang pintu masuknya.
Setelah selesai, Fin memasuki ventilasi dan mulai merangkak. Dia kemudian mendengar beberapa petugas terkejut karena jebakannya. Ketika Fin pertama kali memasuki kantor polisi, dia mulai menghafal tata letak area tersebut, sehingga mudah baginya untuk menemukan jalan menuju pintu keluar.
Ketika Fin sampai di pintu keluar kantor polisi, puluhan petugas sudah memblokir pintu keluar. Dan juga para petugas ini memegang senjata sungguhan dan siap menggunakannya untuk melumpuhkan Fin.
Saat Fin sudah cukup dekat, mereka melepaskan tembakan, namun Fin dengan tenang bersembunyi di balik meja resepsionis. Sebelum Fin sampai di belakang meja depan, dia bisa menentukan posisi semua petugas. Setelah mengetahui semua posisi petugas Fin mulai menghitung di bawah hujan peluru.
Fin mengisi ulang pistolnya terlebih dahulu, lalu dia mengarahkan pistolnya ke dinding.
DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!, DOR!
Fin menembak ke arah dinding dan peluru karet memantul kearah seluruh petugas yang ada. Setelah mendengar semua pelurunya mengenai sasaran, Fin dengan tenang berdiri dan berjalan keluar dari pintu depan.
Ketika Fin keluar dari kantor polisi, yang pertama menyambutnya adalah wajah serius ayahnya bersama dengan seorang pria berotot yang mengenakan seragam yang sama dengan petugas polisi yang dia lumpuhkan sebelumnya.
“Sepertinya ayah sudah terlambat. . . Kamu sudah mengalahkan mereka semua.” Ucap Carlo jengkel dengan semua yang telah terjadi.
“Benar, salah satu petugas menggunakan kekerasan jadi aku membalasnya.” Jawab Fin dengan nada serius.
Carlo hanya bisa tersenyum kecut saat mendengar jawaban anaknya. “Terserahlah selama kamu tidak membunuh siapa pun... Tunggu, apa kamu membunuh seseorang?”
Fin menggelengkan kepalanya, “Aku tidak membunuh siapa pun mereka semua hanya pingsan. Ngomong-ngomong, ayah. . . . Siapa orang ini?” Fin menatap pria berotot yang sepertinya sedang menilainya.
“Ini adalah Kepala Polisi, Renold Gold. Ayah tahu kamu akan melakukan hal bodoh, makanya ayah meminta bantuannya.”
Renold mengulurkan tangan kanannya dan ingin menjabat tangan Fin. “Aku telah mendengar banyak tentang mu ’the silent flash’ aksimu sangat legendaris di kalangan tentara bayaran. Aku senang kamu datang hari ini untuk melatih bawahanku yang bodoh.”
Fin kemudian menjabat tangan Renold.
“Jadi Fin, apa yang akan kamu katakan pada Kepala Polisi.” Ucap Carlo sambil menaikkan alisnya.
Fin sedikit jengkel karena ayahnya memperlakukan dia seperti anak kecil di depan Kepala Polisi itu, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.
Fin kemudian membungkuk di depan Kepala Polisi, “Terima kasih atas bantuannya!”