Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 4 Basket Ball

Hari pertandingan tiba. Lapangan utama SMA Cipta Nusantara telah dipenuhi oleh siswa-siswi baru dan beberapa siswa senior yang antusias menunggu pertandingan seru tersebut. Panggung sudah disiapkan, dan suasana semakin meriah dengan sorak sorai penonton.

Arnold, Joseph, dan Farez berdiri di satu sisi lapangan, mempersiapkan diri. Di sisi lain, Abdiel, Brian, dan Christian tampak tampil percaya diri dan siap untuk bertanding.

Ketua panitia orientasi, seorang guru olahraga bernama Pak Anton, berdiri di tengah lapangan dengan mikrofon di tangan.

“Selamat siang semuanya! Hari ini kita akan menyaksikan pertandingan three on three basketball antara dua tim yang luar biasa. Di satu sisi, kita punya Arnold, Joseph, dan Farez! Dan di sisi lain, Abdiel, Brian, dan Christian! Mari kita sambut mereka dengan tepuk tangan yang meriah!”

Sorak sorai penonton semakin keras saat kedua tim masuk ke lapangan dan bersiap untuk memulai pertandingan. Pak Anton menjelaskan aturan singkat, kemudian melempar bola ke udara sebagai tanda dimulainya permainan.

Pertandingan berjalan sengit sejak awal. Arnold berhasil mencetak poin pertama dengan lay up yang cepat, namun Abdiel segera membalas dengan tembakan tiga angka yang sempurna. Joseph dan Farez bekerja sama dengan baik, melakukan passing dan dribbling yang lincah, namun Brian dan Christian juga menunjukkan kemampuan mereka yang tak kalah hebat.

Di tengah pertandingan, Joseph berbisik kepada Arnold, “Kita harus perketat pertahanan. Abdiel terlalu sering dapat kesempatan untuk menembak.”

Arnold mengangguk.

“Benar. Farez, jaga Abdiel lebih ketat.”

Farez mengangguk dan mulai meningkatkan intensitas penjagaannya terhadap Abdiel. Pertandingan semakin panas, dengan kedua tim saling kejar poin. Para penonton bersorak sorai, memberikan semangat kepada kedua tim.

Pada satu momen krusial, Joseph berhasil mencuri bola dari Brian dan langsung melakukan fast break. Dengan kecepatan yang luar biasa, dia melompat tinggi dan melakukan slam dunk yang spektakuler, membuat penonton bersorak kegirangan.

Abdiel tidak mau kalah. Dia segera membawa bola kembali dan berhasil menembus pertahanan lawan, mencetak poin dengan lay up yang tak kalah impresif. Skor semakin ketat, dan waktu pertandingan semakin menipis.

Di detik-detik terakhir, skor imbang. Semua mata tertuju pada lapangan, tegang menanti siapa yang akan mencetak poin penentu. Joseph berhasil mengambil bola dan memberikan passing kepada Farez yang berada di posisi yang baik. Dengan satu gerakan cepat, Farez melempar bola ke arah ring. Bola meluncur dengan sempurna dan masuk ke dalam ring tepat sebelum waktu habis.

Penonton bersorak sorai dengan suara yang menggelegar. Arnold, Joseph, dan Farez saling berpelukan, merayakan kemenangan mereka. Abdiel, Brian, dan Christian tampak kecewa, namun mereka berjalan mendekati tim lawan dan menjabat tangan mereka dengan sportif.

“Pertandingan yang hebat,” ujar Abdiel dengan nada tulus.

“Kalian memang hebat.”

Arnold tersenyum.

“Kalian juga. Terima kasih sudah menerima tantangan kami.”

Joseph menambahkan, “Semoga kita bisa bertanding lagi di lain waktu. Dengan sikap sportif seperti ini, semua bisa lebih seru.”

Dengan penuh semangat, semua siswa-siswi baru memberikan tepuk tangan untuk kedua tim yang telah memberikan pertandingan yang luar biasa. Masa orientasi kali ini menjadi momen yang tak terlupakan, bukan hanya karena pertandingan seru tersebut, tetapi juga karena semangat sportifitas dan persahabatan yang ditunjukkan oleh kedua tim. Arnold, Joseph, dan Farez membuktikan bahwa sikap yang baik dan kerja keras akan selalu membuahkan hasil yang manis, sementara Abdiel, Brian, dan Christian belajar untuk lebih menghargai lawan mereka dan bermain dengan hati.

Sorak-sorai dan tepuk tangan masih menggema di lapangan utama SMA Cipta Nusantara setelah kemenangan Joseph, Arnold, dan Farez dalam pertandingan three on three basketball yang sengit. Suasana semakin meriah dengan para siswa-siswi yang berdesakan di pinggir lapangan, mencoba mendekati trio populer itu. Wajah mereka bersinar dengan kekaguman, berharap bisa mendapatkan tanda tangan atau foto bersama.

Di tengah kerumunan, Kezia, Lena, dan Thalita, terlihat paling antusias. Mereka terus memuji ketiganya dengan suara riang dan wajah yang penuh kagum.

“Kalian luar biasa! Aku nggak nyangka kalian bisa menang dengan skor yang ketat seperti itu!” seru Kezia dengan penuh semangat.

Lena mengangguk setuju.

“Iya, kalian benar-benar hebat. Slam dunk Joseph tadi benar-benar bikin jantungku berdebar!”

Thalita, dengan senyum lebar, menambahkan,

“Aku sampai lupa napas waktu Farez mencetak poin penentu itu. Kalian adalah pahlawan sekolah ini!”

Arnold, Joseph, dan Farez hanya bisa tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada semua yang mendukung mereka. Meskipun mereka ketiganya lelah setelah pertandingan yang intens, mereka tetap melayani permintaan foto dan tanda tangan dengan ramah.

Di sisi lain, tidak jauh dari kerumunan tersebut, ada tiga gadis yang terlihat lebih santai. Zera, Jasmine, dan Mary duduk di bangku pinggir lapangan, menikmati camilan pisang coklat yang baru saja mereka beli dari kafetaria sekolah. Mereka menonton kerumunan yang mengerumuni trio populer itu dengan ekspresi yang lebih tenang dan biasa saja.

“Sungguh, aku nggak mengerti kenapa mereka semua begitu heboh dengan kemenangan pria-pria itu,” ucap Zera sambil menggigit pisang coklatnya.

“Itu cuma pertandingan basket.”

Jasmine mengangguk setuju. “Iya, mereka memang hebat, tapi rasanya berlebihan kalau sampai desak-desakan begini. Lagipula, kita sudah sering lihat orang menang dalam berbagai pertandingan.”

Mary menambahkan dengan santai,

“Benar. Mereka memang populer dan punya banyak fans. Tapi kita juga punya hal lain yang bisa kita nikmati, seperti pisang coklat ini. Enak banget, lho.”

Zera tertawa kecil.

“Setuju! Lagipula, mengerumuni orang cuma bikin capek. Aku lebih pilih duduk di sini dan menikmati camilan kita.”

Sementara itu, di tengah kerumunan, Joseph merasa sedikit kewalahan dengan banyaknya siswa yang meminta tanda tangan. Dia menoleh ke Arnold dan Farez yang juga terlihat mulai kelelahan.

“Hei, kita butuh istirahat sebentar. Gimana kalau kita minta izin sama Pak Anton untuk rehat sejenak?”

Arnold mengangguk.

“Ide bagus. Aku juga mulai capek.”

Farez mengacungkan jempol. “Ayo, kita bicara sama Pak Anton.”

Mereka bertiga berjalan ke arah Pak Anton yang sedang mengawasi kerumunan siswa. Pak Anton tersenyum melihat mereka mendekat.

“Kalian hebat sekali, anak-anak. Penampilan yang luar biasa!”

“Terima kasih, Pak,” jawab Arnold.

“Tapi kami butuh istirahat sebentar. Boleh kami rehat dulu?”

Pak Anton mengangguk pengertian. “Tentu saja, kalian sudah bekerja keras. Silakan istirahat. Saya akan memberitahu siswa-siswa lain untuk memberi kalian ruang.”

Dengan bantuan Pak Anton, kerumunan mulai teratur, memberi ruang bagi Joseph, Arnold, dan Farez untuk duduk dan beristirahat di bangku pinggir lapangan. Mereka duduk tidak jauh dari Zera, Jasmine, dan Mary yang masih asyik menikmati camilan mereka.

Kezia, Lena, dan Thalita, meski kecewa karena trio populer itu harus beristirahat, tetap menunggu di dekat bangku, berharap bisa berbicara lebih banyak dengan mereka.

“Kalian butuh minum atau sesuatu?” tanya Kezia dengan perhatian.

Joseph tersenyum lelah.

“Air putih aja, Kezia. Terima kasih ya.”

Kezia segera berlari ke kafetaria untuk mengambil air, sementara Lena dan Thalita tetap di tempat, berbicara dengan Arnold dan Farez tentang pertandingan tadi.

Sambil menunggu, Arnold menoleh ke arah Zera, Jasmine, dan Mary yang tampak santai.

“Hei, kalian nggak mau ikutan minta tanda tangan atau foto juga?”

Jasmine tersenyum dan menggeleng.

“Nggak, terima kasih. Kami lebih suka nonton dari sini sambil makan pisang coklat.”

Zera menambahkan,

“Kalian memang hebat, tapi kami nggak mau desak-desakan seperti mereka.”

Mary mengangkat pisang coklatnya.

“Lagipula, pisang coklat ini terlalu enak untuk dilewatkan.”

Arnold tertawa kecil.

“Ha-ha-ha. Kalian bisa saja!”

Sementara Joseph dan Farez sangat kaget dengan perkataan tiga gadis itu. Mereka berdua saling tatap-tatapan. Tidak pernah dalam sejarahnya ada siswa perempuan yang menolak mereka.

“Siapa ketiga gadis itu?” tanya Farez dalam hati.

“Sombong sekali mereka!” ketus Joseph.

Sementara Arnold seakan tak percaya jika interaksinya dengan para gadis itu, malah disambut dingin oleh mereka.

Tak lama kemudian, Kezia kembali dengan beberapa botol air.

“Ini, air putih buat kalian. Kalian harus tetap terhidrasi!”

Joseph mengambil botol air dan meminumnya dengan cepat.

“Makasih banyak, Kezia. Kamu selalu perhatian.”

Kezia tersipu malu.

“Apa-apaan sih, Joseph. Aku cuma mau kalian tetap sehat.”

Saat suasana mulai mereda, Pak Anton kembali ke tengah lapangan dengan mikrofon. “Baiklah, anak-anak. Waktu istirahat sudah cukup. Sekarang mari kita lanjutkan acara orientasi dengan beberapa kegiatan lainnya. Kita berikan kesempatan kepada Joseph, Arnold, dan Farez untuk istirahat lebih lanjut.”

Kerumunan siswa-siswi perlahan bubar, mengikuti arahan Pak Anton untuk melanjutkan kegiatan orientasi lainnya. Beberapa masih sempat meminta foto dan tanda tangan terakhir sebelum benar-benar meninggalkan trio populer itu.

Arnold, Joseph, dan Farez menghela napas lega. “Akhirnya bisa istirahat beneran,” tukas Farez sambil merenggangkan tubuhnya.

Joseph menambahkan,

“Iya, meski capek, tapi rasanya lega bisa bikin mereka semua senang.”

Arnold mengangguk.

“Betul. Ini semua karena kerja keras kita.”

Kezia, Lena, dan Thalita masih setia menemani para pria populer itu. Sementara Zera, Jasmine, dan Mary lebih menikmati momen mereka sendiri tanpa terpengaruh euforia di sekitarnya.

Hari itu, SMA Cipta Nusantara tidak hanya menyaksikan kemenangan trio populer dalam pertandingan basket, akan tetapi juga melihat berbagai cara siswa-siswinya mengekspresikan kekaguman dan kesenangan mereka. Di tengah segala kesibukan dan keriuhan, setiap siswa memiliki cara mereka sendiri untuk menikmati masa orientasi dan menghargai momen-momen berharga tersebut.

Bagi Joseph, Arnold, dan Farez, hari itu menjadi bukti bahwa kerja keras dan sportifitas mereka tidak hanya membawa kemenangan, tetapi juga semakin memperkuat ikatan mereka dengan teman-teman di sekolah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel