Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

BAB. 3 Siswa Populer

Masa orientasi di SMA Cipta Nusantara selalu menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Bagi siswa-siswi baru, ini adalah kesempatan untuk mengenal lingkungan sekolah, teman-teman baru, dan tentunya, para senior. Kegiatan ini dikelola oleh panitia yang terdiri dari siswa-siswi kelas tiga yang dipilih berdasarkan kriteria kepemimpinan dan tanggung jawab. Tahun ini, panitia masa orientasi dipegang oleh Abdiel, Brian, dan Christian, tiga siswa yang dikenal tegas dan disiplin.

Juga oleh tiga siswa perempuan yaitu Kezia, Lena dan Thalita.

Namun, di tengah semarak masa orientasi ini, ada satu hal yang membuat panitia merasa kesal. Setiap kali trio populer datang, diantara Joseph, Farez, dan Arnold muncul di area sekolah, seluruh siswa-siswi baru langsung mengerubungi mereka, meninggalkan kegiatan yang seharusnya mereka ikuti.

Situasi ini membuat Abdiel, Brian, dan Christian merasa jengkel, karena mereka merasa perhatian para siswa baru teralihkan dari kegiatan yang sudah direncanakan dengan matang.

Siang itu, di tengah lapangan sekolah yang luas, para siswa-siswi baru sedang berkumpul untuk mengikuti permainan yang telah diatur oleh panitia. Namun, perhatian mereka segera terpecah ketika Joseph, Farez, dan Arnold muncul dari arah kafetaria, tampak santai sambil bercanda satu sama lain. Sontak, para siswa baru berlarian ke arah trio populer tersebut, meninggalkan permainan yang sedang berlangsung.

"Astaga, lihat mereka! Lagi-lagi anak-anak ini langsung menghampiri Joseph, Farez, dan Arnold," gumam Abdiel dengan nada kesal sambil melipat tangannya di dada.

Brian, yang berdiri di sebelahnya, menggelengkan kepala.

"Aku tidak mengerti kenapa mereka begitu tergila-gila dengan tiga orang itu. Padahal kita sudah susah payah menyiapkan semua ini."

Christian menambahkan dengan nada sinis,

"Mereka pikir mereka siapa? Cuma karena ketiganya sering menang lomba dan populer, mereka bisa seenaknya."

Di tengah kerumunan siswa-siswi baru yang mengelilingi mereka, Joseph, Farez, dan Arnold tampak sedikit kebingungan, namun para pria itu tetap berusaha ramah. Joseph menebar senyum sambil berbicara dengan beberapa siswa, Farez memberikan tanda tangan, dan Arnold bercanda dengan beberapa orang.

"Kayaknya kita bikin rusuh lagi nih," bisik Farez kepada Arnold, yang mengangguk sambil tersenyum.

Joseph, yang mendengar percakapan itu, menambahkan, "Mungkin kita harus lebih cepat minggir sebelum panitia makin marah."

Mereka bertiga berusaha mengarahkan siswa-siswi baru untuk kembali ke kegiatan orientasi, namun dengan cara yang santun dan penuh humor, membuat suasana tidak terlalu kaku.

"Guys, ayo kalian ikuti kegiatan orientasi lagi. Panitia udah kerja keras buat acara ini," ujar Joseph sambil menggiring para siswa kembali ke lapangan.

Sementara itu, di sisi lain lapangan, Abdiel memandang dengan wajah masam.

"Lihat ketiga orang itu, seolah-olah mereka yang jadi panitia di sini."

Brian mengangguk setuju.

"Ya, dan lihat saja, semua siswa baru langsung patuh sama mereka."

Christian mencibir,

"Kalau saja mereka tidak terlalu populer, pasti kita bisa lebih mudah mengatur semuanya."

Abdiel, yang sudah cukup kesal, berjalan mendekati trio populer tersebut.

"Joseph, Farez, Arnold, kalian bisa tidak, nggak bikin keributan di sini? Kami lagi sibuk mengurus orientasi."

Joseph, dengan senyum menenangkan, menjawab, "Maaf, Abdiel. Kami nggak bermaksud bikin ribut. Kami cuma lewat dan tiba-tiba dikerubungi."

Farez menambahkan,

"Iya, kami cuma mau makan siang. Kami akan segera pergi kalau memang mengganggu."

Arnold, dengan nada lebih serius, berkata,

"Kami juga ikut mendukung kegiatan orientasi ini. Kalau ada yang bisa kami bantu, bilang aja."

Abdiel menghela napas, mencoba menahan emosinya. "Bantu dengan tidak menarik perhatian semua orang mungkin akan lebih baik!"

Joseph mengangguk.

"Oke, kami akan lebih hati-hati. Maaf atas ketidaknyamanannya."

Setelah itu, trio populer tersebut berjalan menjauh, meninggalkan lapangan dan kembali ke area sekolah yang lebih sepi. Para siswa baru perlahan kembali ke aktivitas orientasi mereka, meskipun ada yang masih berbisik-bisik tentang pertemuan singkat dengan idola mereka.

Di sisi lain, Brian dan Christian mendekati Abdiel yang masih tampak kesal.

"Sudah, Biarkan saja mereka. Yang penting kita tetap fokus ke kegiatan kita," ujar Brian, mencoba menenangkan.

Christian setuju.

"Benar. Kita tidak bisa mengontrol reaksi siswa baru terhadap mereka. Kita lakukan yang terbaik saja."

Abdiel mengangguk, meskipun masih ada sisa kekesalan di wajahnya.

"Okay, kita lanjutkan. Pastikan semua kegiatan berjalan lancar."

Mereka bertiga kembali fokus ke kegiatan orientasi, mencoba mengembalikan perhatian para siswa baru dengan berbagai permainan dan sesi informasi yang menarik. Meskipun perhatian siswa masih terpecah, perlahan mereka kembali terlibat dalam kegiatan orientasi tersebut.

Beberapa jam kemudian, masa orientasi hari itu berakhir. Para siswa baru diarahkan untuk kembali ke kelas masing-masing untuk sesi penutupan. Abdiel, Brian, dan Christian berdiri di depan aula, memberikan arahan terakhir dengan penuh semangat meskipun ada kelelahan yang terlihat di wajah mereka.

"Terima kasih untuk hari ini, semuanya. Besok kita akan melanjutkan kegiatan yang lebih seru lagi. Jangan lupa untuk istirahat dan siapkan diri kalian," ujar Abdiel dengan suara lantang.

Para siswa baru bertepuk tangan, meskipun ada yang masih berbicara tentang Joseph, Farez, dan Arnold. Setelah semuanya bubar, panitia mengumpulkan barang-barang mereka dan bersiap untuk pulang.

Brian menepuk bahu Abdiel. "Kerja bagus hari ini. Meskipun ada gangguan, kita berhasil mengatasinya."

Christian menambahkan,

"Ya, kita harus akui, trio itu memang punya daya tarik sendiri. Kita hanya perlu lebih kreatif dalam mengatur kegiatan agar semua tetap fokus."

Abdiel tersenyum tipis.

"Kalian benar. Kita akan lebih siap besok. Terima kasih sudah bekerja keras hari ini."

Mereka bertiga kemudian berjalan keluar dari aula, meninggalkan sekolah yang perlahan-lahan sepi. Meskipun ada rasa tidak suka terhadap popularitas Joseph, Farez, dan Arnold, mereka tetap bertekad untuk menjalankan tugas mereka sebagai panitia dengan baik, memastikan bahwa masa orientasi berjalan lancar dan berkesan bagi para siswa baru.

Hari berikutnya, masih dalam rangka masa orientasi sekolah,

Suasana di SMA Cipta Nusantara tengah semarak dengan masa orientasi sekolah untuk siswa-siswi baru. Sekolah elit ini selalu menyajikan kegiatan yang meriah untuk menyambut murid baru, namun kali ini ada sesuatu yang berbeda. Ketegangan terlihat jelas di antara dua kelompok yang terkenal di sekolah tersebut.

Arnold, Joseph, dan Farez adalah trio populer yang dikenal di seluruh sekolah. Mereka berprestasi di bidang akademik maupun olahraga, serta memiliki pengaruh besar di kalangan siswa.

Di sisi lain, ada Abdiel, Brian, dan Christian, kelompok yang baru saja menonjol dengan sikap yang dianggap sombong dan suka meremehkan orang lain.

Suatu hari, di kafetaria sekolah, Arnold, Joseph, dan Farez sedang duduk sambil menikmati makan siang mereka.

“Gimana menurut kalian tentang sikap Abdiel dan kawan-kawannya akhir-akhir ini?” tanya Arnold sambil mengunyah sepotong roti.

Joseph mengangguk setuju. “Iya, mereka sering banget pamer dan meremehkan orang lain. Baru-baru ini mereka bahkan bilang kita bukan apa-apa. Tidak mencerminkan panitia masa orientasi sekolah yang berbobot!”

Farez mengepalkan tinjunya. “Aku nggak terima. Kita harus kasih mereka pelajaran.”

Arnold mengangguk tegas. “Setuju. Aku punya ide. Bagaimana kalau kita tantang mereka untuk pertandingan three on three basketball? Kebetulan ada acara orientasi, jadi kita bisa manfaatkan untuk meramaikan suasana.”

Joseph tersenyum lebar. “Bagus banget idenya! Kita tunjukkan siapa yang sebenarnya jago di sini,” seru sang master lapangan basket.

Farez berdiri dengan semangat.

“Ayo kita temui mereka sekarang juga!”

Mereka bertiga bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju lapangan basket di belakang sekolah, di mana Abdiel, Brian, dan Christian sering berkumpul. Saat mereka sampai, terlihat Abdiel sedang melempar bola basket, sementara Brian dan Christian duduk di pinggir lapangan.

Arnold berjalan mendekat dengan penuh percaya diri. “Hei, Abdiel!”

Abdiel menoleh dengan sedikit kaget.

“Ada apa?”

“Kami dengar kalian suka meremehkan kami,” ucap Arnold tegas.

“Jadi kami ingin menantang kalian untuk pertandingan three on three basketball. Pas banget kan, ada acara orientasi. Kita bisa main besok sore di depan semua siswa baru.”

Abdiel tersenyum sinis.

“Oh, begitu. Kalian pikir bisa menang lawan kami? Jangan karena Lo ketua OSIS jadi sok belagu begitu!” sindirnya kepada Arnold.

Brian berdiri dan menyeringai. “Menarik. Kami terima tantangan kalian.”

Christian hanya tersenyum penuh arti.

“Besok sore di lapangan utama. Kalian siap-siap aja untuk kalah.”

Arnold, Joseph, dan Farez saling memandang dengan penuh tekad.

“Sampai ketemu besok,” ujar Arnold sebelum mereka bertiga pergi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel