PART 08
Perasaan Yasmin bertambah resah. Peluh dingin langsung membasahi segenap pori-pori tubuhnya. Dia hanya duduk membisu, namun matanya menatap wajah pamannya tanpa rasa apa pun.
“Siapah laki-laki itu, pap? Mama kok sangat penasaran sekali...!”
“Dia adalah...Pak Norman Angkasa...!”
Sontak wajah Yasmin terangkat. Ia hendak mengatakan sesuatu, tetapi Sitaresmi Paramita sudah mendahuluinya dengan berkata, “Haah? Dengan pengusaha kaya dan ganteng itu...? Ya Tuhan, Yasmin, kausangat beruntung sayang. Dia tampan kaucantik, kalian bisa menjadi pasangan yang sangat serasi!”
Sitaresmi Paramita kembali memeluk tubuh Yasmin dengan sangat erat. “Selamat, sayang, kau akan bahagia bersama dia.”
Secara spontan Yasmin melepaskan diri dari pelukan Sitaresmi Paramita, lalu menatap tajam kepada pamannya: “Saya mau dinikahkan dengan laki-laki itu? Tidak, paman! Saya tidak mau!”
“Diam!” bentak Farid Rukmana. “Kauharus mulai memuliakan beliau, karena beliau sudah melamarmu pada paman dan akan segera menjadi suamimu. Dia seorang duda muda tanpa anak, dan dia seorang pengusaha muda yang sukses, di samping tampan, lantas apa yang membuatnya menolak dia?!”
“Bukan masalah itu paman! Tapi memang saya tidak mau menikah dengan dia! Saya masih ingin menyelsaikan kan kuliah dulu!”
Farid Rukmana mentap Yasmin dengan tajam. “Dengarkan baik-baik kata paman! Dia sudah menduda selama tiga tahun. Istrinya meninggal bersama janin bertama mereka. Dia duda tanpa anak. Dia tidak memiliki pewaris untuk melanjutkan perusahaannya kelak. Dia berharap, kamu bisa memberinya pelanjut itu. Secara usia dia sudah sangat matang secara umur, mental, dan pengalaman. Tentu dia jauh lebih baik daripada kaumencari pria seusiamu yang belum tentu mampu menjamin masa depanmu. Paman jamin, dia pun dapat menjaga dan membimbingmu menjadi seorang istri yang baik.”
“Dia memiliki kriteria terbaik menurut paman, tetapi tidak menurut saya, paman! Lagi pula saya sama sekali belum mengenalnya. Lantas bagaimana saya bisa mencintai dia? Jadi maaf, paman, saya menolak keinginan paman itu!”
“Apa? Kaumenolak permintaan paman?! Kurang ajar!” geram Farid Rukmana, dan tau-tau satu tamparan keras mendarat tepat di pipi Yasmin yang mulus.
Yasmin demikian kaget dan seolah tak percaya. Selama ini laki-laki itu dan istri sudah terbiasa menghina dan merendahkannya secara verbal, tapi kini sudah mulai menzoliminya dengan perbuatannya. Ia pun tak mampu menahan tangisnya.
“Kauberani menentang keinginan paman?! Heh, anak yang tak tahu diri! Paman ini bukan hendak menjerumuskanmu, tetapi hanya ingin hidup dan masa depanmu terjamin! Ada seribu gadis yang jauh lebih baik dari kau dalam segala hal, tetapi dia sudah terlanjur jatuh cinta pada kau!”
Yasmin tak menanggapi, melainkan langsung bangkit dan langsung melangkah cepat menuju kamarnya.
“Yasmin, Paman belum selesai bicara!”
Yasmin tak peduli. Raga dan batinnya sangat sakit dan kecewa. Di kamarnya ia langsung menghemparkan dirinya di atas kasur, menelungkup, dan menumpahkan air matanya sejadi-jadinya.
“Yasmin...? Bukan pintunya, nak, tante ingin bicara...!”
Mendengar suara lembut Sitaresmi Paramita di balik pintu, bukannya menjadikan perasaan Yasmin menjadoi tenang dan damai, justru makin merasa sakit dan menumpahkan air matanya.
Farid Rukmana menghela nafas panjang dan menggeleng-geleng. “Yasmin, Yasmin...!” gumamnya, “Mengapa kautiba-tiba menolak lamarannya Norman secara keras seperti itu? Padahal...Norman itu pemuda yang tampan dan juga kaya. Memang sih, dia seorang duda, tetapi kan usianya masih sangat muda. Apanya yang kurang? Ah, kau benar-benar aneh, Yasmin!”
Sitaresmi Paramita menatap pintu kamar Yasmin dengan tatapan geram penuh amarah. “Jangan panggil aku Sitaresmi Paramita jika tak bisa membuatmu takluk kepada Norman, wahai anak haram! Jika kaubersikeras untuk menolak, aku pastikan hidupmu akan kelar!” ucapnya dalam hati menahan geram.
Tetapi batinnya yang lain seolah-olah membisikinya: “Sitaresmi paramita, kamu harus sabar. Jika kamu melakukan dengan cara kasar dan keras, maka kamu akan mengalami kerugian sendiri. Gadis itu bisa saja melakukan hal yang nekat.”
“Iya, aku tahu...!” desahnya.
“Ada apa, mam? Mama berbicara dengan siapa?”
Tiba-tiba suaminya, Farid Rukmana, telah berdiri di belakangnya. “Ah, nggak ada apa-apa, pap. Mama hanya bilang, mama tahu kalau Yasmin kaget dengan perjodohan yang tiba-tiba itu.”
Farid Rukmana hanya menanggapi dengan bergumam “Hm..!” lalu melangkah meninggalkan tempat itu, menuju kamarnya.
Pada malam harinya, Farid Rumana dan Sitaresmi Paramita kembali memanggil Yasmin. Tetapi kali ini bukan di ruang tamu, tapi di halaman belakang. Suami istrinya terlihat menampakkan sikap yang lebih lunak dari sikap yangh biasanya: keras, pongah, dan egois.
“Paman minta maaf, karena spontan telah berlaku kasar kepadamu,” ucap Farid Rukmana dengan suara datar dan berat.
Yasmin tidak menanggapi. Ia hanya duduk menunduk sambil memainkan kuku-kuku tangannya. Matanya demikian sembap. Dan saat itu pun bulir-bulir bening kembali menetes keluar dari kedua sudut matanya dan menimpa kedua pahanya yang tertutup celana jean’s pendeknya.
“Paman benar-benar hanya menginginkan kaumemiliki suami yang bisa melindungimu dan agar kaumemiliki hidupmu sendiri. Sama sekali tak ada tendensi lain, apalagi sebuah niat jahat. Jika paman punya niat jahat dan menginginkan kamu celaka, tentu sangat muda bagi paman untuk melenyapkanmu. Terbukalah pikiranmu, Yasmin. Aku ini pamanmu, bukan orang asing,” lanjut Farid Rukmana lagi dengan suara pelan seolah-olah sedang menggerutu.
“Ma-maafkan Yasmin, paman, jika kali ini Yasmin harus menolak keinginan paman,” ucap Yasmin pelan. “Biarlah jodoh Yasmin datang secara wajar dan bukan dijodohkan seperti ini. Yasmin mohon, paman, agar paman memikirkan ulang tentang keputusan paman itu. Jika kelak Tuhan memberikan jodoh kepada Yasmin, biarlah kami mengikat tali suci perkawinan kami atas dasar cinta, saling suka menyukai. Lagi pula, Yasmin ingin menyelesaikan kuliah saya dulu.” Tetapi dalam hati ia berkata, “Andaikata paman tahu yang sebenarnya mengapa aku menolak keinginan paman ini, tentu paman akan kaget, marah, lalu menyesali tindakan paman itu. Tapi aku tak akan memberitahukannya kepada paman, setidaknya untuk saat ini. Mungkin, biarlah paman yang mengetahuinya sendiri, siapakah sesungguhnya laki-laki yang bernama Norman Angkasa itu.”
“Perguruan tinggi kan tidak seperti SMP atau pun SMA, Yasmin. Setelah menikah dan punya anak pun kautetap bisa melanjutkan kuliahmu!”
“Tapi sungguh, paman, saya tidak mau. Saya bukan boneka yang bisa saja dipasang-pasangkan sebebasnya! Saya hanya menikah dengan laki-laki yang saya cinta!”
“Cinta, cinta, cinta! Tau apa kamu tentang cinta!” tiba-tiba sifat asli Farid Rukman muncul kembali. “Anganmu terlalu liar, Yasmin! Paman sudah sangat paham dengan hitam-putih kehidupan ini! Jadi, kamu tidak boleh menentang apa yang sudah paman putuskan. Jika kausudah menikah dan berumah tangga, terserah apa pun yang ingin kaulakukan, silakan! Tetapi, selagi kaumasih tinggal di rumahku dan masih menganggap aku sebagai pamanmu, maka patuhi paman! Paman tidak mau berutang janji dengan mendiang mamamu dengan membiarkanmu untuk memilih jodohmu secara liar! Kautidak boleh menolak permintaan paman! Jika kautolak, maka paman akan benar-benar murka kepadamu! Camkan itu!”
