PART 06
Lagi-lagi Edwin melirik ke arah Yasmin. Dia berharap ada sebuah isyarat dari wajahnya sebagai reaksi atas rencana papanya itu.
“Papa dengan Pak Gerald sudah sangat setuju untuk menjodohkan kalian berdua. Papa sudah mengirimkan foto-fotomu kepada Pak Gerald untuk diperlihatkan kepada putrinya. Pak Gerald mengirim pesan WA kepada papa bahwa putrinya menyukaimu, tetapi ia sangat ingin melihatmu secara langsung dan ingin mengenalmu dengan baik. Itu sebuah awal yang sangat baik, papa kira.”
Edwin Wanandi menghela nafas panjang dan wajahnya sama sekali tak menampakkan ekspresi yang senang atau tidak dengan kabar itu. Biasa saja. Dan akhirnya ia berkata, “Bagaimana wajahnya itu cewek? Berapa usianya?”
Farid Rukmana tersenyum kepada istri dan menguatkan perkataan istrinya sebelumnya dengan berkata, “Seperti yang barusan papa bilang, Ellisa seorang gadis yang sangat cantik. Mamamu saja sudah pernah lihat tuh. Papanya saja ganteng dan mamanya pun cantik, tentu ya putrinya pun cantik. Soal umurnya, papa tak tahu persis. Tak berbeda jauh denganmu, Win. Tapi begini, kauharus bertemu dulu dengan dia untuk memastikan semuanya tentang calonmu itu.”
Edwin hanya menanggapi perkataan papanya dengan tersenyum pendek. Namun kemudian pikirannya semata terhadap gadis yang duduk di sampingnya. Ada perasaan empati yang muncul dalam hatinya terhadap adik sepupunya yang malang itu. Namun ia tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Jika ia menolak permintaan papanya, maka papanya bisa sangat marah. Sikap pongah papanya akan keluar, dan itu bisa lebih parah akibatnya. Bisa-bisa ia akan dicoret sebagai pewaris utama kerajaan bisnisnya, seperti ancaman papanya barusan.
Ia kaget ketika papanya menegurnya dengan berkata, “Kausedang memikir apa, Win? Kautidak mendengarkan papa sedang bicara apa denganmu!”
“Oh eh, iya, pap, maaf, aku hanya sedang menggambarkan dalam anganku kecantikan wajah gadis yang menama Ellisa itu,” kilah Edwin.
Farid Rukmana dan istrinya langsung tertawa mendengar penuturan anaknya itu.
“Kelak, Edwin,” lanjut Farid Rukmana lagi, “Papa melihat kau akan tampil sebagai seorang pengusaha handal! Seorang konglomerat yang sangat terkenal! Bayangkan, Win, kelak kamu akan menggabungkan dua kerajaan bisnis besar sehingga menjadi sebuah konglomerasi yang sangat besar! Papa jamin, kamu akan sangat tertarik dengan gadis itu.”
Dengan sikap ragu-ragu dan terbata-bata, Edwin pun berkata, “I-iya, pap...!”
Farid Rukmana kembali tertawa senang. Sambari menepuk punggung putranya ia berkata, “Bagus! Itu baru namanya anak kesayangan papa dan mama! Iya nggak, mam?”
“Oh iya dong, pap...!”sahut Tante Sita senang, tetapi ekor matanya melirik tak suka kepada Yasmin.
“Baiklah, papa mau ke kantor dulu. Papa ada janjian dengan seorang kolega papa.”
Perasaan Yasmin terasa lega. Beban berat dalam pikirannya terasa lepas begitu saja. Ia menghela nafas lembut sembari memejamkan kedua matanya.
Akan tetapi ia kembali dibuat kaget ketika pamannya berkata padanya: “Kauingat baik-baik pesan paman tadi...!”
“I-iya, paman...!”
“Huh...!”
Ketika paman dan istri bangkit dari sofa dan melangkah ke arah pintu rumah, Yasmin segera bangkit dan melangkah ke arah pintu kamarnya di dekat tangga yang menuju ke mlantai dua.
Saat ia hendak membuka pintu kamarnya, ekor matanya melihat bayangan Bik Hana yang sedang berdiri menatapnya di ruang makan. Tatapan yang mengisyaratkan sebuah rasa bersalah dan penyesalan.
“Neng...”
Yasmin menghembuskan napas jengahnya dan langsung memutar handel pintu dan dengan cepat ia masuk. Ia nyaris menumpahkan air matanya, tetapi ditahannya sekuat hatinya. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas pembaringan dan memejamkan kedua matanya.
“Mengapa tante dan paman begitu benci terhadapku...?” gumamnya sedih seolah-olah ditujukan kepada dirinya sendiri.
***
Ujang tidur-tiduran dalam kostnya dengan tubuh bersandar di tempat tidur dengan bantal yang ditinggikan. Hanya kedua matanya yang terpejam, tetapi benaknya melanglang ke mana-mana.
Hal utama yang menjadi pikiran Ujang adalah tentang masa depannya. Sejak ia kembali dari Jepang setelah setahun ia bekerja di Korea, ia sempat bekerja di sebuah perusahaan trading di Jakarta sebagai accounting staff sambil kuliah. Karena ada kebijakan pengurangan tenaga dari pihak perusahaan akibat penurunan volume trading dalam satu tahun terakhir, ia masuk daftar karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Selanjutnya Ujang memasukkan lamaran ke berbagai perusahaan di Jakarta maupun yang berlokasi di Bekasi. Tapi hingga saat ini, pemuda yang berusia 25 tahun ini mendapatkan panggilan dari salah satu perusahaan-perusahaan itu. Sambil menunggu panggilan itu ia mencoba sebagai driver di sebuah perusahaan ojek online. Hasilnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di Kota Bekasi, termasuk untuk membayar kost dan membayar kuliahnya yang kala itu tinggal merampungkan semester akhir. Dan walhasil, ia dapat merampungkan kuliah di program D3-nya tepat waktu.
Sebenarnya, saat ia bekerja di perusahaan trading itu, Ujang pernah menjalin hubungan yang lumayan serius dengan rekan kerjanya yang merupakan atasnya. Gadis itu merupakan staf personalia yang bernama Ana Srida. Tetapi hubungan mereka harus berakhir setelah beberapa minggu Ujang di-PHK. Dan yang mengecewakannya, bahwa yang berinisiatif untuk mengakhiri hubungan itu adalah sang gadis.
“Kenapa kau mendadak sekali kau memberiku keputusan seperti itu?” tanya Ujang kepada Ana Srida ketika gadis itu mengemukakan keinginannya untuk mengakhiri hubungan mereka. Saat itu disampaikan oleh gadis itu di sebuah kafe di daerah Senayan.
“Sama sekali tidak, Jang,” sahut Ana Srida santai. “Aku sudah memikirkan hal ini seminggu yang lalu...!”
“Tetapi alasannya apa? Jika alasannya karena aku sudah di-PHK dan sekarang jadi pengangguran, tentu aku masih bisa bekerja di perusahaan lain. Saat ini pun aku sudah mengirimkan bahan lamaran ke banyak perusahaan. Aku...”
“Bukan. Bukan itu alasannya,” potong Ana Srida. “Papaku menghendaki aku untuk menikah dengan anak dari sahabatnya. Aku sebagai seorang anak tak berani untuk menolak keinginan orang tuaku. Jadi, Jang, maafkan aku. Aku mendoakanmu, semoga kau akan mendapatkan penggantiku yang jauh lebih baik. Maafkan aku. Ohya, biarkan aku yang mentraktir malam ini.”
Saat gadis itu melenggang pergi, Ujang tak mampu berkata apa-apa. Hanya sesaat ia memandangi punggung wanita itu, lalu ia tertunduk dalam diam.
Alasan sebenarnya gadis itu adalah ya tentu saja karena statusnya sebagai pengangguran, walau gadis itu memberikan alasan lain. Apa iya di zaman muktahir ini masih ada orang tua yang mengatur-atur jodoh buat anak-anak mereka seperti yang dilakukan oleh orangnya Siti Nurbaya? Ah, sebuah alasan dengan kasus klasik yang terdengar sedikit janggal. Nyatanya, menurut bekas teman kerjanya, Ana Srida, masih lajang hingga saat ini. Bahkan gadis itu sudah menjalin hubungan lagi dengan rekan kerjanya yang merupakan HRD di perusahaan itu.
“Yah, zaman sekarang, uang jauh lebih berkuasa dalam segala hal daripada apa pun...!” batin Ujang. Maka ia pun menyadari itu sehingga ia tak harus kecewa berlebihan akibat keputusan sepihak sang mantannya itu. “Sebagai wanita yang cerdas, tentu Ana akan memilih hal yang realistis untuk masa depannya!”
Bunyi “klik” pada ponsel androidnya mengakhiri lamunannya. Ada orderan dari calon penumpangnya yang masuk.
“Alhamdulillah...!”
Ia langsung bangkit dan meraih jaket khas perusahaan yang menaunginya yang diletakkannya begitu saja di pinggir tempat tidur.
***
