Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Fakta Tentang Udin Dan Tania

Subroto menyuruh istri Udin untuk berdiri, sepertinya dia tidak ingin jika wanita itu berlutut dikakinya terlalu lama. Sedangkan Udin hanya berdiri mematung, dia masih tidak menyangka bahwa istrinya akan menyusul dia.

“Siapa namamu, Nak?” tanya Subroto tersenyum pada istri Udin yang cantik itu. Subroto seperti ABG yang baru saja melihat perawan cantik.

“Tania, Pak,” jawab Tania sembari mencium tangan Bapak mertuanya untuk yang pertama kalinya. Dulu Udin bilang orang tuanya tidak mau datang karna jauh, tapi ternyata Udin yang tidak mau mengakui keluarganya.

Subroto menyuruh Serra mengantarkan Tania ke kamar Udin. Serra segera menurut perintah Bapaknya, dia mengajak Tania untuk menyimpan bajunya di kamar Udin. Tania tampak senang bisa datang ke rumah keluarga Udin.

Tania mulai bercerita tentang pertemuannya dengan Udin dulu. Kata Tania, Udin dulu orang yang rajin ketika bekerja di perusahaan Papa Tania. Karena itu Papa Tania menjadikan Udin menantunya.

“Sayangnya, Mas Udin tidak memperkenalkan aku pada keluarganya. Dia bilang keluarganya berada diluar negeri sehingga tidak bisa hadir ke pernikahan kita,” kata Tania.

Serra tidak bisa menjawab apapun, karena selama ini dia tidak tahu tentang kehidupan Udin. Serra hanya tahu tentang Ibunya karena yang selalu dekat dengannya.

Malam ini acara tahlilan di mulai, Tania tampak paling cantik diantara wanita yang ada di acara tahlilan. Beberapa tetangga berbisik membicarakan Tania. Tahlilan berjalan hanya 25 menit saja, setelah selesai tinggal para saudara.

“Tania, bagaimana kamu bisa bertemu Udin?” tanya Ibu Mira yang sedang duduk didekat Tania. Tania tampak tersenyum dia lalu bercerita awal pertama bertemu Udin.

“Beruntung kamu Udin dapat istri cantik,” kata Bu zul pada Udin yang sedang mengobrol dengan Jaka. Udin tersenyum pada Bu Zul.

“Iya Bu,” jawab Udin singkat. Dia melanjutkan pembicaraan dengan Jaka. Entah apa yang mereka bicarakan tampaknya sangat serius.

Serra memperhatikan Bapaknya yang sedari tadi memperhatikan Tania. Pandangan mata Subroto seperti menyimpan sesuatu yang Serra tidak bisa artikan. Apa Subroto menyukai Tania? Atau malah berniat yang lain? Itu yang Serra pikirkan.

Malam ini, Tania tidur lebih awal karena dia kecapean selama perjalanan kesini. Tania menyetir seorang diri sampai ke desa Udin. Dia penasaran karena suaminya pergi tanpa izin denganmu terlebih dahulu. Udin masuk ke dalam kamar, dia melihat Tania hendak tidur.

“Mas, jangan pernah macam-macam. Ingat kamu punya istri cantik, jika kamu macam-macam istri kamu bisa diambil orang," kata Tania mendekati Udin. “Kamu juga harus mencuci baju saya, meskipun kita disini.” Tania mengelus rambut Udin.

“Bisa tidak, jika disini jangan suruh aku menjadi babu kamu.” Udin berdiri meninggalkan Tania yang tersentak dengan jawaban suaminya.

Tania merasa Udin telah berani melanggar perjanjian yang mereka buat sebelum menikah. Tania membaringkan tubuhnya karena capek dan tidak ingin berdebat dengan Udin.

Tania terbangun saat Udin masuk kedalam kamar. “Pijitin kakiku.” Tania mengulurkan kakinya kepangkuan Udin yang duduk ditepi ranjang.

Serra melihat Udin memijit kaki Tania, bagi Serra itu biasa karena mereka suami istri. Hingga akhirnya pagi tiba, subuh-subuh Udin sudah bangun dan mencuci baju. Serra kaget saat melihat Udin mencuci baju wanita.

“Baju siapa Kak?” tanya Serra ketika melihat Udin serius mencuci baju tanpa melihat kehadirannya. Udin menoleh sebentar tanpa menjawab dia melanjutkan pekerjaannya lagi. Serra segera masuk ke kamar mandi, setelah Serra keluar ternyata Udin sudah selesai mencuci.

“Mas Udin…,” teriak Tania dari dalam kamar. Udin berlari menuju kamarnya, terlihat Tania marah pada Udin. “Jangan bengong, cepat ganti seprai yang kotor ini.” Serra beranjak dari kasur yang seprainya dibilang kotor.

Udin segera mengganti seprai yang baru kemarin diganti Serra. Serra kaget melihat Udin yang tampak patuh pada Tania. Jaka berdiri di belakang Serra, dia juga melihat bagaimana Udin mengganti seprai. Udin keluar kamar lalu mencuci seprai tadi.

Jaka dan Serra saling pandang, sepertinya mereka merasa aneh jika Udin mencuci seprai padahal baru semalam dipakai. Jaka mendekati Udin yang mencuci seprai.

“Sejak kapan kamu takut pada wanita?” tanya Jaka prihatin melihat Adiknya diperlakukan oleh istrinya seperti pembantu.

“Sejak Papa Tania menyuruhku menjadi menantunya, Tania mau menerimaku asal aku mau menuruti semua keinginan dia.” Udin terus saja mencuci seprai tanpa melihat kearah Jaka.

Jaka segera meninggalkan Udin, karena ada Tania ke kamar mandi. Semua orang mengira Tania adalah orang yang baik ternyata dia bisa bersikap seperti itu pada suaminya.

Saat sarapan, mereka terkejut saat Udin mengambilkan nasi untuk Tania. Berbeda dengan Subroto yang selalu tersenyum pada Tania. Tania tampak hanya melihat makanannya, tanpa ingin menyentuhnya.

“Mas pesankan ayam goreng buat ku.” Tania berdiri dari kursinya dan meninggalkan meja makan. Makanan yang tadi diambil Udin, terpaksa Udin yang makan karena Udin belum mengambil nasi.

Sambil makan Udin tampak memesan ayam goreng pesanan istrinya. Udin makan tidak fokus, Jaka sampai menegurnya.

“Makan dulu, jangan sambil main ponsel,” kata Jaka berharap Udin menghentikan aktivitas memencet ponselnya tapi tidak dihiraukan Udin.

Setengah jam kemudian ayam goreng itu datang, Tania makan sendiri tanpa menawari anggota keluarga yang lain. Udin tampak sudah terbiasa dengan sikap Tania. Selesai makan Tania masuk ke dalam kamar, lagi-lagi terdengar suara debat di kamar udin.

“Ayo pulang!” ajak Tania. “Aku nggak betah disini,” kata Tania sambil duduk ditepi ranjang. Sedangkan Udin tampak memainkan ponselnya di atas ranjang.

“Izinkan aku disini sampai tujuh harinya Ibu, kamu pulang saja. Toh aku tidak ngajak kamu, kamu yang kesini sendiri.” Udin turun dari atas ranjang.

“Gila kamu Mas, keluarga kamu benar-benar miskin. Makan Cuma ada telur, padahal aku makan telur aja sebulan sekali,” kata Tania mendekati Udin.

Mira yang saat itu lewat dan mendengar tampak kaget dengan ucapan Tania. Mira segera pergi agar tidak ketahuan. Dia lalu bercerita pada Jaka tentang Tania tadi, Jaka juga merasa Udin hanya dijadikan pembantu oleh Tania.

Tidak berapa lama, terdengar suara Tania marah pada Udin. “Mas, aku mau pulang. Kalau aku pulang kamu harus pulang juga. Kamu nyiksa aku disini, aku nggak mau pokoknya kemasi barang kamu dan kita pulang sekarang.” Tania keluar dari kamar menyeret kopernya. Udin menyusul dibelakang Tania, semua orang di rumah itu pun keluar dari tempatnya.

“Udin kamu mau kemana?” tanya Jaka ketika melihat Udin sudah membawa tas bajunya. Tania tampak cemberut melihat semua orang menatapnya.

“Saya harus pulang, Kak. Ada banyak pekerjaan disana yang saya tinggalkan,” jawab Udin. “Pak, kami pamit pulang.” Udin mencium tangan Subroto begitu juga Tania lalu mereka pergi meninggalkan rumah Subroto.

Jaka rasanya ingin marah karena Udin lebih memilih istrinya daripada keluarganya. Mereka menatap kepergian Udin dan Tania yang sudah masuk kedalam mobil. Jaka langsung saja masuk kedalam rumah sebelum Tania menjalankan mobilnya.

Subroto yang biasanya marah kini malah membiarkan Udin pulang begitu saja. “Lihat Udin dia lebih mentingin urusan istrinya daripada keluargamu sendiri.” Jaka menatap kearah Subroto yang baru saja masuk kedalam rumah.

“Biarkan saja, Udin kan orang sukses jadi disana dia banyak kerjaan,” bantah Subroto lalu duduk dan menyalahkan rokoknya.

“Iya sukses jadi babu istrinya,” jawab Jaka lalu keluar rumah entah kemana. Mira dan Serra hanya diam saja, mereka kembali ke dapur.

Dalam perjalanan pulang Tania mengomel terus, dia merasa bahwa tidak cocok tinggal di lingkungan keluarga Udin. “Mas, Bapak kamu kok genit sih,” kata Tania. “Baru ketemu sudah mau macam-macam saja.” Tania berbicara dengan fokus menyetir.

“Macam-macam bagaimana?” tanya Udin penasaran karena menurut dia Subroto baik-baik saja. Tidak ada yang berubah, tetap galak dan sinis.

“Semalam dia masuk kedalam kamarku, untung saja aku bangun saat dia mendekati aku. Maka dari itu aku ingin segera pulang.” Tania nampak merasa dilecehkan oleh Subroto. “Pasti ada niat nggak bener,” kata Tania.

Udin hanya diam saja, mendengar ucapan Tania. Karena Udin tidak tahu hal yang sebenarnya terjadi. Udin berharap Tania hanya salah faham saja pada mertuanya itu.

Malamnya, setelah acara tahlilan Jaka dan Mira langsung tidur. Tanpa sengaja, Serra melihat Bapaknya mencium sesuatu. Serra mencoba melihat lebih dekat, ternyata Subroto mencium celana dalam warna merah muda berenda. Serra kaget melihat tingkah Bapaknya itu. Serra mundur tapi malah menendang vas bunga. Serra segera sembunyi, Subroto tampak keluar kamar mengecek keadaan. Melihat vas bunga terjatuh Subroto tampak curiga. Subroto mendekati dimana tempat Serra sembunyi, tiba-tiba saja ponselnya berdering Subroto segera masuk ke kamarnya.

Serra segera pergi dari tempat persembunyiaannya, dia menjadi takut melihat tingkah Bapaknya tadi. Tidak berapa lama terdengar suara sepeda motor berhenti di depan rumah Serra. Dia segera melihat dari jendela, Sarmila ternyata yang datang malam-malam begini.

Sepertinya mereka masuk kedalam rumah, Serra mengendap keluar melihat kemana mereka berada. Ternyata Sarmila masuk kedalam kamar Bapaknya, mereka entah melakukan apa di dalam. Tidak berapa lama Sarmila marah, “Celana dalam siapa ini?” tanya Sarmila pada Subroto. Mereka bertengkar di dalam kamar, Serra kembali ke dalam kamar takut jika ketahuan.

Apa itu celana dalam Kak Mira? Pikir Serra. Dia tidak mau bersuudhon mengenai celana dalam yang ada di kamar Bapaknya. Dari kamar Subroto terdengar suara benda dilempar, ternyata Sarmila sudah pergi daritadi karena sepeda motornya sudah tidak ada.

Esoknya Mira tampak kebingungan seperti mencari sesuatu di dalam kamarnya. Namun, dia tidak kunjung mendapatkan yang dia cari.

“Cari apa Kak?” tanya Serra penasaran melihat Mira tampak kebingungan.

“I-itu dalaman Kakak,” jawab Mira sedikit sungkan saat menjawab pertanyaan Serra. Mira masih saja celingukan kedalam almari milikmu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel