Bab 3. Langit yang Menguji
Lin Feng duduk bersila di tengah gua, membiarkan energinya menyatu dengan aliran spiritual di sekitarnya. Setelah pertarungannya dengan Bai Zhang, ia menyadari betapa sempitnya jarak antara hidup dan mati. Di dunia ini, hanya kekuatan yang dihormati, dan hanya kekuatan yang dapat melindunginya dari ancaman berikutnya.
Dalam kitab Jalan Abadi, sebuah ajaran menarik perhatiannya:
> “Langkah menuju kekuasaan dimulai dari mengenali dirimu sendiri. Batasan terbesar adalah ketakutan yang ada dalam hatimu.”
Lin Feng mengingat kembali rasa takut yang hampir melumpuhkannya saat menghadapi Bai Zhang. Tapi ketakutan itu juga menjadi bahan bakar yang mendorongnya melawan. Ia sadar, dirinya harus melampaui ketakutan itu dan menemukan keseimbangan antara keberanian dan kebijaksanaan.
Ketika Lin Feng menutup kitabnya, ia merasa ada sesuatu yang berubah di dalam tubuhnya. Qi yang mengalir kini terasa lebih padat dan terarah, seperti sungai yang mengalir menuju satu tujuan. Suara gemuruh pelan terdengar di dalam tubuhnya, tanda bahwa ia berada di ambang naik ke tahap berikutnya dalam kultivasi.
“Apakah aku akan menembus Tahap Awal Rana Bumi?” pikir Lin Feng.
Ia memusatkan pikirannya, menyerap energi dari lingkungan sekitar. Tapi tiba-tiba, suasana dalam gua berubah. Udara menjadi lebih dingin, dan tekanan berat menyelimuti sekelilingnya. Lin Feng membuka matanya, waspada.
Dari kegelapan gua, sebuah sosok misterius muncul. Itu adalah seorang lelaki tua berjubah abu-abu dengan mata tajam seperti elang. Sosok itu memancarkan aura yang kuat, namun anehnya terasa harmonis, seakan-akan ia adalah bagian dari alam itu sendiri.
“Siapa kau?” tanya Lin Feng dengan hati-hati, meskipun ia tetap memegang Pedang Jiwa Langit erat-erat.
Lelaki tua itu tersenyum samar. “Kau tidak perlu takut, anak muda. Aku hanyalah penjaga tempat ini.”
“Penjaga?” Lin Feng mengerutkan kening. “Mengapa kau muncul sekarang?”
“Karena kau telah membangunkan kekuatan pedang itu,” jawab lelaki tua itu. “Pedang Jiwa Langit adalah warisan kuno yang memiliki kehendaknya sendiri. Namun, kekuatan besar selalu disertai tanggung jawab besar. Kau harus membuktikan bahwa dirimu layak memilikinya.”
Lin Feng menelan ludah. Ia tahu ini bukan pertanda baik. “Apa maksudmu dengan membuktikan kelayakanku?”
Lelaki tua itu mengulurkan tangannya, dan dalam sekejap, Lin Feng merasakan dirinya diselimuti oleh kekosongan. Gua itu menghilang, digantikan oleh hamparan langit tak berujung yang dipenuhi awan hitam bergemuruh.
Di hadapannya, muncul tiga sosok bayangan besar. Mereka memiliki bentuk yang menyerupai manusia, tetapi tubuh mereka terbuat dari elemen alam: satu dari api, satu dari air, dan satu dari angin.
“Kau harus mengalahkan mereka,” kata lelaki tua itu dari kejauhan. “Mereka adalah penjaga tahap pertama. Jika kau tidak bisa melewati ini, maka perjalananmu akan berakhir di sini.”
Lin Feng merasa darahnya berdesir. Ketiga makhluk itu memancarkan aura yang luar biasa kuat, jauh di atas kekuatannya saat ini. Namun, ia tidak punya pilihan selain melawan.
Makhluk api menyerang lebih dulu, melemparkan bola api raksasa ke arahnya. Lin Feng melompat ke samping, menghindari serangan itu dengan susah payah. Panasnya terasa membakar kulitnya meskipun ia tidak terkena langsung.
“Aku harus fokus,” pikirnya. Ia memegang Pedang Jiwa Langit dengan kedua tangan, mencoba merasakan aliran Qi di sekitarnya.
“Langkah pertama adalah memahami elemen,” suara lelaki tua itu terdengar di telinganya. “Api hanya bisa dikalahkan oleh ketenangan air.”
Lin Feng mengingat ajaran dari kitab Jalan Abadi. Ia mencoba memusatkan Qi-nya, menciptakan gelombang energi yang menyerupai air. Saat makhluk api menyerang lagi, Lin Feng mengayunkan pedangnya, memancarkan aura seperti aliran sungai. Bola api itu padam sebelum mencapai dirinya.
“Berhasil!” Lin Feng merasa semangatnya meningkat.
Namun, serangan dari makhluk air dan angin datang bersamaan. Gelombang air yang besar dan pusaran angin menyerangnya dari dua arah. Lin Feng berlari, mencari celah untuk melawan.
“Keseimbangan adalah kunci,” pikirnya, mengingat kata-kata dalam kitab itu.
Ia melompat ke udara, memutar tubuhnya, dan mengayunkan pedang dengan teknik Tembus Langit Pertama. Aura pedang itu menciptakan ledakan energi yang memecah gelombang air dan membelokkan angin.
Makhluk-makhluk itu mundur sejenak, tapi Lin Feng tahu ini belum selesai.
Ia memusatkan seluruh energinya, menciptakan harmoni antara kekuatan pedang dan Qi dalam tubuhnya. Dalam satu gerakan cepat, ia menyerang ketiga makhluk itu secara bersamaan, menggunakan seluruh kekuatannya.
Ledakan besar terjadi, dan cahaya terang menyelimuti langit. Ketika Lin Feng membuka matanya, ia kembali berada di dalam gua. Lelaki tua itu berdiri di hadapannya, tersenyum puas.
“Kau berhasil,” katanya. “Namun, ini baru permulaan. Pedang Jiwa Langit telah menerimamu, tapi perjalananmu masih panjang.”
Lin Feng mengangguk. Ia tahu ini hanya langkah pertama dalam jalan panjang menuju kekuasaan abadi.
> “Dalam setiap kemenangan, selalu ada ujian baru yang menanti. Jalan abadi adalah jalan tanpa akhir.”
Lin Feng mengatur napas, menenangkan diri dari pengalaman yang baru saja ia lalui. Tubuhnya terasa lelah, namun ada perubahan yang jelas. Qi di dalam dirinya mengalir lebih lancar, lebih kuat, seolah-olah pengujian tadi membuka jalur baru dalam kultivasinya.
Lelaki tua itu melangkah mendekat, aura misteriusnya terasa seperti gabungan kekuatan dari berbagai elemen. “Anak muda, kau telah melangkah ke jalan yang sulit. Tapi ini baru awal. Jika kau memilih melanjutkan, tak hanya kekuatan musuh yang harus kau hadapi, tapi juga dirimu sendiri.”
Lin Feng menatap lelaki tua itu dengan penuh tekad. “Aku tidak akan mundur. Dunia ini hanya menghormati mereka yang memiliki kekuatan. Jika aku berhenti sekarang, aku tidak akan pernah bisa melindungi diriku atau apa yang penting bagiku.”
Lelaki tua itu tersenyum samar. “Baiklah. Kau memiliki semangat yang layak. Tapi ketahuilah, semangat tanpa persiapan hanya akan membawamu pada kehancuran. Mulai sekarang, Pedang Jiwa Langit tidak hanya akan menjadi alat. Ia adalah temanmu, pelatihmu, dan ujianmu.”
Tiba-tiba, lelaki tua itu menghilang begitu saja, meninggalkan Lin Feng sendirian di dalam gua. Hening menyelimuti tempat itu, hanya suara aliran energi spiritual yang terdengar samar.
Lin Feng memandangi Pedang Jiwa Langit di tangannya. Pedang itu tampak berkilauan dalam cahaya redup gua, seolah-olah memiliki nyawa sendiri. Ketika ia mencoba memusatkan Qi-nya ke dalam pedang, ia merasakan sesuatu—sebuah koneksi.
“Pedang ini… ia meresponku,” gumamnya.
Lin Feng mengayunkan pedang perlahan, mencoba merasakan energi yang mengalir. Setiap gerakan terasa lebih alami, lebih selaras. Seolah-olah pedang itu mengajari tubuhnya cara bergerak dengan lebih efektif.
Tiba-tiba, dari dalam gua terdengar suara langkah. Lin Feng langsung bersiaga, mengangkat pedangnya. Sosok yang muncul dari kegelapan adalah seorang pria muda dengan pakaian robek dan wajah yang penuh luka.
“Tol-tolong…” kata pria itu dengan suara lemah sebelum jatuh pingsan di depan Lin Feng.
Lin Feng terkejut. Ia bergegas mendekat, memeriksa pria itu. Tubuhnya penuh luka, beberapa di antaranya terlihat seperti bekas serangan pedang, sementara yang lain seperti terkena cakaran binatang buas.
“Siapa dia? Dan kenapa dia bisa sampai di sini?” pikir Lin Feng.
Ia memutuskan untuk membantu pria itu. Lin Feng merobek sebagian pakaiannya untuk membalut luka-luka yang paling parah. Dalam proses itu, ia menemukan sebuah medali emas kecil di leher pria itu. Di medali itu terukir simbol seekor burung phoenix dengan mata berwarna merah menyala.
“Simbol ini… ini milik Klan Huo,” gumam Lin Feng.
Klan Huo adalah salah satu klan besar yang terkenal dengan teknik kultivasi berbasis elemen api. Jika pria ini berasal dari Klan Huo, maka pasti ada masalah besar yang terjadi.
Beberapa saat kemudian, pria itu mulai sadar. Matanya terbuka perlahan, dan ia menatap Lin Feng dengan penuh waspada. “K-kau siapa?”
“Aku Lin Feng,” jawab Lin Feng. “Aku menemukanku di sini dalam kondisi sekarat. Apa yang terjadi padamu?”
Pria itu berusaha bangkit, meskipun tubuhnya jelas belum pulih sepenuhnya. “Namaku Huo Ren,” katanya dengan suara pelan. “Aku… aku sedang dikejar. Mereka ingin membunuhku…”
Lin Feng mengerutkan kening. “Siapa mereka? Dan kenapa?”
Huo Ren terdiam sejenak, seolah ragu untuk berbicara. Namun, akhirnya ia berkata, “Klan Bai. Mereka ingin menguasai wilayah kami. Aku dikirim untuk meminta bantuan, tapi aku disergap oleh pembunuh bayaran mereka.”
Mendengar nama Klan Bai, Lin Feng merasakan kemarahan mendidih dalam dirinya. Lagi-lagi klan itu. Namun, ia tahu ini bukan kebetulan. Kehadiran Huo Ren mungkin membawa informasi penting.
“Jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Lin Feng.
Huo Ren menatap Lin Feng, matanya penuh harap. “Aku tidak punya pilihan. Aku harus kembali ke keluargaku dan memperingatkan mereka. Jika tidak, Klan Bai akan menghancurkan kami.”
Lin Feng merenung sejenak. Ia tahu bahwa membantu Huo Ren berarti melibatkan dirinya lebih dalam dalam konflik dengan Klan Bai. Namun, ia juga tahu bahwa inilah kesempatan untuk menguji kekuatannya dan membalas dendam pada klan yang telah menghancurkan hidupnya.
“Aku akan membantumu,” kata Lin Feng akhirnya. “Tapi dengan satu syarat: aku ingin tahu segalanya tentang kekuatan Klan Bai dan rencana mereka.”
Huo Ren mengangguk lemah. “Aku akan memberitahumu apa yang aku tahu. Tapi pertama-tama, kita harus keluar dari tempat ini.”
Lin Feng berdiri, memegang Pedang Jiwa Langit dengan erat. Ia tahu perjalanan ini akan penuh bahaya, tapi ia tidak akan mundur.
> “Kadang-kadang, jalan menuju kekuasaan dimulai dengan keputusan kecil yang membawa konsekuensi besar.”