Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 2. Langkah Pertama Menuju Kekuasaan

Cahaya bulan masih redup ketika Lin Feng melangkah keluar dari gua, membawa Pedang Jiwa Langit di tangannya. Aura pedang itu memancar dengan halus, seolah memberi Lin Feng kepercayaan diri yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Di hadapannya, Bai Chen berdiri dengan senyum sinis, namun kini ada sedikit kekhawatiran di matanya.

“Lin Feng,” Bai Chen menyeringai, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. “Jadi kau benar-benar mendapatkan sesuatu dari dalam gua itu? Bagus, itu akan membuatku semakin puas saat merebutnya darimu!”

Lin Feng tidak menjawab. Ia hanya memegang pedangnya dengan kedua tangan, merasakan bagaimana Qi Langit dan Bumi mengalir melaluinya, seakan-akan pedang itu menjadi perpanjangan dari tubuhnya.

“Jika kau ingin pedang ini,” kata Lin Feng dengan tenang, “kau harus siap menanggung akibatnya.”

Bai Chen mendengus. Dengan cepat, ia menyerang, menggunakan teknik Tinju Angin Hitam miliknya. Serangan itu kuat, meninggalkan jejak bayangan gelap di udara. Tapi Lin Feng, untuk pertama kalinya, merasakan pergerakan Qi lawannya dengan begitu jelas.

Dia melangkah ke samping, menghindari serangan dengan gerakan yang hampir alami. Bai Chen terkejut.

“Apa?!” Bai Chen menggeram. “Bagaimana kau bisa…?!”

Namun, Lin Feng tidak memberinya waktu untuk berpikir. Dengan dorongan Qi dari Pedang Jiwa Langit, ia menyerang balik. Pedang itu bergerak cepat, meninggalkan garis cahaya yang hampir tak terlihat.

“Clang!”

Bai Chen mengangkat senjatanya sendiri, sebuah pedang panjang biasa, untuk menahan serangan. Tapi benturan itu mengguncang tubuhnya. Qi Lin Feng lebih tajam, lebih padat daripada yang ia duga.

“Kau bukan Lin Feng yang tadi siang,” kata Bai Chen, mundur beberapa langkah. Wajahnya menunjukkan campuran kemarahan dan ketakutan.

Lin Feng menatapnya dingin. “Aku memang bukan orang yang sama. Malam ini, aku memutuskan untuk berhenti menjadi lemah.”

Bai Chen menyerang lagi, menggunakan seluruh kekuatannya. Tapi Lin Feng sudah mulai memahami aliran pertempuran. Pedang Jiwa Langit tidak hanya memberinya kekuatan, tapi juga kepekaan luar biasa terhadap Qi lawan.

Dengan beberapa gerakan, Lin Feng berhasil mematahkan teknik Bai Chen. Pedang Jiwa Langit meluncur dengan cepat, dan dalam sekejap, ujung pedang itu sudah mengarah ke leher Bai Chen.

“Kau kalah,” kata Lin Feng, suaranya dingin.

Bai Chen terdiam. Wajahnya memucat, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

“Tunggu! Jangan bunuh aku!” Bai Chen memohon, membuang pedangnya. “Aku hanya diperintahkan oleh ayahku! Aku tidak punya pilihan!”

Lin Feng memandangnya tanpa ekspresi. Dalam hatinya, ia tahu Bai Chen mungkin akan kembali menjadi ancaman di masa depan. Tapi membunuhnya sekarang hanya akan memulai konflik langsung dengan Klan Bai, sesuatu yang Klan Lin tidak mampu hadapi.

“Aku tidak akan membunuhmu,” kata Lin Feng akhirnya, menurunkan pedangnya. “Tapi ingat ini: Jika kau mencoba menyerangku atau Klan Lin lagi, aku tidak akan sebaik ini lain kali.”

Bai Chen menelan ludah, lalu melarikan diri tanpa berkata apa-apa lagi.

Lin Feng menatap bayangan Bai Chen yang menghilang di antara pepohonan, lalu berbalik kembali ke gua. Ia tahu, perjalanan ini baru saja dimulai, dan masih banyak hal yang harus ia pelajari.

---

Kembali di dalam gua, Lin Feng duduk bersila di depan altar kuno. Ia membuka kitab Jalan Abadi yang tersembunyi di balik jubahnya. Halaman-halaman kitab itu sekarang tampak berbeda, dengan tulisan-tulisan baru yang muncul, seakan-akan menunggu untuk dipahami.

Salah satu tulisan itu berbunyi:

> “Langkah pertama menuju jalan abadi adalah memahami keseimbangan Qi. Seorang kultivator sejati bukan hanya menyerap Qi, tetapi juga memahami esensi dari setiap elemen.”

Lin Feng membaca dengan saksama. Ia kemudian memusatkan Qi-nya, mencoba merasakan hubungan antara tubuhnya, Pedang Jiwa Langit, dan energi spiritual di sekitarnya.

Saat ia melakukannya, bayangan tentang elemen-elemen muncul di pikirannya: api yang membara, air yang mengalir lembut, angin yang berhembus liar, dan tanah yang kokoh. Ia mulai menyadari bahwa dunia ini tidak hanya bergantung pada kekuatan fisik, tetapi juga keseimbangan antar elemen yang saling mempengaruhi.

Pikiran Lin Feng melayang ke ambisi barunya. Ia tidak hanya ingin membalas dendam kepada mereka yang telah merendahkan Klan Lin, tetapi juga mengembalikan kehormatan keluarganya.

Namun, ia tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah.

“Jika aku ingin bertahan, aku harus menjadi lebih kuat,” gumamnya.

Ia menatap Pedang Jiwa Langit di tangannya, lalu menggenggamnya erat. Pedang itu terasa hangat, seperti memberi dukungan diam-diam kepada pemiliknya.

“Dunia ini tidak akan memberi apa pun dengan cuma-cuma. Tapi aku akan meraih semuanya, tidak peduli apa yang harus aku korbankan.”

Dengan keyakinan baru, Lin Feng memutuskan untuk melanjutkan kultivasinya di dalam gua itu, memanfaatkan energi spiritual murni yang terkumpul di sana. Ia tahu, hanya dengan menjadi lebih kuat ia bisa melindungi mereka yang ia pedulikan dan melawan musuh yang lebih besar di masa depan.

> “Kekuatan sejati lahir dari keberanian untuk berubah. Hanya mereka yang berani mengambil risiko yang akan menguasai takdir mereka.”

Lin Feng menutup kitab Jalan Abadi, memejamkan mata, dan memusatkan pikirannya. Energi spiritual murni dari gua itu mengalir lembut, seperti sungai yang tak terlihat, menyelimuti tubuhnya. Qi dalam tubuhnya mulai berputar lebih stabil, seolah-olah menyatu dengan energi di sekitarnya.

Tubuh Lin Feng mulai merasakan perubahan. Energi yang tadinya terasa asing kini menyatu, memberikan sensasi kekuatan baru. Ia mengingat salah satu tulisan dari kitab itu:

> “Pondasi kultivasi bukanlah kekuatan, melainkan keharmonisan antara tubuh, jiwa, dan dunia.”

Lin Feng menghela napas panjang, membuka mata perlahan. Di saat itu, ia merasa seolah-olah tubuhnya telah terhubung dengan lingkungan sekitarnya. Namun, proses itu tidak berlangsung lama ketika suara keras dari luar gua memecah konsentrasinya.

“Lin Feng! Aku tahu kau di dalam sana!”

Suara itu berat, penuh tekanan. Lin Feng mengenalinya. Itu adalah suara Bai Zhang, ayah Bai Chen dan salah satu tetua dari Klan Bai. Jantungnya berdegup kencang. Ia tahu kekuatan Bai Zhang jauh di atasnya saat ini.

Lin Feng menggenggam Pedang Jiwa Langit, mencoba menenangkan dirinya. Ia melangkah ke mulut gua dan melihat Bai Zhang berdiri di depan, mengenakan jubah merah gelap dengan simbol naga hitam di dada. Mata Bai Zhang tajam, penuh amarah.

“Jadi, kau berani mempermalukan anakku?” Bai Zhang berkata dingin. “Sekarang aku datang untuk mengambil nyawamu!”

Lin Feng menahan napas. Qi yang dipancarkan Bai Zhang begitu kuat, seperti badai yang siap menghancurkan segalanya.

“Ini hanya soal waktu,” pikir Lin Feng. “Aku tahu mereka tidak akan membiarkanku pergi begitu saja.”

Namun, alih-alih merasa takut, ada percikan semangat dalam dirinya. Pedang Jiwa Langit yang ia pegang bergetar pelan, seolah merespon keinginannya untuk melawan.

“Saya tidak ingin mencari masalah, Tetua Bai,” kata Lin Feng dengan nada tenang, meskipun tubuhnya sedikit tegang. “Tapi jika Anda memaksa, saya tidak akan mundur.”

Bai Zhang tertawa sinis. “Seorang bocah rendahan sepertimu ingin melawanku? Baiklah, aku akan menunjukkan perbedaan antara langit dan bumi!”

Dengan gerakan cepat, Bai Zhang menyerang. Qi-nya mengalir deras, membentuk gelombang energi yang menyapu tanah di sekitarnya. Lin Feng merasakan tekanan itu menghantam tubuhnya, tapi ia tidak gentar.

Ia memegang pedangnya dengan erat dan melangkah maju, menggunakan semua kemampuan yang baru saja ia pelajari. Serangan Bai Zhang begitu kuat, tapi Pedang Jiwa Langit tampaknya memiliki kekuatan misterius yang membuatnya mampu menangkis serangan itu.

“Pedang ini…” gumam Bai Zhang, matanya menyipit. “Apa kau menemukan senjata kuno di dalam gua itu? Hmph! Semakin besar alasan bagiku untuk merebutnya darimu!”

Lin Feng tahu bahwa pertempuran ini bukan hanya tentang bertahan hidup, tapi juga tentang mempertahankan Pedang Jiwa Langit. Ia harus menggunakan segalanya untuk melawan.

Gelombang demi gelombang serangan Bai Zhang datang tanpa henti. Lin Feng bergerak dengan cepat, memanfaatkan kepekaan Pedang Jiwa Langit untuk membaca serangan lawannya. Meskipun begitu, ia tahu dirinya masih terlalu lemah untuk menang dalam waktu singkat.

Ketika Bai Zhang melancarkan serangan besar berikutnya, Lin Feng memutuskan untuk mengubah taktik. Ia memusatkan Qi-nya, menggunakan teknik dari kitab Jalan Abadi yang baru saja ia baca.

“Tembus Langit Pertama!” Lin Feng berteriak, mengayunkan Pedang Jiwa Langit ke arah serangan Bai Zhang.

Benturan besar terjadi, menciptakan gelombang kejut yang mengguncang tanah di sekitarnya. Bai Zhang terdorong mundur beberapa langkah, wajahnya menunjukkan keterkejutan.

“Kekuatan apa ini?” Bai Zhang bergumam.

Lin Feng menarik napas berat. Tubuhnya terasa lelah, tapi ia tahu ini adalah kesempatan untuk berbicara.

“Tetua Bai,” katanya dengan suara mantap. “Saya tidak ingin musuh. Tapi jika Anda terus memaksa, saya tidak akan ragu untuk melawan dengan segala cara.”

Bai Zhang menatap Lin Feng dengan tatapan tajam. Beberapa saat hening sebelum ia akhirnya tersenyum sinis.

“Kau cukup beruntung hari ini, bocah,” katanya. “Tapi ingat, ini belum selesai. Klan Bai tidak akan melupakan penghinaan ini.”

Tanpa berkata lebih banyak, Bai Zhang berbalik dan pergi.

Lin Feng menghela napas lega, tapi ia tahu ini hanya awal dari konflik yang lebih besar. Bai Zhang mungkin pergi, tapi dendam Klan Bai tidak akan berhenti begitu saja.

Dengan tekad yang lebih kuat, Lin Feng kembali ke gua. Ia menatap Pedang Jiwa Langit di tangannya, merasa bersyukur atas kekuatan yang telah ia dapatkan. Namun, ia juga tahu bahwa kekuatan ini membutuhkan harga yang harus dibayar.

> “Jika aku ingin bertahan, aku harus menjadi lebih kuat dari siapa pun. Dunia ini hanya menghormati kekuatan.”

Di dalam gua, Lin Feng kembali duduk bersila, memulai meditasi untuk menyerap energi spiritual. Langkah pertama menuju jalan abadi baru saja dimulai.

> “Kekuatan sejati bukanlah tentang mengalahkan musuh, tapi tentang mengendalikan nasibmu sendiri.”

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel