Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Wajah Artis Papan Atas

“Iya, iya! Ini juga sudah kok. Nar.. aku balik dulu ke kandang. Kamu buruan nyusul, jangan lama-lama. Masa sudah aku jatah masih mau disentuh-sentuh sendiri?” Sindir Samsudin pada Narti.

Narti memasang wajah masam, bibir wanita itu cemberut kesal. “Biarin! Kamu itu mau tahu saja urusan orang, pakai ngintip-ngitip aku juga to rupanya! Dasar nggak jelas! Sudah sana kamu, aku aduin istrimu tahu rasa!” Ancam Narti padanya.

“Minah itu juga selingkuh di belakang aku! Dia sudah lama malahan. Ah tahulah, aku pusing Nar. Tapi kamu jangan aduin aku ke dia. Soalnya dia sejak kemarin itu nyari-nyari alasan supaya bisa cerai sama aku. Aku nggak mau pisah Nar sama dia. Kami punya dua anak..” jelasnya pada Narti sambil menyandarkan punggungnya di dinding menatap Narti yang kini sedang memakai baju karyawan.

“Ya, salah kamu sendiri. Sudah tahu Juminah dari komplek gelap! Malah kamu nikahi!” Omel Narti.

“Ya, tapi aku jatuh cinta beneran sama dia.. walau dia nggak bisa setia sejak awal.” Ujarnya dengan wajah sedih.

“Ya sudah, makan saja cintamu Sam! Aku nggak mau kamu bawa-bawa ke dalam masalah rumah tangga kamu yang rumit itu! Sudah aku mau kerja!” Narti berniat berlalu begitu saja dari hadapan Samsudin. Tapi tiba-tiba pria itu berjalan cepat dan malah mengaitkan lengannya pada pinggang Narti.

“Nar, aku sepertinya akan memaksa kamu untuk melayaniku, nggak tahan aku!” Bisiknya dengan napas memburu.

“Sam, jangan ah! Tadi kan kita sudah melakukannya. Aku nggak mau Mas Anto merasa punyaku lebar karena ulahmu!”

“Mana ada lebar! Nar, nanti aku belikan jamu di mbok Jinah. Ya, Nar..” Rayunya sambil menciumi pipi Narti.

“Belikan aku kalung kek! Jamu kan cuma lima ribu!”

“Ya, bolehlah, nunggu aku gajian dari Pak Darto. Mulai hari ini kamu pacarku, Nar!” Serunya, dengan gemas Samsudin mencubit pinggang Narti.

“Iya-iya, sudah lepasin, nanti ada yang datang repot!” Narti melepaskan lengan pria itu dari pinggangnya lalu bergegas menuju ke arah pintu.

Narti keluar duluan, berikutnya Samsudin. Saat menutup pintu ruang ganti, Lindarwati menepuk bahunya.

“Buak!”

“Astaga!” Samsudin terkejut, pria itu langsung mengusap dadanya sendiri sambil menatap wanita dengan rambut digelung yang kini berdiri di belakang punggungnya. “Ngageti saja kamu Lin!” Keluhnya.

“Kamu itu ngapain dari ruang ganti wanita? Ngintip ya? Ayo ngaku!” seru Lindarwati padanya.

“Enak saja! Lawong ruangannya kosong, coba lihat saja!” Serunya sambil menarik daun pintu agar Lindarwati bersedia menengok ke dalam. Wanita itu bersedia melongokkan kepalanya ke dalam dan kini malah berdiri di depan Samsudin dengan bokong menempel pada sisi depan tubuh pria itu. Samsudin menelan ludahnya, pria itu bisa merasakan bongkahan padat Lindarwati pada sisi tongkat miliknya. “Sialan! On lagi!” Rutuknya sambil menutupi sisi depan organ intimnya menggunakan ujung kaos miliknya.

Lindarwati mendengar keluhan Samsudin, wanita beranak satu itu hanya mengulum senyum. “Apa Sam? On? Serius? Coba aku lihat!” Serunya sambil menutup pintu di belakang punggungnya lalu berjongkok di depan celana panjang Samsudin. Lindar menurunkan pinggang celana pria tersebut, otomatis organ intim milik Samsudin langsung mencuat keluar.

“Lin! Jangan!” Samsudin menepis tangan Lindarwati dari tongkatnya, pria itu berjalan mundur menjauh.

“Sam! Malah kabur! Aku bikin enak!” Teriaknya pada pria tersebut.

“Nggak usah Lin! Aku sudah kenyang!” Sahutnya sambil membetulkan kolor celanannya ke atas.

“Kenyang-kenyang! Kenyang makan apa!?” Lindarwati mengejar sambil mengambil bakul wadah peralatan yang dia bawa.

“Makan jelantah!” Sahut Samsudin asal-asalan, otaknya jadi miring sejak diburu Lindarwati selama seminggu lalu. Dia tidak mau terlibat dengan wanita itu. Samsudin dengar Lindarwati juga menjadi simpanan Darto, pemilik peternakan. Samsudin menarik gerobak, dia hendak mengambil rumput dari ruang penyimpanan pakan yang agak jauh. Lindar sejak tadi mengekor dengan wajah masam.

“Jelantah! Makan minyak kamu!? Sam-sam! Kamu itu tiap aku dekati pasti nolak! Sikapmu selalu baik sama karyawan lain, tapi nggak mau kalau sama aku!” Keluhnya.

“Jamu-jamuuu! Jamuuuuu!” Jinah datang membawa bakul jamu gendong.

“Eh, Sam.. Mbok Jinah datang, kamu mau aku belikan jamu biar kuat! Aku traktir nanti sore kita beli nasi goreng!” Rayu Lindar padanya. Lindar menepuk bahu kirinya sambil berjalan cepat mengimbangi langkah lebar Samsudin.

“Oalah! Lin! Sudah kamu minum saja sendiri. Kamu ndak liat aku lagi repot bawa pakan ternak! Kasih Yono sana, biar kuat genjot kamu nanti malam! Setiap hari istriku sudah bikinin nasi goreng di rumah.” Ujarnya dengan cuek mendorong gerobak berisi pakan menuju ke kandang. Yono adalah suami Lindar.

“Tapi aku maunya sama kamu, Sam! Ya, Sam? Yono nggak akan pulang malam ini. Dia keluar kota lagi. Supir kan memang begitu Sam.. aku kesepian.” Rayunya.

“Ogaaaaahhhh Lin, ogaaahhh!” teriaknya lantaran tidak sabar menghadapi Lindar yang terus merayu.

Melihat ada Nardi di kandang, Lindar segera berputar balik untuk mencari rekan kerja wanita di sana. Bibir Lindar cemberut, dia kesal sekali karena terus-menerus ditolak pria yang dikaguminya itu.

“Apa to kamu Sam! Ogah-ogah! Hahahaha!” Nardi terkekeh melihat Samsudin terus-terusan kabur lantaran dikerjar Lindarwati.

“Itu, Lindar. Aku nggak mau dibacok Yono! Mampus aku nanti! Aku kan juga punya anak istri.. Nar. Kenapa dia malah ngejar-ngejar aku! Padahal mukaku ini nggak begitu mirip sama artis ganteng Roy Martin, di tahun sembilan puluhan!”

Nardi mengunyah gigi kosong sambil menggelengkan kepalanya. “Kamu itu muji diri sendiri tooooooo! Dasar edan! Tuh kasih pakan sapinya! Malah bayangin jadi Roy Satin..”

“Martiiiiiiiin! Doool! Satin-satin! Kami pikir aku ini kain apa!?” Timpalnya pada Nardi.

“Iya-iya, lawong aku ini nggak punya tv! Maklum Sam.” Sahutnya.

“Eh, Nar..” Samsudin sudah selesai memberi pakan ternak di kandang. “Aku tahu kalau Lindar kapan itu digenjot sama Pak Darto, di samping ruangan kerjanya, sebelah gudang.” Bisik Samsudin pada Nardi.

“Kamu ini, sengaja bikin aku merangsang! Aku itu masih pejaka! Kalau ngajak ngerumpi mbok ya dipikir dulu! Ngeselin! Dasar nggak setia kawan kamu!” Omelnya sambil menyekop kotoran sapi lalu menuang ke dalam gerobak.

“Maksudku aku itu nggak mau cari masalah, masa aku saingan sama juragan! Ya kalah aku! La kamu ini, sudah umur tiga puluh nggak nikah-nikah! Ngapain hayoooo!?” Samsudin tergelak melihat wajah Nardi memerah.

“Masa kamu malah nyalahin aku yang nggak laku sih, Sam! Tega kamu!” Omel Nardi seraya menunjuk wajah rekan kerjanya itu menggunakan ujung sekopnya.

“Laiya kenapa?” Samsudin tersenyum-senyum seraya berkacak pinggang.

“Mungkin karena mukaku terlalu ganteng, kamu tahu sendiri wajahku ini mirip To Ming Se!? Aku ngaca kemarin, memang mirip walau cuma dua persen! Jadi para gadis takut, mungkin mereka pikir seleraku terlalu tinggi!” Ujarnya sambil mengulum senyum kemudian meraba gigi depan miliknya yang kurang rata.

“To Ming Se- to ming se! Curruuuut kali, iyaaa!” Teriak Samsudin sambil ngibrit kabur dari hadapan Nardi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel