Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Seksinya tubuh karyawan peternakan

Sampai di semak-semak, Darto langsung membuka kancing celana yang dikenakan olehnya. Pria itu mendorong Narti agar rebah di atas rerumputan. Dirabanya antara kedua paha Narti yang masih berbalut dengan celana dalam ketat warna merah muda.

“Ouuh, Tuan, ouhhh, emmh.. ahh.”

“Wah Nar, punyamu enak sekali disentuh.”

“Tuan, ouhh, Narti nggak tahan lagi, sekarang saja..” pintanya seraya menurunkan celana dalamnya sampai bukit penuh bulu yang sudah basah tersebut terpampang di depan mata Darto.

“Seksinya Nar, aku isep ya?” Darto langsung membenamkan wajahnya di antara kedua paha Narti. Dijilatnya area sensitif Narti dengan lahap dan buas!

Narti menggeliat menikmati sapuan lidah majikannya. “Ouuh Tuan, langsung saja, ouhh Narti nggak tahan lagi.” Rengek Narti pada Darto.

“Kamu nggak sabaran sekali Nar,” Darto mengambil ancang-ancang dengan menggesekkan ujung kejantanannya pada liang basah tersebut. Satu desakan milik Darto yang besar sudah amblas ke dalam celah basah berdenyut itu.

“Ouuh, Tuan! Ouuh enak!” Narti penuh semangat membuka kedua pahanya lebar-lebar. Darto mulai memompa dengan gerakan super cepat, pinggul Darto terus bergerak menggenjot area basah milik Narti.

“Enak, Nar, ouuh, Nar, ah, ah.. emhh. Kenyotanmu Nar! Aaahh, aku nggak tahan.” Darto terus mengacak-acak liang basah milik Narti sampai area itu memerah karena gerakan dan sentakannya yang begitu cepat.

“Tuaaan, ouuuh, Tuaaannn, Narti kelu-aaarrr! Aakhhhhh!” Narti menjerit seraya mengangkat wajahnya menatap organ intim milik mereka berdua yang masih beradu di bawah sana.

“Ahh, nar, ouuh, aku juga, Nar, ouuuh. Sshhhm.. enak Nar, makin basah, ouuhhhrrggghh!” Darto menggenjot cepat dan menekannya dalam-dalam. Pria itu sudah tiba pada klimaksnya.

Puas melakukan hubungan intim dengan Narti, Darto tidak langsung mencabut tongkatnya. Pria itu melumat bibir Narti, Narti menyambut kuluman dari bibir pria berkumis itu. Darto menciumi pipinya, lalu lehernya. Narti menggeliat seraya meremas bahu Darto.

“Tuan, emmm, geli..” rengeknya manja.

“Nar, masih terasa sedut-sedut di bawah. Malah keras lagi tongkatku. Ini bagaimana, Nar? Kamu harus tanggung jawab.. nanti karyawan di perternakan pada melihat celanaku yang menggembung. Nggak mau aku ditertawakan mereka.” Rayu Darto sambil menahan kedua kaki Narti di atas bahunya, lalu kembali menggoyang pinggulnya maju-mundur untuk melakukan ronde ke dua.

“Ouuh, Tuan, Narti-ouuh, Tuan.. emmm.. Tuan emmmhh.”

“Kenapa Nar? Kamu nggak senang aku jatah lagi? Nanti aku tambahin tips buat beli jajan.” Ujarnya seraya terus menggenjot, mengaduk-aduk sisi bawah tubuh Narti.

“Tuaaan, eemmm... nggak apa-apa, ouhh enak sekali Tuan, punya Tuan besar dan panjang, ouuhh, Narti mau lagi..” Narti mendesah seraya menggigit bibirnya.

“Pinter kamu Nar, punyamu meski basah tapi juga sepet Nar, ouhh, Nar, ouuh..” Darto terus mengocok area sensitif Narti menggunakan tongkatnya. Narti terlihat nyaman dan sangat menikmati semua sentuhan dan servis yang dia berikan. Sampai dua puluh menit lamanya, keduanya kembali melepaskan klimaksnya.

“Sudah Nar, ayo ke peternakan, nanti karyawan lain lewat sini kita ketahuan bisa gawat.” Ucapnya seraya menarik diri dari atas tubuh Narti. Darto menatap liang basah akibat ulahnya itu. Pria itu menyentuhnya lagi seraya menarik lengan Narti agar bangkit duduk untuk membenahi bajunya. Narti hampir telanjang gara-gara ulah Darto barusan.

“Tuan, jangan disentuh lagi, bisa makin becek nanti..” rajuknya dengan manja seraya menggoyangkan pinggulnya, Narti sengaja membuka kedua kakinya lebar-lebar untuk menunjukkan area tersebut pada Darto.

“Kamu itu nolak, tapi malah dibuka lebar-lebar, pasti sengaja mau mancing aku to? Biar kepalaku makin pusing, kliyengan nggak bisa lupa sama pepekmu yang sepet dan licin ini, huh, gemes aku Nar!” Darto menarik bibir basah di bawah sana seraya memberikan kecupan pada bibir Narti.

“Akhh, Tuan..”

“Kenapa? Sakit? Hemm?”

“Enak, Tuan, kalau ditarik-tarik rasanya makin basah.” Ujarnya dengan manja. Hampir lima menit Darto terus mengelus celah di antara kedua paha Narti. Pria itu sangat menyukainya dan selalu ingin melakukan hubungan intim lagi dan lagi.

“Sudah Tuan, kita harus berangkat ke peternakan.” Ajak Narti pada Darto. Wanita itu menarik lengan Darto keluar dari dalam pahanya. Narti bisa melihat jemari Darto yang basah kuyup akibat lendir dari sisi organ intim miliknya. Dengan lahap Darto menjilati jemarinya di depan Narti.

“Gurih Nar! Aku senang sekali kamu mau melayaniku pagi ini, kapan-kapan aku minta jatah lagi, awas kalau kamu tolak, aku akan paksa kamu.” Bisik Darto sambil memeluk Narti di tengah jalan setapak yang mereka lalui.

Narti menggeliat sambil memukul pelan dada Darto. “Tuaaan, Narti mau kok. Nggak perlu dipaksa Tuan, Narti dengan senang hati bersedia melayani Tuan.” Serunya sambil mencubit dada Darto dengan tatapan manja. Sambil berjalan, Darto juga meremas bongkahan pinggul padat milik Narti. Dengan gemas pria itu mengusap-usapnya.

Sampai di dekat peternakan Darto baru bersedia melepaskan tubuh Narti. “Sudah, kamu lanjutkan pekerjaan seperti biasa ya? Aku mau masuk ke dalam ruangan kerjaku dulu.” Pamitnya pada Narti. Narti menganggukkan kepalanya, wanita itu tersenyum dengan wajah tersipu. Apalagi Darto menatapnya dengan tatapan gemas dan rakus seperti yang dia lihat sekarang. Narti masih berdiri menatap punggung tegap milik majikan peternakan tempatnya bekerja tersebut.

“Tuan Darto tubuhnya gagah sekali, dia juga sangat hebat memberikanku kepuasan. Menjadi simpanannya aku mau-mau saja, selama Mas Anto nggak tahu.” Ujarnya pada dirinya sendiri.

“Nar, sudah ayo sana! Malah bengong di sini, tuh perah susu sapinya! Milih bengong di sini memangnya kamu mau kalau nggak digaji?” Tanya Samsudin, pria itu sedang memikul sekop di atas bahu kanannya untuk membersihkan kotoran sapi di lantai kandang.

“Kamu itu lo bukan majikanku, tapi cereweeeet terus! Huh!” Tukas Narti dengan bibir cemberut kesal. Narti berjalan malas menuju ruangan pegawai, di sana dia akan meninggalkan tasnya juga berganti baju dengan baju pekerja.

“Wooo dasar! Ngeyel! Dibilangin juga malah marah-marah nggak jelas.” Omel Samsudin sambil mengarahkan sekopnya pada punggung Narti yang sudah mendahuluinya pergi. Samsudin tanpa sengaja menatap kedua kaki Narti yang kini terbalut oleh rok mini sebatas pahanya. Pinggulnya berlenggok seksi serta bajunya yang ketat menunjukkan lekuk pinggang wanita itu. “Seksi juga rupanya! Aku pikir dia kurus kerempeng. Apa aku intip saja ya? Dia kan mau berganti baju.” Samsudin mengendap-endap menuju ke ruangan karyawan.

Sampai di luar pintu, Samsudin menoleh ke kiri dan ke kanan. Pria itu membungkuk untuk menatap isi dalam ruangan melalui lubang kunci tapi tidak terlihat apa-apa di sana. Karena sangat penasaran, Samsudin malah menyelinap masuk ke dalam lalu meletakkan sekopnya di balik pintu. Pria itu berjalan menuju ke arah ruang ganti.

Di sana dia melihat Narti sedang melepaskan kaos ketatnya, lalu rok mininya. Samsudin menelan ludahnya menatap bukit kembar yang begitu padat serta bulu-bulu lebat yang memenuhi organ intim Narti di balik penutup tipis warna merah muda miliknya.

Narti tidak tahu kalau Samsudin masuk ke dalam, dia menatap tubuhnya di depan cermin besar dalam ruangan. Tiba-tiba ada keinginan dalam hati Narti untuk menyentuh organ intimnya lantaran teringat dengan sosok sang majikan yang tadi berhasil memuaskannya.

“Ouuh, ouhh, emmmh.” Narti menikmati usapan jemarinya sendiri di sana. Samsudin sejak tadi menatap aktivitas tersebut mulai tidak tahan. Pria itu langsung mendekat ke arah Narti, lalu menekan tubuh Narti pada dinding dalam ruang ganti.

“Tubuhmu bagus sekali Nar, aku nggak tahan Nar, layani aku..” Samsudin menarik turun celana dalam Narti, lalu menggesekkan tongkatnya yang sudah tidak sabar ingin menggenjot tubuh seksi di depannya itu.

“Nar, basah Nar, aku masukin ya, ouuh, Nar, enakk nggak Nar.. ouhh!”

“Sam, kamu? Saam, jangan.. ouhh, Sam! Sam, nakal kamu..”

“Salahmu Nar, kamu nyueki aku terus..” bisik Samsudin sambil menciumi punggung Narti. Jemari tangan pria itu sudah menyelinap masuk ke dalam penutup bukit kembar Narti memilin ujungnya dan meremasnya dengan gemas.

“Sam, ohh, Sam, aku mau keluar, ouuh. Ouuummmhh.” Samsudin langsung melumat bibir Narti sambil menambah kecepatan dorongan pinggulnya.

“Nar, aku juga, ouhhh, crot Nar!” Samsudin merem-melek menikmati denyutan organ intim Narti yang kini menelan tongkatnya.

“Sudah Sam, buruan, aku takut.. nanti ada yang datang ke sini. Aku cemas kita kepergok.” Narti memukul lengan Samsudin yang kini masih meremas-remas bukit kenyal miliknya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel