Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 11 Super Hot

Sarinten yang sedari tadi di sebelah Nardi melirik ke arah Devan, dan dia tahu kalau Devan sangat kesal mendengar ocehan Nardi. Sarinten langsung menyela. “Buaaakk!!” dipukulnya sisi wajah Nardi. “Ngoceh terus kamu itu! Sudah sana bawa ini makan siangnya! Dimarahin Tuan Darto tahu rasa kamu!” Omel Sarinten sambil memaksa Nardi untuk membawakan tas yang paling besar.

Narti segera menatap ke arah Sarinten. Ucapan Sarinten barusan cukup melegakan hatinya, karena dia tidak mau jika harus melayani Nardi. Sudah cukup dia melayani empat pria, dari Anto si suami, Darto si majikan pemilik peternakan, Samsudin rekan kerja di peternakan, serta si Devan putra dari Darto majikannya itu.

“Mbak Rinten, makasih ya sudah belain Narti. Semoga Nardi nggak gangguin aku dengan olokannya lagi. Aku cemas kalau Mas Anto dengar, nanti bisa salah paham.” Ucapnya sambil tersenyum menyentuh tangan Sarinten.

Sarinten masih merasa sangat bersalah pada Narti karena Anto, wanita itu hanya bisa menganggukkan kepalanya. Lalu menjinjing tas makan siang untuk dibawa ke peternakan.

Narti ikut menyusul dengan membawa sisa tas di sana. Wanita itu menoleh ke arah Devan sejenak. “Mas Devan, Narti ke pertenakan dulu ya?” pamitnya pada mantan pacarnya itu.

Melihat Sarinten sudah agak jauh dari rumah, Devan langsung berjalan mendekati Narti dengan langkah lebar. Pria itu ingin mengatakan apa yang sudah dia tahan pada Narti sejak Nardi berceloteh beberapa menit lalu. Devan sekali lagi meremas pinggul Narti dari belakang, lalu merogoh organ intim Narti di balik balutan celana dalamnya kembali seolah tidak pernah terpuaskan hanya dengan dua kali permainan. Dengan gemas Devan mengusap naik turun organ intim Narti yang sudah memanjakannya barusan.

“Mas, aku bawa tas, ini, ouhhh! Geli Mas Dev, ampun ouhhh!” Narti menjejakkan sandalnya di lantai.

“Ya, sana.. susul Rinten. Ingat! Jangan mau sama Nardi! Awas saja kalau ketahuan sama aku kamu layani dia! Aku akan hajar kamu di manapun kamu berada Nar..! basah lagi, ouhh, denyutannya Nar, aku jadi mau terus!” Devan menggesekkan jemari tengahnya pada dinding sempit di dalam celah organ intim milik Narti.

“Su-sudah.. Mas, ouuh, Mas, nanti jatuh tasnya, ouhhh.. Mas.”

“Kapan kamu layani aku lagi! Heh?!” kejar Devan dengan nada serius seraya menarik jemari tengahnya keluar lalu menjilatinya di depan Narti tanpa rasa jijik sama sekali.

Narti malu sekali, wajah wanita itu memerah. Dia tidak tahu kapan bisa melayani Devan lagi, walau sebenarnya dia sangat senang mendapatkan sentuhan Devan. Dalam hati Narti masih tersimpan perasaan untuk sang putra majikan!

Karaguan dalam hati narti tiba-tiba singgah. Dia sangat sibuk sekali belakangan ini. Pekerjaan di peternakan juga sangat banyak, Darto juga sudah menambah beberapa orang untuk memperlancar produksi serta penyetoran susu dari peternakan ke luar kota. Namun sepertinya peternakan itu masih tetap kurang pegawai.

“Aku nggak bisa janji, Mas.”

“Nar, aku nggak bisa, maafkan aku..” Narti melepas paksa lengan Nardi dari pinggangnya. Dan saat berjalan melewati punggung Nardi, Narti melihat Susanti sudah berdiri di sana.

“Santi?” Narti kembali menoleh ke belakang, ke arah Nardi. Rupanya gadis cantik di depannya itu sedang menatap ke arah Nardi dengan penuh amarah.

Nardi sangat kaget sekali, pria itu buru-buru berjalan mendekat ke arah Susanti. “San, mau pulang? Aku antar ya? Aku bawa motor balap baru. Kamu mau kan?” Rayunya pada gadis ayu tersebut. Nardi menyentuh lengan Susanti untuk meredakan amarah sang gadis.

Sementara Narti hanya bisa berjalan pelan masuk ke dalam untuk menikmati makan siangnya.

“Sudah! Jangan sentuh-sentuh! Plaaakkk!” Susanti berteriak lantang lalu menampar pipi Nardi. “Dasar kamu ya! Barusan, kamu dan aku main panas-panasan di belakang sana! Dan sekarang kamu malah godain Mbak Narti! Emang dasar kamu buaya buntung! Aku benci tahu sama kamu! Benciiii banget!” Jeritnya sambil menjejakkan kedua kakinya di atas rerumputan.

Nardi mematung menatap Susanti yang sedang kesal dan marah. Tubuh sintal Susanti masih menjadi labuan teristimewa bagi Nardi lantaran rasa dari gadis itu sangat nikmat sekali ketika sedang melewati permainan panas dengannya pagi ini.

“Santi, mbok ya kamu itu jangan marah-marah dulu to.. aku itu sayang sama kamu kok! Serius! Bahkan aku rela dan serius mau nikahin kamu, San!” Rayunya.

Samsudin dan Mbok Jinah baru selesai. Wanita itu membawa bakul jamunya keluar dari belakang dinding. Sementara Samsudin menyangga tubuhnya dengan menekan kedua sisi pinggangnya. Napas Samsudin masih tersengal-sengal, pria itu berjalan begitu saja melewati Nardi dan Susanti tanpa menegur.

“Aku nggak cinta sama kamu! Aku makin benci sama kamu Nar! Aku maunya sama Mas Sam!” Serunya lantang.

Samsudin kaget sekali, pria itu langsung menoleh ke belakang seraya meringis menahan sakit pada pinggangnya.

Mbok Jinah penjual jamu juga agak terkejut lantaran setahu dia Susanti masih perawan sementara Samsudin sudah menikah dengan Juminah. Dari hasil pernikahan itu Samsudin memiliki dua orang anak. Jinah tidak mau ikut ambil andil, wanita itu segera membawa bakulnya ngibrit menjauh dari tiga orang di sana.

“Sam! Kamu khianati aku! Wah! Ternyata diam-diam kamu deketin Susanti juga!” Nardi mengepalkan bogemnya sudah siap mengajar Samsudin untuk bertempur.

“Aku? Nggak lah! Akh! Pinggangku sakit Nar! Jangan ajak aku main perang-perangan sekarang, nggak sanggup aku. Mau patah pinggang ini!” Ujarnya sambil melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Susanti dan Nardi di sana.

Susanti kaget sekali, padahal beberapa hari lalu Samsudin sempat mencicipi bukit kembar serta memainkan organ intim Susanti dengan lidahnya! Pria itu juga berbicara manis-manis padanya. Pikirnya saat itu Samsudin memang serius ingin mengikat hubungan lebih serius. Tapi melihat betapa cueknya pria itu hari ini, semakin membuat hati Susanti hancur lebur! Dia sama sekali tidak mengira kalau Samsudin akan mengelak dan menepisnya begitu saja.

“Mas Sam! Tega kamu sama aku! Mas!” Jerit Susanti seraya mengejar Samsudin.

Nardi hanya bisa melongo menatap Susanti pergi begitu saja. “Santi cemburunya sama aku, tapi begitu si Sudin lewat malah kabur ke Sudin! Dasar wanita!” Gerutunya pada dirinya sendiri.

Sekitar pukul empat sore pegawai di peternakan berpamitan pulang ke rumah masing-masing. Narti berangkat jalan kaki, karena kediamannya memang tidak terlalu jauh dari peternakan. Sementara Sarinten sudah kembali ke kediaman Darto sejak usai makan siang tadi. Wanita itu sedang menyiapkan makan malam di dapur.

Darto baru pulang dari peternakan, pria itu meletakkan topinya di gantungan ruang makan. Mendengar suara berisik di dapur, Darto segera pergi ke sana.

“Ten, masak apa kamu?” Tanyanya sambil menyentuh kedua sisi pinggang pelayan rumahnya itu dengan mesra seolah Sarinten adalah istrinya sendiri. Sarinten menggelinjang saat Darto meremas kedua sisi pinggangnya.

“Akh geli Pak..” Jawabnya sambil menyandarkan punggungnya pada dada Darto.

“Jawab dulu, Ten, masak apa? Hem?”

“Masak oseng tempe, Pak.” Sahutnya seraya menoleh ke samping kanan, Darto langsung menyesap bibir Sarinten sambil menahan sisi pipi kiri wanita itu agar menerima lumatan bibirnya. Tangan Darto yang lain sudah mengusap-usap bulu-bulu halus di balik kain tipis milik Sarinten di dalam rok wanita itu.

“Pak, aku selesaikan masakannya dulu, ya? Aku juga belum mandi, Pak.” Bujuk Sarinten pada Darto lantaran sebenarnya dia sudah sangat lelah karena harus melayani tiga pria di dalam kediaman tersebut, belum lagi buruh peternakan yang mampir ke rumah Darto selalu mengusilinya dan meminta jatah.

“Ya, sudah tapi malam nanti aku minta full! Amina kayaknya pulang telat lagi!” Gerutunya sambil mengingat wajah cantik milik istrinya Amina.

“Siap Pak, nanti Rinten layani Bapak sampai puas.” Ucapnya sambil tersenyum malu.

Darto segera menarik tangannya dari dalam celana Sarinten, saat Darto mengusap kasar tonjolan kecilnya spontan Sarinten mendadak memekik.

“Akhhh, Pak... Ssshhh, ouhhh.”

Darto sangat senang sekali mendengar rintihan manja keenakan dari bibir pelayan rumahnya tersebut. Pria berkumis tebal itu tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan lagi. Jarang-jarang dapur kediamannya bisa sepi seperti sore ini.

“Ten, katanya nanti. Tapi sekarang kok kamu sudah mendesis keenakan to?” Darto kembali menyelipkan tangannya ke dalam celana Sarinten. “Aku lepas ya Ten celanamu, sudah matikan dulu kompornya, aku buat kamu enakan sekarang.” Bisiknya pada Sarinten.

“Oukh, Pak, oukh, aaahhh.” Sarinten terpaksa meletakkan sendok penggorengan lalu memegangi tepian meja dapur. Darto duduk berjongkok di belakang bokong Sarinten, pria itu melumat organ intim pembantu rumahnya tersebut dengan penuh hasrat.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel