Bab 9
Retha tengah termenung. Memerhatikan Farrel yang sedang mengerjakan sepuluh soal Matematika yang ia buat tadi, cowok itu menurut saat Retha minta untuk belajar bersama karena lusa sudah mulai memasuki Ulangan Tengah Semester atau singkatnya, UTS.
Dengan santai dan kalem, Farrel mengerjakan soal yang Retha buat. Cowok itu tidak bertanya sama sekali, raut wajahnya biasa saja, tidak terlalu serius.
Dua belas menit berlalu, Farrel menyerahkan bukunya, menyuruh Retha mengkoreksi hasil pekerjaannya.
"Udah?" tanya Retha menyakinkan sembari menerima buku tulis bersampul warna hitam dan bertuliskan Dream come true itu.
"Udah." sahut Farrel datar.
Retha menaikkan sebelah alisnya, seakan berkata -emang bener semua?-. Namun, Farrel hanya menanggapi dengan menunjuk buku itu dengan dagunya, -cek aja-.
Sungguh, mereka mulai berinteraksi dengan telepati sekarang.
Retha membuka halaman demi halaman buku itu, mencari di mana Farrel menuliskan jawaban, dan sampailah ia pada halaman yang dicarinya.
Sepuluh soal yang tadi ia buat, kini sudah terjawab. Hanya saja, belum di uji kebenarannya.
Mata Retha mulai meneliti setiap jawaban nomor satu. Dari awal, sampai jawaban itu berakhir di angka 3.
Oke, benar satu.
Retha menandai bahwa jawaban nomor satu benar. Lanjut, matanya turun memeriksa soal nomor 2. Lagi-lagi, benar.
Oke, benar dua.
Lanjut lagi, soal nomor tiga. Sampai berakhir pada soal terakhir, nomor sepuluh.
Benar semua, hell?
"Kok bener semua?" ungkap Retha seraya menatap tidak percaya pada sepuluh jawaban yang baru saja ia periksa.
"Orang kalo bener itu seneng, kamu malah gitu." gerutu Farrel. Sudah ia buang dia belas menitnya untuk mengerjakan soal semudah upil ini, dan hasilnya di ragukan.
"Ya..." Retha menggantung ucapannya. "Seorang yang bahkan nggak pernah bawa buku, bisa jawab soal susah kayak gini?" ungkapnya bingung.
"Atau, kamu bener-bener ngeblender buku terus kamu minum?" tebak Retha asal. "Iya, iya, kamu minum jus buku beneran?!"
Farrel menoyor kepala Retha. "Emang di mata kamu, aku se bego itu?" cowok itu menggelengkan kepalanya. "Pacar macam apa."
"Rel, semua orang juga bakal kaget, kali." sanggah Retha. "Waktu kamu jawab soal di papan tulis aja, Bu Ria sampe meriksa tangan kamu, takut ada contekan."
Farrel mengingat lagi hari di mana ia berhasil membuat satu kelas kaget karena ia menjawab soal yang ada di papan tulis. Padahal, soal itu biasa saja bagi Farrel, mudah. Namun, seisi kelas sangat alay karena takjub dengan dirinya.
Belum lagi, Bu Ria memeriksa kedua tangannya, apakah terdapat contekan atau tidak. Lalu menyuruh Farrel mengeluarkan semua yang ada di kantongnya, mencari kertas kecil berupa contekan.
Namun, yang di temukan Bu Ria hanyalah uang cash senilai lima ratus ribu, dompet, kunci mobil, dan permen karet. Bukannya mendapatkan kertas contekan, ia malah menemukan harta karun.
Karena di perlakukan seperti itu, akhirnya Farrel kesal. Masa kepintarannya di ragukan, mereka semua memang jahat! Tidak berperikeFarrelan.
"Kamu nyepelein aku, dengan ngasih soal upil kayak gini?" tanya Farrel kesal.
See? Dia bilang itu soal upil! Padahal, Retha sudah membuat soal se sulit mungkin. Yang ia sendiri hampir tidak bisa menjawabnya, hampir.
"Rel, ini soal buat semester 2. Aku aja mati-matian belajar ini, kamu bilang ini....upil?" Retha menatap Farrel tidak percaya.
Farrel menaikkan sebelah alisnya. "Ini? Kamu mati-matian ngejawab soal kayak gini?" ia tertawa. "Keliatan kan, mana yang pintar beneran, mana yang abal-abal."
Hell? Abal-abal? Jadi, cowok ini mulai sombong sekarang?
"Jadi, kamu ngatain aku, bego?"
Farrel meredakan tawanya. "Kamu sendiri yang bilang, bukan aku."
"Tapi, kamu secara tersirat kamu bilang aku bego!" kesal Retha.
"Kamu sendiri yang nyimpulin gitu, sayang."
"Aku tantan kamu, ya! Kalau kamu bisa ranking 1 di rapot kelulusan nanti, aku kasih kamu apa yang kamu mau. Gitu juga sebaliknya." kata Retha menantang. Tentu saja ia berani menantang Farrel seperti ini, mana mungkin cowok itu bisa mendapatkan peringkat pertama kalau absennya bolong-bolong.
"Kamu, yakin?" Farrel tertawa remeh. "Ntar kalah, jangan nangis."
"Nggak bakal." sahut Retha ketus.
***
Six month later
Hari ini, hari kebebasan bagi seluruh murid di Indonesia, kenapa? Karena, mereka sudah terbebas dari yang namanya pelajaran dan ujian.
Ya, mereka telah usai melaksanakan Ujian Nasional. Perjuangan selama tiga tahun di Sekolah Menengah Atas, telah mereka tuntaskan dengan empat hari.
Jalanan di ramaikan oleh siswa dan sisei yang berkonvoi ria. Bercorat-coret seragam putih abu-abu mereka, padahal belum tentu mereka akan lulus.
Lulus masalah belakangan, deh. Yang penting, hepi-hepi dulu.
Begitu mungkin isi pemikiran mereka.
Berbeda dengan yang lain, sibuk berkonvoi, empat orang yang terdiri dari dua lelaki dan dua wanita, lebih memilih bersantai ria di cafe yang terletak di dekat sekolah mereka.
Bagaikan double date, mereka duduk bersama dalam satu lingkar meja. Namun, ada yang aneh dari pemandangan itu.
Bukannya duduk bersama pasangannya masing-masing, mereka malah duduk secara berkelompok. Ya, cewek dengan cewek, cowok dengan cowok.
Terlihat dua gadis itu, sedang cemberut sembari menatap cowok mereka yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Sam, Sam, lo di mana? Gue di serang nih, buruan ke tengah!!" seru Farrel dengan hebohnya.
"Bentar, bentar, Rel. Gue lagi nge-kill, gila gue pake Mia." balas Samudra tak kalah heboh.
Ya, dua orang cowok ganteng itu sedang sibuk dengan mobile legend, game yang sedang ramai di gandrungi remaja. Bukan hanya remaja, anak-anak, bahkan sampai orang dewasa juga menyukainya.
Seperti Samudra dan Farrel, merrka berdua sudah ketagihan bermain game ini. Setelah sebulan lebih game ini terhapus dari ponsel mereka, karena sang pacar yang menghapusnya secara paksa.
Akhirnya, mereka baru saja mendownload lagi, memainkan lagi dari awal, dan kembali menjadi warrior. Padahal, waktu itu pangkat Farrel sudah legend, begitu juga dengan Samudra.
"Yang ngajak ke sini siapa, yang asik sendiri siapa." gerutu Valerie kesal.
Retha mengangguk setuju. Gadis itu menyesap green tea latte kesukaannya, menatap sekilas ke arah Farrel dan Samudra yang masih sibuk dengan dunia baru mereka, kemudian menggelengkan kepala.
"Biarin aja lah, Val. Udah satu bulan mereka nggak kayak gini." sahut Retha setengah santai.
Valerie mendengus. "Pokoknya, itu game bakalan gue hapus lagi kalo Ocean peanut-in gue." dongkol Valerie.
Bayangkan saja, Samudra yang tadinya hampir setiap detik siaga untuk Valerie, tiba-tiba suka ngilang. Waktu Valerie telfon, dia malah bentak, katanya dia jadi kalah gara-gara Valerie telfon.
Tapi, marahnya Samudra nggak bertahan lama. Cowok itu tidak sadar, kalau yang menelfon itu Ibu Ratu. Beuh, Samudra langsung ke rumah Valerie, bawain cokelat dan boneka teddy bear buat nyogok Valerie, biar nggak ngambek.
Gara-gara mobile legend, nih.
Itu baru Samudra.
Kalau Farrel, beda lagi.
Waktu Farrel lagi main, tiba-tiba Retha dateng ke rumahnya. Ngajakin belajar katanya, tapi Farrel malah asik main game. Udah Retha tungguin dua jam, eh cowok itu nggak tau diri.
Retha marah, akhirnya pulang.
Terus, Farrel baru sadar. Langsung mutar otak buat bikin Retha nggak marah lagi. Segala rayuan maut, nggak mempan. Semua cara manis, apa lagi. Retha sudah kebal.
Frustasi, akhirnya Farrel bunuh diri.
Nggak deng, bercanda.
Farrel akhirnya memilih rencana Z, yang katanya cara terakhir untuk meluluhkan amarah Retha. Mau tau?
Saking liciknya, Farrel sampe pura-pura sakit! Dokter di sewa, infus beneran, sampe sebelum Retha dateng, kakinya di rendem di es batu, kepalanya di kompres air panas.
Pas Retha dateng, kaget. Ngeliat Farrel yang di infus di atas kasurnya, kepalanya panas, kakinya dingin. Persis kayak waktu di Bali.
Akhirnya, Retha nggak jadi marah lama-lama. Malah, Farrel dapet bonus, di belai Retha seharian. Mantep, kan.
Sekali lagi, ini gara-gara mobile legend.
"Ah, kalah, Sam." dongkol Farrel. Memukul keras meja di hadapannya, sampai membuat perhatian pengunjung terarah pada mereka berempat.
"Gara-gara hiatus sebulan nih, Rel. Padahal, musuhnya kayak upil." Samudra menghempaskan ponselnya ke atas meja dengan keras.
"Udah, mainnya?" sindir Valerie.
Pandangan Farrel dan Samudra beradu. Tersirat sedikit ketakutkan di antara mereka, layaknya berbicara melalui telepati, dua cowok itu menggerak-gerakan alisnya.
Farrel : mampus, nih. Singa betina bakal ngamuk
Samudra : mana kantong gue lagi tipis, nggak cukup buat beli boneka, coklat sama bunga. Gimana, nih?
Farrel : dokter sewaan gue lagi di luar negeri, yakali gue nyewa dokter beneran.
Samudra : terus, nasib kita abis ini jadi apa, bro?
"Daging cincang." ucap Farrel tanpa sadar.
Retha tengah termenung. Memerhatikan Farrel yang sedang mengerjakan sepuluh soal Matematika yang ia buat tadi, cowok itu menurut saat Retha minta untuk belajar bersama karena lusa sudah mulai memasuki Ulangan Tengah Semester atau singkatnya, UTS.
Dengan santai dan kalem, Farrel mengerjakan soal yang Retha buat. Cowok itu tidak bertanya sama sekali, raut wajahnya biasa saja, tidak terlalu serius.
Dua belas menit berlalu, Farrel menyerahkan bukunya, menyuruh Retha mengkoreksi hasil pekerjaannya.
"Udah?" tanya Retha menyakinkan sembari menerima buku tulis bersampul warna hitam dan bertuliskan Dream come true itu.
"Udah." sahut Farrel datar.
Retha menaikkan sebelah alisnya, seakan berkata -emang bener semua?-. Namun, Farrel hanya menanggapi dengan menunjuk buku itu dengan dagunya, -cek aja-.
Sungguh, mereka mulai berinteraksi dengan telepati sekarang.
Retha membuka halaman demi halaman buku itu, mencari di mana Farrel menuliskan jawaban, dan sampailah ia pada halaman yang dicarinya.
Sepuluh soal yang tadi ia buat, kini sudah terjawab. Hanya saja, belum di uji kebenarannya.
Mata Retha mulai meneliti setiap jawaban nomor satu. Dari awal, sampai jawaban itu berakhir di angka 3.
Oke, benar satu.
Retha menandai bahwa jawaban nomor satu benar. Lanjut, matanya turun memeriksa soal nomor 2. Lagi-lagi, benar.
Oke, benar dua.
Lanjut lagi, soal nomor tiga. Sampai berakhir pada soal terakhir, nomor sepuluh.
Benar semua, hell?
"Kok bener semua?" ungkap Retha seraya menatap tidak percaya pada sepuluh jawaban yang baru saja ia periksa.
"Orang kalo bener itu seneng, kamu malah gitu." gerutu Farrel. Sudah ia buang dia belas menitnya untuk mengerjakan soal semudah upil ini, dan hasilnya di ragukan.
"Ya..." Retha menggantung ucapannya. "Seorang yang bahkan nggak pernah bawa buku, bisa jawab soal susah kayak gini?" ungkapnya bingung.
"Atau, kamu bener-bener ngeblender buku terus kamu minum?" tebak Retha asal. "Iya, iya, kamu minum jus buku beneran?!"
Farrel menoyor kepala Retha. "Emang di mata kamu, aku se bego itu?" cowok itu menggelengkan kepalanya. "Pacar macam apa."
"Rel, semua orang juga bakal kaget, kali." sanggah Retha. "Waktu kamu jawab soal di papan tulis aja, Bu Ria sampe meriksa tangan kamu, takut ada contekan."
Farrel mengingat lagi hari di mana ia berhasil membuat satu kelas kaget karena ia menjawab soal yang ada di papan tulis. Padahal, soal itu biasa saja bagi Farrel, mudah. Namun, seisi kelas sangat alay karena takjub dengan dirinya.
Belum lagi, Bu Ria memeriksa kedua tangannya, apakah terdapat contekan atau tidak. Lalu menyuruh Farrel mengeluarkan semua yang ada di kantongnya, mencari kertas kecil berupa contekan.
Namun, yang di temukan Bu Ria hanyalah uang cash senilai lima ratus ribu, dompet, kunci mobil, dan permen karet. Bukannya mendapatkan kertas contekan, ia malah menemukan harta karun.
Karena di perlakukan seperti itu, akhirnya Farrel kesal. Masa kepintarannya di ragukan, mereka semua memang jahat! Tidak berperikeFarrelan.
"Kamu nyepelein aku, dengan ngasih soal upil kayak gini?" tanya Farrel kesal.
See? Dia bilang itu soal upil! Padahal, Retha sudah membuat soal se sulit mungkin. Yang ia sendiri hampir tidak bisa menjawabnya, hampir.
"Rel, ini soal buat semester 2. Aku aja mati-matian belajar ini, kamu bilang ini....upil?" Retha menatap Farrel tidak percaya.
Farrel menaikkan sebelah alisnya. "Ini? Kamu mati-matian ngejawab soal kayak gini?" ia tertawa. "Keliatan kan, mana yang pintar beneran, mana yang abal-abal."
Hell? Abal-abal? Jadi, cowok ini mulai sombong sekarang?
"Jadi, kamu ngatain aku, bego?"
Farrel meredakan tawanya. "Kamu sendiri yang bilang, bukan aku."
"Tapi, kamu secara tersirat kamu bilang aku bego!" kesal Retha.
"Kamu sendiri yang nyimpulin gitu, sayang."
"Aku tantan kamu, ya! Kalau kamu bisa ranking 1 di rapot kelulusan nanti, aku kasih kamu apa yang kamu mau. Gitu juga sebaliknya." kata Retha menantang. Tentu saja ia berani menantang Farrel seperti ini, mana mungkin cowok itu bisa mendapatkan peringkat pertama kalau absennya bolong-bolong.
"Kamu, yakin?" Farrel tertawa remeh. "Ntar kalah, jangan nangis."
"Nggak bakal." sahut Retha ketus.
***
Six month later
Hari ini, hari kebebasan bagi seluruh murid di Indonesia, kenapa? Karena, mereka sudah terbebas dari yang namanya pelajaran dan ujian.
Ya, mereka telah usai melaksanakan Ujian Nasional. Perjuangan selama tiga tahun di Sekolah Menengah Atas, telah mereka tuntaskan dengan empat hari.
Jalanan di ramaikan oleh siswa dan sisei yang berkonvoi ria. Bercorat-coret seragam putih abu-abu mereka, padahal belum tentu mereka akan lulus.
Lulus masalah belakangan, deh. Yang penting, hepi-hepi dulu.
Begitu mungkin isi pemikiran mereka.
Berbeda dengan yang lain, sibuk berkonvoi, empat orang yang terdiri dari dua lelaki dan dua wanita, lebih memilih bersantai ria di cafe yang terletak di dekat sekolah mereka.
Bagaikan double date, mereka duduk bersama dalam satu lingkar meja. Namun, ada yang aneh dari pemandangan itu.
Bukannya duduk bersama pasangannya masing-masing, mereka malah duduk secara berkelompok. Ya, cewek dengan cewek, cowok dengan cowok.
Terlihat dua gadis itu, sedang cemberut sembari menatap cowok mereka yang sedang sibuk dengan ponselnya.
"Sam, Sam, lo di mana? Gue di serang nih, buruan ke tengah!!" seru Farrel dengan hebohnya.
"Bentar, bentar, Rel. Gue lagi nge-kill, gila gue pake Mia." balas Samudra tak kalah heboh.
Ya, dua orang cowok ganteng itu sedang sibuk dengan mobile legend, game yang sedang ramai di gandrungi remaja. Bukan hanya remaja, anak-anak, bahkan sampai orang dewasa juga menyukainya.
Seperti Samudra dan Farrel, merrka berdua sudah ketagihan bermain game ini. Setelah sebulan lebih game ini terhapus dari ponsel mereka, karena sang pacar yang menghapusnya secara paksa.
Akhirnya, mereka baru saja mendownload lagi, memainkan lagi dari awal, dan kembali menjadi warrior. Padahal, waktu itu pangkat Farrel sudah legend, begitu juga dengan Samudra.
"Yang ngajak ke sini siapa, yang asik sendiri siapa." gerutu Valerie kesal.
Retha mengangguk setuju. Gadis itu menyesap green tea latte kesukaannya, menatap sekilas ke arah Farrel dan Samudra yang masih sibuk dengan dunia baru mereka, kemudian menggelengkan kepala.
"Biarin aja lah, Val. Udah satu bulan mereka nggak kayak gini." sahut Retha setengah santai.
Valerie mendengus. "Pokoknya, itu game bakalan gue hapus lagi kalo Ocean peanut-in gue." dongkol Valerie.
Bayangkan saja, Samudra yang tadinya hampir setiap detik siaga untuk Valerie, tiba-tiba suka ngilang. Waktu Valerie telfon, dia malah bentak, katanya dia jadi kalah gara-gara Valerie telfon.
Tapi, marahnya Samudra nggak bertahan lama. Cowok itu tidak sadar, kalau yang menelfon itu Ibu Ratu. Beuh, Samudra langsung ke rumah Valerie, bawain cokelat dan boneka teddy bear buat nyogok Valerie, biar nggak ngambek.
Gara-gara mobile legend, nih.
Itu baru Samudra.
Kalau Farrel, beda lagi.
Waktu Farrel lagi main, tiba-tiba Retha dateng ke rumahnya. Ngajakin belajar katanya, tapi Farrel malah asik main game. Udah Retha tungguin dua jam, eh cowok itu nggak tau diri.
Retha marah, akhirnya pulang.
Terus, Farrel baru sadar. Langsung mutar otak buat bikin Retha nggak marah lagi. Segala rayuan maut, nggak mempan. Semua cara manis, apa lagi. Retha sudah kebal.
Frustasi, akhirnya Farrel bunuh diri.
Nggak deng, bercanda.
Farrel akhirnya memilih rencana Z, yang katanya cara terakhir untuk meluluhkan amarah Retha. Mau tau?
Saking liciknya, Farrel sampe pura-pura sakit! Dokter di sewa, infus beneran, sampe sebelum Retha dateng, kakinya di rendem di es batu, kepalanya di kompres air panas.
Pas Retha dateng, kaget. Ngeliat Farrel yang di infus di atas kasurnya, kepalanya panas, kakinya dingin. Persis kayak waktu di Bali.
Akhirnya, Retha nggak jadi marah lama-lama. Malah, Farrel dapet bonus, di belai Retha seharian. Mantep, kan.
Sekali lagi, ini gara-gara mobile legend.
"Ah, kalah, Sam." dongkol Farrel. Memukul keras meja di hadapannya, sampai membuat perhatian pengunjung terarah pada mereka berempat.
"Gara-gara hiatus sebulan nih, Rel. Padahal, musuhnya kayak upil." Samudra menghempaskan ponselnya ke atas meja dengan keras.
"Udah, mainnya?" sindir Valerie.
Pandangan Farrel dan Samudra beradu. Tersirat sedikit ketakutkan di antara mereka, layaknya berbicara melalui telepati, dua cowok itu menggerak-gerakan alisnya.
Farrel : mampus, nih. Singa betina bakal ngamuk
Samudra : mana kantong gue lagi tipis, nggak cukup buat beli boneka, coklat sama bunga. Gimana, nih?
Farrel : dokter sewaan gue lagi di luar negeri, yakali gue nyewa dokter beneran.
Samudra : terus, nasib kita abis ini jadi apa, bro?
"Daging cincang." ucap Farrel tanpa sadar.