Pustaka
Bahasa Indonesia

Boy (FRIEND)

78.0K · Tamat
Libra Girl
30
Bab
997
View
7.0
Rating

Ringkasan

Masih tentang Aretha si perfect princess dan Farrel si troublemaker boy.

TeenfictionKampusCinta Pada Pandangan PertamaSweetBaper

Bab 1

Farrel meringis karena terus mendapatkan pelototan tajam dari Retha. Sekarang sudah jam istirahat kedua, dan mereka sedang berada di kantin. Duduk berdua berhadapan, dengan Retha yang terus menatapnnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Kenapa, sih? Ngeliatin aku kayak gitu?" tanya Farrel yang sudah mulai risih.

Retha terus menatap Farrel dengan tajam. "Kamu siapa?!"

Mendengar itu, tentu saja membuat Farrel bingung. Pasalnya, pertanyaan yang Retha lontarkan kurang masuk di akal.

"Aku siapa?" tanya Farrel mengulang pertanyaan Retha.

"Iya, kamu siapa?!" tanyanya lagi dengan berapi-api.

"Cowok terganteng sedunia."

"Tuh, kan!" pekik Retha yang langsung bangkit dari kursinya. "Kamu pasti bukan Farrel! Ngaku! Kamu siapa?!"

"Re, apaan sih! Duduk!" ucap Farrel setengah berbisik.

Lagi, dirinya dan Retha menjadi pusat perhatian. Namun, kali ini bukan karena Farrel. Retha sendiri yang memancing orang-orang untuk memperhatikan mereka berdua.

"Aku harus ruqiyah tubuh Farrel, biar kamu keluar!" bisik Retha setengah mengancam.

Farrel menatap Retha tidak percaya. "Ruqiyah apaan, sih? Emang kamu kira aku kesurupan?"

"Udah jelas kamu kesurupan! Dan, kamu sembunyiin dimana roh Farrel? Atau, roh Farrel sekarang lagi ada di sekitar sini? Farrel?!" Retha celingak celinguk ke kanan dan kiri seperti orang gila.

"Kamu kebanyakan makan film insidious." cibir Farrel.

Retha menatap Farrel dengan tatapan tidak suka. "Eh, jin. Film itu di tonton, bukan di makan."

Farrel mengusap wajahnya gusar. "Retha, ini Farrel. Farrel Manggala Wdyatmaja, pacarnya Aretha Maharani. Bukan arwah atau jin dari Bali."

"Boong! Kalau kamu Farrel, kamu nggak bakalan bisa jawab soal tadi!" hardik Retha terus menerus.

Dan, terjawab lah sudah semua sikap Retha beberapa menit terakhir. Rupanya, ini karena Farrel yang sudah lama tidak menggunakan otaknya dan tiba-tiba tampil sebagai bintang kelas yang baru.

"Cuman gara-gara soal yang tadi?" tanya Farrel meyakinkan.

Retha menganggukan kepalanya.

Saat itu juga, Farrel langsung tertawa. Cowok itu menatap Retha dengan tatapan geli. Membuat Retha bingung dan semakin yakin dengan spekulasinya bahwa Farrel kerasukan setan Bali.

"Pulang sekolah harus di ruqiyah, nih." gumam Retha.

"Ruqiyah, ruqiyah. Seenak jidat." cibir Farrel yang mendengar gumaman Retha. "Lagian, emang aku dasarnya pinter, kok. Kamu aja yang nggak tau." tuturnya dengan percaya diri.

Retha menaikkan sebelah alisnya. "He to the Lo. Kapan-kapan kamu pinter."

"Dari lahir."

"Idih, nih ya, kalau kamu bisa masuk rangking 10 besar, aku kasih satu permintaan." tantang Retha.

Farrel menaikkan sebelah alisnya. "10 besar doang? Kecil."

"Kalo gagal, aku yang minta satu permintaan."

"Oke."

*****

Sepertinya hari ini Retha terlalu banyak di kejutkan oleh hal-hal yang aneh.

Mulai dari Farrel yang mau sekolah pagi-pagi, Farrel yang ada di semua berita gosip, Farrel yang tiba-tiba menjadi pintar, dan sekarang, Farrel benar-benar menepati perkataannya.

Di hadapan Retha, sebuah lamborghini hitam milik Farrel sudah terparkir rapi. Menggantikan motor ninja yang Farrel gunakan untuk menjemputnya tadi pagi.

"Ayo masuk," ucap Farrel yang sudah membukakan pintu untuk gadisnya itu.

Retha bergeming, masih terpaku dengan apa yang Farrel lakukan.

"Re," panggil Farrel.

"Ya?" sahut Retha kikuk.

"Masuk."

"Masuk ke mana?"

Farrel memutar bola matanya malas. "Masuk ke mobil ini, se.ka.rang."

"Emang mau kemana?"

Retha bodoh mode on.

"Pulang, sayang."

Retha menganggukan kepalanya dan segera masuk ke dalam mobil Farrel. Gadis itu duduk terdiam, sampai Farrel menjalankan mobilnya.

Farrel melirik Retha dari sudut matanya, cewek ini terlihat berbeda. Biasanya akan cerewet seperti singa yang belum di beri makan, namun kali ini Retha kalem.

"Tumben jinak," komentar Farrel. "Nggak laper?"

Retha menggelengkan kepalanya. "Diet."

"Apa yang mau di dietin?" tanya Farrel bingung. "Badan kamu udah kurus gitu, mau dikecilin sampe mana lagi? Biar keliatan kayak orang kurang gizi?"

Retha mengerucutkan bibirnya. "Aku gendutan tau. Gara-gara kamu, nih. Ngajakin makan malem-malem mulu."

"Kamu harusnya bersyukur, berarti kamu bahagia pacaran sama aku. Coba kalo kamu kurusan, orang bisa ngira kamu nggak bahagia."

Retha memutar bola matanya malas. "Iyain."

Farrel terkekeh, cowok itu mengusap puncak kepala Retha dengan sayang. "Apa adanya aja, aku tetep sayang, kok."

Selalu saja. Pipi Retha memanas karena terus-terusan di gombali. Mau sesering apapun Farrel menggodanya, Retha tetap tidak bisa kebal.

"Kalo misalnya badan aku bulet banget, pasti kamu juga bakalan malu."

"Enggak, lah." jawab Farrel yakin.

"Kenapa enggak?" tanya Retha.

"Kan badan kamu bulet gara-gara mengandung anak kita." Farrel tersenyum seraya menatap jalanan di hadapannya. "Pasti kamu cewek yang paling sexy."

"Farrel, apaan sih. Jauh banget mikirnya!" kilah Retha salah tingkah.

Farrel terkekeh. "Lagian, kamu juga. Badan kurus kayak tusuk sate gitu, kapan-kapan bisa gendut."

"Ya bisa, lah. Kamu tiap jalan ngajaknya makan mulu, ntar pas kita dua bulan badan aku ikutan naik 20 kilo." ucap Retha malas.

"Yaudah." balas Farrel santai.

"Yaudah apaan?"

"Yaudah, gendut."

"Farrel!"

******

Sehabis mengantar Retha pulang ke rumahnya, Farrel tidak langsung kembali ke rumah. Cowok itu melajukan mobilnya, ke sebuah tempat yang sudah lama tidak ia sambangi.

Satu jam perjalanan, Farrel akhirnya sampai di sebuah rumah megah yang terletak jauh dari hiruk pikuk kota.

Rumah ini terletak di daerah puncak, yang sangat sedikit penduduknya. Bahkan, disini hanya ada satu rumah.

Farrel memarkirkan mobilnya tepat di hadapan rumah tidak berpagar itu. Dengan santai, Farrel melangkahkan kakinya menuju taman belakang yang cukup luas.

Rumah ini sangat sepi. Sama seperti satu tahun yang lalu. Tidak ada yang berubah, hanya saja sudah tidak ada penghuninya.

Farrel menjejakan kakinya di hamparan rerumputan hijau yang begitu luas. Cowok itu menjongkokan tubuhnya, memegang sebuah batu nisan yang tercetak nama seseorang.

Farrel tersenyum, setelahnya hendak meneteskan air mata.

Farrel sangat merindukan seseorang yang berada di dalam gundukan tanah itu. Tangan Farrel tergerak untuk mengusap nisan yang bertuliskan seseorang yang amat di sayanginya.

"Apa kabar?" ucap Farrel pada angin kosong di hadapannya.

Tentu saja tidak ada yang menyahut. Tidak ada siapapun di sini, hanya ada sebuah gundukan tanah berisi jenazah seseorang yang sangat berarti di dalam hidupnya.

"Gue kangen sama lo." lagi, Farrel berucap pada nisan di hadapannya. "Sebelumnya, gue pengen cepet-cepet nyusul lo."

"Kata orang, semakin cepat gue macu kendaaam gue maka semakin cepat juga gue dekat sama Tuhan. Kalo gue dekat sama Tuhan, berarti gue juga dekat sama lo, kan?"

"Tapi, gue selalu aman. Mau sekencang apapun gue bawa motor, tetep aja selamat." Farrel tertawa getir.

"Sekarang, kayaknya gue punya alasan lagi buat hidup." Farrel tersenyum. "Namanya Retha, cewek gue."

"Gue juga nggak tau, kenapa hati gue bisa jatuh ke dia. Padahal, awalnya gue kesel banget. Eh, malah cinta." katanya seraya tertawa. "Bener kata lo. Benci bisa jadi cinta."

Tanpa sadar, Farrel menghabiskan waktunya seharian di tempat itu. Ia terlalu asyik bercerita pada makam yang sudah lama tidak ia kunjungi, makam orang yang paling ia sayangi.

"Kayaknya gue harus balik." pamit Farrel sembari bangkit dari jongkoknya. "Gue kangen lo. See you again."

Farrel meringis karena terus mendapatkan pelototan tajam dari Retha. Sekarang sudah jam istirahat kedua, dan mereka sedang berada di kantin. Duduk berdua berhadapan, dengan Retha yang terus menatapnnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Kenapa, sih? Ngeliatin aku kayak gitu?" tanya Farrel yang sudah mulai risih.

Retha terus menatap Farrel dengan tajam. "Kamu siapa?!"

Mendengar itu, tentu saja membuat Farrel bingung. Pasalnya, pertanyaan yang Retha lontarkan kurang masuk di akal.

"Aku siapa?" tanya Farrel mengulang pertanyaan Retha.

"Iya, kamu siapa?!" tanyanya lagi dengan berapi-api.

"Cowok terganteng sedunia."

"Tuh, kan!" pekik Retha yang langsung bangkit dari kursinya. "Kamu pasti bukan Farrel! Ngaku! Kamu siapa?!"

"Re, apaan sih! Duduk!" ucap Farrel setengah berbisik.

Lagi, dirinya dan Retha menjadi pusat perhatian. Namun, kali ini bukan karena Farrel. Retha sendiri yang memancing orang-orang untuk memperhatikan mereka berdua.

"Aku harus ruqiyah tubuh Farrel, biar kamu keluar!" bisik Retha setengah mengancam.

Farrel menatap Retha tidak percaya. "Ruqiyah apaan, sih? Emang kamu kira aku kesurupan?"

"Udah jelas kamu kesurupan! Dan, kamu sembunyiin dimana roh Farrel? Atau, roh Farrel sekarang lagi ada di sekitar sini? Farrel?!" Retha celingak celinguk ke kanan dan kiri seperti orang gila.

"Kamu kebanyakan makan film insidious." cibir Farrel.

Retha menatap Farrel dengan tatapan tidak suka. "Eh, jin. Film itu di tonton, bukan di makan."

Farrel mengusap wajahnya gusar. "Retha, ini Farrel. Farrel Manggala Wdyatmaja, pacarnya Aretha Maharani. Bukan arwah atau jin dari Bali."

"Boong! Kalau kamu Farrel, kamu nggak bakalan bisa jawab soal tadi!" hardik Retha terus menerus.

Dan, terjawab lah sudah semua sikap Retha beberapa menit terakhir. Rupanya, ini karena Farrel yang sudah lama tidak menggunakan otaknya dan tiba-tiba tampil sebagai bintang kelas yang baru.

"Cuman gara-gara soal yang tadi?" tanya Farrel meyakinkan.

Retha menganggukan kepalanya.

Saat itu juga, Farrel langsung tertawa. Cowok itu menatap Retha dengan tatapan geli. Membuat Retha bingung dan semakin yakin dengan spekulasinya bahwa Farrel kerasukan setan Bali.

"Pulang sekolah harus di ruqiyah, nih." gumam Retha.

"Ruqiyah, ruqiyah. Seenak jidat." cibir Farrel yang mendengar gumaman Retha. "Lagian, emang aku dasarnya pinter, kok. Kamu aja yang nggak tau." tuturnya dengan percaya diri.

Retha menaikkan sebelah alisnya. "He to the Lo. Kapan-kapan kamu pinter."

"Dari lahir."

"Idih, nih ya, kalau kamu bisa masuk rangking 10 besar, aku kasih satu permintaan." tantang Retha.

Farrel menaikkan sebelah alisnya. "10 besar doang? Kecil."

"Kalo gagal, aku yang minta satu permintaan."

"Oke."

*****

Sepertinya hari ini Retha terlalu banyak di kejutkan oleh hal-hal yang aneh.

Mulai dari Farrel yang mau sekolah pagi-pagi, Farrel yang ada di semua berita gosip, Farrel yang tiba-tiba menjadi pintar, dan sekarang, Farrel benar-benar menepati perkataannya.

Di hadapan Retha, sebuah lamborghini hitam milik Farrel sudah terparkir rapi. Menggantikan motor ninja yang Farrel gunakan untuk menjemputnya tadi pagi.

"Ayo masuk," ucap Farrel yang sudah membukakan pintu untuk gadisnya itu.

Retha bergeming, masih terpaku dengan apa yang Farrel lakukan.

"Re," panggil Farrel.

"Ya?" sahut Retha kikuk.

"Masuk."

"Masuk ke mana?"

Farrel memutar bola matanya malas. "Masuk ke mobil ini, se.ka.rang."

"Emang mau kemana?"

Retha bodoh mode on.

"Pulang, sayang."

Retha menganggukan kepalanya dan segera masuk ke dalam mobil Farrel. Gadis itu duduk terdiam, sampai Farrel menjalankan mobilnya.

Farrel melirik Retha dari sudut matanya, cewek ini terlihat berbeda. Biasanya akan cerewet seperti singa yang belum di beri makan, namun kali ini Retha kalem.

"Tumben jinak," komentar Farrel. "Nggak laper?"

Retha menggelengkan kepalanya. "Diet."

"Apa yang mau di dietin?" tanya Farrel bingung. "Badan kamu udah kurus gitu, mau dikecilin sampe mana lagi? Biar keliatan kayak orang kurang gizi?"

Retha mengerucutkan bibirnya. "Aku gendutan tau. Gara-gara kamu, nih. Ngajakin makan malem-malem mulu."

"Kamu harusnya bersyukur, berarti kamu bahagia pacaran sama aku. Coba kalo kamu kurusan, orang bisa ngira kamu nggak bahagia."

Retha memutar bola matanya malas. "Iyain."

Farrel terkekeh, cowok itu mengusap puncak kepala Retha dengan sayang. "Apa adanya aja, aku tetep sayang, kok."

Selalu saja. Pipi Retha memanas karena terus-terusan di gombali. Mau sesering apapun Farrel menggodanya, Retha tetap tidak bisa kebal.

"Kalo misalnya badan aku bulet banget, pasti kamu juga bakalan malu."

"Enggak, lah." jawab Farrel yakin.

"Kenapa enggak?" tanya Retha.

"Kan badan kamu bulet gara-gara mengandung anak kita." Farrel tersenyum seraya menatap jalanan di hadapannya. "Pasti kamu cewek yang paling sexy."

"Farrel, apaan sih. Jauh banget mikirnya!" kilah Retha salah tingkah.

Farrel terkekeh. "Lagian, kamu juga. Badan kurus kayak tusuk sate gitu, kapan-kapan bisa gendut."

"Ya bisa, lah. Kamu tiap jalan ngajaknya makan mulu, ntar pas kita dua bulan badan aku ikutan naik 20 kilo." ucap Retha malas.

"Yaudah." balas Farrel santai.

"Yaudah apaan?"

"Yaudah, gendut."

"Farrel!"

******

Sehabis mengantar Retha pulang ke rumahnya, Farrel tidak langsung kembali ke rumah. Cowok itu melajukan mobilnya, ke sebuah tempat yang sudah lama tidak ia sambangi.

Satu jam perjalanan, Farrel akhirnya sampai di sebuah rumah megah yang terletak jauh dari hiruk pikuk kota.

Rumah ini terletak di daerah puncak, yang sangat sedikit penduduknya. Bahkan, disini hanya ada satu rumah.

Farrel memarkirkan mobilnya tepat di hadapan rumah tidak berpagar itu. Dengan santai, Farrel melangkahkan kakinya menuju taman belakang yang cukup luas.

Rumah ini sangat sepi. Sama seperti satu tahun yang lalu. Tidak ada yang berubah, hanya saja sudah tidak ada penghuninya.

Farrel menjejakan kakinya di hamparan rerumputan hijau yang begitu luas. Cowok itu menjongkokan tubuhnya, memegang sebuah batu nisan yang tercetak nama seseorang.

Farrel tersenyum, setelahnya hendak meneteskan air mata.

Farrel sangat merindukan seseorang yang berada di dalam gundukan tanah itu. Tangan Farrel tergerak untuk mengusap nisan yang bertuliskan seseorang yang amat di sayanginya.

"Apa kabar?" ucap Farrel pada angin kosong di hadapannya.

Tentu saja tidak ada yang menyahut. Tidak ada siapapun di sini, hanya ada sebuah gundukan tanah berisi jenazah seseorang yang sangat berarti di dalam hidupnya.

"Gue kangen sama lo." lagi, Farrel berucap pada nisan di hadapannya. "Sebelumnya, gue pengen cepet-cepet nyusul lo."

"Kata orang, semakin cepat gue macu kendaaam gue maka semakin cepat juga gue dekat sama Tuhan. Kalo gue dekat sama Tuhan, berarti gue juga dekat sama lo, kan?"

"Tapi, gue selalu aman. Mau sekencang apapun gue bawa motor, tetep aja selamat." Farrel tertawa getir.

"Sekarang, kayaknya gue punya alasan lagi buat hidup." Farrel tersenyum. "Namanya Retha, cewek gue."

"Gue juga nggak tau, kenapa hati gue bisa jatuh ke dia. Padahal, awalnya gue kesel banget. Eh, malah cinta." katanya seraya tertawa. "Bener kata lo. Benci bisa jadi cinta."

Tanpa sadar, Farrel menghabiskan waktunya seharian di tempat itu. Ia terlalu asyik bercerita pada makam yang sudah lama tidak ia kunjungi, makam orang yang paling ia sayangi.

"Kayaknya gue harus balik." pamit Farrel sembari bangkit dari jongkoknya. "Gue kangen lo. See you again."