Bab 6
"Jadi, ini ya, acara yang lo bilang lebih penting daripada ngurusin pensi?"
Seketika, tubuh Retha mematung. Ia sudah tahu siapa orang yang berbicara di belakangnya saat ini, di tengah keramaian mall yang sedang disesaki para pengunjung karena ini hari Sabtu atau weekend.
Retha membalikan tubuhnya pelan, sedikit tersenyum kaku pada dua orang yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Radit dengan taapan kecewa, sedangkan Cindy dengan tatapan sinis.
"Emang, dasar nggak becus. Pensi aja sampe di lupain, malah milih cowok." ujar Cindy sinis.
Farrel yang berada di samping Retha, merasa tidak terima karena gadisnya sedang di hakimi. Apa lagi di hadapannya adalah Radit, musuhnya dari kelas sepuluh.
"Terus, kalo dia jalan sama gue, kenapa?" tanya Farrel dengan alisnya yang terangkat satu.
"Ya, dia kan wakil gue buat acara pensi. Harusnya, Retha professional, dong. Bisa ngebagi waktu urusan pribadi dan sekolah." balas Radit sengit.
Farrel terkekeh sinis. "Professional? Lo mikir, dong. Dia cuman wakil lo, tapi tugasnya kayak jadi koordinasi seksi acara, lo ketuanya becus nggak sih ngebagi kerjaan? Terus, kerjaan lo apaan?"
"Kerjaan gue?" tanya Radit. "Ya, gue yang ngatur mereka, lah. Mimpin mereka, ngekoordinasi semuanya sampe bisa hampir perfect kayak gini."
"Cuman mimpin?" tanya Farrel merendahkan. "Dan, lo ngebiarin wakil lo, ah, cewek gue ini ngerekap dua tugas? Enak banget hidup lo."
Retha meremas lengan Farrel. "Rel, udah. Aku yang salah, tadi aku bohong.."
"See? Dia ngaku, dia yang salah." ucap Cindy geregetan.
"Diem." Farrel menatap Cindy dengan tajam dan langsung membuat gadis itu bungkam.
"Seharusnya lo bilang, Tha, kalo nggak mau nemenin gue nyari PO. Nggak usah bohong." ucap Radit dangan raut wajah kecewa.
"Nyari PO?" sanggah Farrel. "Kalo lo mai nyari PO, lo ngapain ke sini? Lo mau nyari PO atau mau nge-date?"
"Bukan gue yang mau ke sini, Cindy yang ngajak." balas Radit kesal.
"Ya, terus. Kenapa lo mau?"
"Kata siapa gue mau? Dia maksa gue." kilah Radit.
"Maksa?" Farrel berdecak. "Nggak ada yang namanya maksa, cuman ada mau atau enggak. Mau di paksa kayak gimana, kalo pada dasarnya nggak mau ya tetep nggak mau. Gitu juga sebaliknya, dan sekarang yang gue lihat lo bukan di paksa."
"Radit, kok kamu malah nyalahin aku?" celetuk Cindy dengan nada sedikit merajuk. "Kan, tadi kamu yang ngajakin ke sini. Katanya nyari PO kita tunda, kamu mau refreshing."
Skakmat.
Farrel menatap Radit dengan tatapan meremehkan, sedangkan Retha, cewek itu balas menatap Radit dengan tatapan kecewa.
"Aku rasa, professional udah nggak berlaku di sini." Retha langsung menarik Farrel menjauh.
Radit mengepalkan tangannya, menatap Cindy dengan tatapan kesalnya.
"Mulut lo, nggak bisa di rem?" ujarnya kesal.
"Yakali, gue diem aja sementara lo jelek-jelekin gue." balas Cindy tidak terima.
"Lo bisa nyeletuk yang lain, kan?!"
"Mana bisa, emang kenyataannya lo yang ngajak gue ke sini. Sorry, ya, gue nggak mau terlihat kayak cewek kegatelan." ucap Cindy dan langsung meninggalkan Radit sendiri.
"Farrel sialan!" gumam Radit.
***
Hening, suasana mobil Farrel. Baik Retha maupun Farrel, keduanya sama-sama diam. Terlihat raut kesal di wajah Farrel, sedangkan Retha, gadis itu takut, takut kalau Farrel marah.
Dengan segala keberaniannya, Retha akhirnya memulai percakapan.
"Farrel..?" panggilnya pelan.
"Apa," sahut Farrel datar. Cowok itu masih fokus menatap jalanan di hadapannya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Retha.
"Kamu, marah?" tanya Retha dengan ragu. Namun, gadis itu yakin seratus persen kalau jawaban Farrel adalah iya.
"Marah kenapa." lagi, Farrel tidak menoleh.
"Marah aja, gitu.." ucap Retha dengan bodohnya.
"Ngapain aku harus marah?" tanya Farrel yang kini menoleh sebentar ke arah Retha, namun cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya lagi ke depan.
Retha menggigit bawahnya. "Kamu kenapa, sih?" tanyanya pelan.
"Aku? Kenapa?" tanya Farrel yang semakin membuat Retha bingung.
"Kamu kenapa, sih? Kok judes, terus nggak jelas?" tanya Retha bingung.
"Kamu pikir sendiri aja, lah."
Retha menatap Farrel dengan tatapan bingungnya. Farrel kenapa, sih? Tiba-tiba jadi judes seperti ini, ah, Retha jadi tau seperti apa perasaan Farrel saat ia ngambek tidak jelas.
Rupanya ini menyakitkan. Retha sudah merasakannya sendiri, dan tidak ingin terulang lagi.
"Farrel.." panggil Retha pelan. "Menjadi sulit di mengerti dan tidak jelas itu urusan cewek, bukan cowok."
"Emang aku sulit di mengerti?" tanya Farrel datar.
Retha mengangguk, dan Farrel menyunggingkan senyuman miringnya. "Aku nggak suka kamu bohong, kamu nggak ngerti, ya?"
Mendengar itu, alis Retha terangkat satu. "Emang aku bohong soal apa?" Retha berfikir keras, mencari-cari kapan ia berbohong dengan cowok itu.
"Kamu bohong ke Radit, kenapa kamu nggak jujur aja kalau kamu jalan sama aku?"
"Farrel, aku nggak bohong sama Radit. Aku bilang sama dia kalau aku ada acara penting, dan acara penting itu sama kamu karena emang kamu itu penting. So, di mana letak kebohongan aku?" jelas Retha panjang lebar. Tentu saja Retha cuman ngeles, jelas-jelas tadi dia bilang sama Radit kalau acaranya bukan sama Farrel.
"Yaudah, maafin aku, ya?"
"It's okay." Retha menghembuskan nafasnya lega.
***
Seminggu kemudian
Acara pensi sekolah berlangsung sukses. Semua ini berkat kerja sama team penyusun acara yang baik, bahkan, sekolah lain yang ikut menjadi tamu, terkagum-kagum dengan penampilan dari murid-murid SMA Golden.
Penampilan terakhir, akan di tutup oleh Retha yang untuk pertama kalinya menyanyi di atas panggung dan di saksikan oleh seluruh warga SMA Golden serta para tamu.
Retha akan membawakan lagu Counting Star dari One Republik.

Lately I've been, I've been losing sleep
Dreaming about the thing's that we could be
But baby I've been, I've been praying hard
Say no more counting dollar's, we'll be, we'll be counting stars
Langsung saja riuh tepuk tangan menggema menyoraki Retha yang sedang menyanyi dengan baiknya di atas panggung.
Semua mata terpana, melihat penampilan Retha yang begitu energik di atas panggung. Sangat berbeda dengan Retha yang selama ini mereka kenal kalem dan lembut saat sedang mengobati pasien di UKS.
Begitu lagu itu selesai, para penonton berseru meminta Retha menyanyi sekali lagi. Saking senangnya mereka melihat dan mendengar penampilan Retha barusan, begitu juga dengan Farrel.
Cowok itu ternganga karena melihat penampilan gadisnya di aas panggung. Begitu berani dan sangat cantik! Astaga, Retha harusnya tidak tampil. Lihat saja sekarang, pandangan para lelaki semua mengarah padanya dengan tatapan kagum.
"RETHAAAAAA..."
"KAK RETHA, LAGI!!!"
"RETHA I LOVE YOU."
"LAGI, LAGI, LAGI, LAGI."
Bagitu lah riuh para penonton yang dominan adalah kaum adam. Mereka bertepuk tangan dan berteriak meminta untuk Retha menyanyi lagi.
Retha mengambil lagi mic yang ia letakan, dan mengarahkan ke depan bibirnya.
"LAGI?!" teriak Retha dan langsung mendapatkan teriakan iya dari penonton. "KURANG KERAS, LAGI?!"
"LAGI!!!" sahut sekitar seribu orang yang berada di lapangan basket SMA Golden malam itu.
Lagi, musik kembali mengalun. Kali ini, lagu milik Bruno Mars- uptown funk yang menjadi pilihan Retha dan pak Chris selaku guru seni Budaya yang berduet dengannya serta band yang mengiringinya.
"Jadi, ini ya, acara yang lo bilang lebih penting daripada ngurusin pensi?"
Seketika, tubuh Retha mematung. Ia sudah tahu siapa orang yang berbicara di belakangnya saat ini, di tengah keramaian mall yang sedang disesaki para pengunjung karena ini hari Sabtu atau weekend.
Retha membalikan tubuhnya pelan, sedikit tersenyum kaku pada dua orang yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Radit dengan taapan kecewa, sedangkan Cindy dengan tatapan sinis.
"Emang, dasar nggak becus. Pensi aja sampe di lupain, malah milih cowok." ujar Cindy sinis.
Farrel yang berada di samping Retha, merasa tidak terima karena gadisnya sedang di hakimi. Apa lagi di hadapannya adalah Radit, musuhnya dari kelas sepuluh.
"Terus, kalo dia jalan sama gue, kenapa?" tanya Farrel dengan alisnya yang terangkat satu.
"Ya, dia kan wakil gue buat acara pensi. Harusnya, Retha professional, dong. Bisa ngebagi waktu urusan pribadi dan sekolah." balas Radit sengit.
Farrel terkekeh sinis. "Professional? Lo mikir, dong. Dia cuman wakil lo, tapi tugasnya kayak jadi koordinasi seksi acara, lo ketuanya becus nggak sih ngebagi kerjaan? Terus, kerjaan lo apaan?"
"Kerjaan gue?" tanya Radit. "Ya, gue yang ngatur mereka, lah. Mimpin mereka, ngekoordinasi semuanya sampe bisa hampir perfect kayak gini."
"Cuman mimpin?" tanya Farrel merendahkan. "Dan, lo ngebiarin wakil lo, ah, cewek gue ini ngerekap dua tugas? Enak banget hidup lo."
Retha meremas lengan Farrel. "Rel, udah. Aku yang salah, tadi aku bohong.."
"See? Dia ngaku, dia yang salah." ucap Cindy geregetan.
"Diem." Farrel menatap Cindy dengan tajam dan langsung membuat gadis itu bungkam.
"Seharusnya lo bilang, Tha, kalo nggak mau nemenin gue nyari PO. Nggak usah bohong." ucap Radit dangan raut wajah kecewa.
"Nyari PO?" sanggah Farrel. "Kalo lo mai nyari PO, lo ngapain ke sini? Lo mau nyari PO atau mau nge-date?"
"Bukan gue yang mau ke sini, Cindy yang ngajak." balas Radit kesal.
"Ya, terus. Kenapa lo mau?"
"Kata siapa gue mau? Dia maksa gue." kilah Radit.
"Maksa?" Farrel berdecak. "Nggak ada yang namanya maksa, cuman ada mau atau enggak. Mau di paksa kayak gimana, kalo pada dasarnya nggak mau ya tetep nggak mau. Gitu juga sebaliknya, dan sekarang yang gue lihat lo bukan di paksa."
"Radit, kok kamu malah nyalahin aku?" celetuk Cindy dengan nada sedikit merajuk. "Kan, tadi kamu yang ngajakin ke sini. Katanya nyari PO kita tunda, kamu mau refreshing."
Skakmat.
Farrel menatap Radit dengan tatapan meremehkan, sedangkan Retha, cewek itu balas menatap Radit dengan tatapan kecewa.
"Aku rasa, professional udah nggak berlaku di sini." Retha langsung menarik Farrel menjauh.
Radit mengepalkan tangannya, menatap Cindy dengan tatapan kesalnya.
"Mulut lo, nggak bisa di rem?" ujarnya kesal.
"Yakali, gue diem aja sementara lo jelek-jelekin gue." balas Cindy tidak terima.
"Lo bisa nyeletuk yang lain, kan?!"
"Mana bisa, emang kenyataannya lo yang ngajak gue ke sini. Sorry, ya, gue nggak mau terlihat kayak cewek kegatelan." ucap Cindy dan langsung meninggalkan Radit sendiri.
"Farrel sialan!" gumam Radit.
***
Hening, suasana mobil Farrel. Baik Retha maupun Farrel, keduanya sama-sama diam. Terlihat raut kesal di wajah Farrel, sedangkan Retha, gadis itu takut, takut kalau Farrel marah.
Dengan segala keberaniannya, Retha akhirnya memulai percakapan.
"Farrel..?" panggilnya pelan.
"Apa," sahut Farrel datar. Cowok itu masih fokus menatap jalanan di hadapannya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Retha.
"Kamu, marah?" tanya Retha dengan ragu. Namun, gadis itu yakin seratus persen kalau jawaban Farrel adalah iya.
"Marah kenapa." lagi, Farrel tidak menoleh.
"Marah aja, gitu.." ucap Retha dengan bodohnya.
"Ngapain aku harus marah?" tanya Farrel yang kini menoleh sebentar ke arah Retha, namun cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya lagi ke depan.
Retha menggigit bawahnya. "Kamu kenapa, sih?" tanyanya pelan.
"Aku? Kenapa?" tanya Farrel yang semakin membuat Retha bingung.
"Kamu kenapa, sih? Kok judes, terus nggak jelas?" tanya Retha bingung.
"Kamu pikir sendiri aja, lah."
Retha menatap Farrel dengan tatapan bingungnya. Farrel kenapa, sih? Tiba-tiba jadi judes seperti ini, ah, Retha jadi tau seperti apa perasaan Farrel saat ia ngambek tidak jelas.
Rupanya ini menyakitkan. Retha sudah merasakannya sendiri, dan tidak ingin terulang lagi.
"Farrel.." panggil Retha pelan. "Menjadi sulit di mengerti dan tidak jelas itu urusan cewek, bukan cowok."
"Emang aku sulit di mengerti?" tanya Farrel datar.
Retha mengangguk, dan Farrel menyunggingkan senyuman miringnya. "Aku nggak suka kamu bohong, kamu nggak ngerti, ya?"
Mendengar itu, alis Retha terangkat satu. "Emang aku bohong soal apa?" Retha berfikir keras, mencari-cari kapan ia berbohong dengan cowok itu.
"Kamu bohong ke Radit, kenapa kamu nggak jujur aja kalau kamu jalan sama aku?"
"Farrel, aku nggak bohong sama Radit. Aku bilang sama dia kalau aku ada acara penting, dan acara penting itu sama kamu karena emang kamu itu penting. So, di mana letak kebohongan aku?" jelas Retha panjang lebar. Tentu saja Retha cuman ngeles, jelas-jelas tadi dia bilang sama Radit kalau acaranya bukan sama Farrel.
"Yaudah, maafin aku, ya?"
"It's okay." Retha menghembuskan nafasnya lega.
***
Seminggu kemudian
Acara pensi sekolah berlangsung sukses. Semua ini berkat kerja sama team penyusun acara yang baik, bahkan, sekolah lain yang ikut menjadi tamu, terkagum-kagum dengan penampilan dari murid-murid SMA Golden.
Penampilan terakhir, akan di tutup oleh Retha yang untuk pertama kalinya menyanyi di atas panggung dan di saksikan oleh seluruh warga SMA Golden serta para tamu.
Retha akan membawakan lagu Counting Star dari One Republik.

Lately I've been, I've been losing sleep
Dreaming about the thing's that we could be
But baby I've been, I've been praying hard
Say no more counting dollar's, we'll be, we'll be counting stars
Langsung saja riuh tepuk tangan menggema menyoraki Retha yang sedang menyanyi dengan baiknya di atas panggung.
Semua mata terpana, melihat penampilan Retha yang begitu energik di atas panggung. Sangat berbeda dengan Retha yang selama ini mereka kenal kalem dan lembut saat sedang mengobati pasien di UKS.
Begitu lagu itu selesai, para penonton berseru meminta Retha menyanyi sekali lagi. Saking senangnya mereka melihat dan mendengar penampilan Retha barusan, begitu juga dengan Farrel.
Cowok itu ternganga karena melihat penampilan gadisnya di aas panggung. Begitu berani dan sangat cantik! Astaga, Retha harusnya tidak tampil. Lihat saja sekarang, pandangan para lelaki semua mengarah padanya dengan tatapan kagum.
"RETHAAAAAA..."
"KAK RETHA, LAGI!!!"
"RETHA I LOVE YOU."
"LAGI, LAGI, LAGI, LAGI."
Bagitu lah riuh para penonton yang dominan adalah kaum adam. Mereka bertepuk tangan dan berteriak meminta untuk Retha menyanyi lagi.
Retha mengambil lagi mic yang ia letakan, dan mengarahkan ke depan bibirnya.
"LAGI?!" teriak Retha dan langsung mendapatkan teriakan iya dari penonton. "KURANG KERAS, LAGI?!"
"LAGI!!!" sahut sekitar seribu orang yang berada di lapangan basket SMA Golden malam itu.
Lagi, musik kembali mengalun. Kali ini, lagu milik Bruno Mars- uptown funk yang menjadi pilihan Retha dan pak Chris selaku guru seni Budaya yang berduet dengannya serta band yang mengiringinya.
"Jadi, ini ya, acara yang lo bilang lebih penting daripada ngurusin pensi?"
Seketika, tubuh Retha mematung. Ia sudah tahu siapa orang yang berbicara di belakangnya saat ini, di tengah keramaian mall yang sedang disesaki para pengunjung karena ini hari Sabtu atau weekend.
Retha membalikan tubuhnya pelan, sedikit tersenyum kaku pada dua orang yang kini sedang menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Radit dengan taapan kecewa, sedangkan Cindy dengan tatapan sinis.
"Emang, dasar nggak becus. Pensi aja sampe di lupain, malah milih cowok." ujar Cindy sinis.
Farrel yang berada di samping Retha, merasa tidak terima karena gadisnya sedang di hakimi. Apa lagi di hadapannya adalah Radit, musuhnya dari kelas sepuluh.
"Terus, kalo dia jalan sama gue, kenapa?" tanya Farrel dengan alisnya yang terangkat satu.
"Ya, dia kan wakil gue buat acara pensi. Harusnya, Retha professional, dong. Bisa ngebagi waktu urusan pribadi dan sekolah." balas Radit sengit.
Farrel terkekeh sinis. "Professional? Lo mikir, dong. Dia cuman wakil lo, tapi tugasnya kayak jadi koordinasi seksi acara, lo ketuanya becus nggak sih ngebagi kerjaan? Terus, kerjaan lo apaan?"
"Kerjaan gue?" tanya Radit. "Ya, gue yang ngatur mereka, lah. Mimpin mereka, ngekoordinasi semuanya sampe bisa hampir perfect kayak gini."
"Cuman mimpin?" tanya Farrel merendahkan. "Dan, lo ngebiarin wakil lo, ah, cewek gue ini ngerekap dua tugas? Enak banget hidup lo."
Retha meremas lengan Farrel. "Rel, udah. Aku yang salah, tadi aku bohong.."
"See? Dia ngaku, dia yang salah." ucap Cindy geregetan.
"Diem." Farrel menatap Cindy dengan tajam dan langsung membuat gadis itu bungkam.
"Seharusnya lo bilang, Tha, kalo nggak mau nemenin gue nyari PO. Nggak usah bohong." ucap Radit dangan raut wajah kecewa.
"Nyari PO?" sanggah Farrel. "Kalo lo mai nyari PO, lo ngapain ke sini? Lo mau nyari PO atau mau nge-date?"
"Bukan gue yang mau ke sini, Cindy yang ngajak." balas Radit kesal.
"Ya, terus. Kenapa lo mau?"
"Kata siapa gue mau? Dia maksa gue." kilah Radit.
"Maksa?" Farrel berdecak. "Nggak ada yang namanya maksa, cuman ada mau atau enggak. Mau di paksa kayak gimana, kalo pada dasarnya nggak mau ya tetep nggak mau. Gitu juga sebaliknya, dan sekarang yang gue lihat lo bukan di paksa."
"Radit, kok kamu malah nyalahin aku?" celetuk Cindy dengan nada sedikit merajuk. "Kan, tadi kamu yang ngajakin ke sini. Katanya nyari PO kita tunda, kamu mau refreshing."
Skakmat.
Farrel menatap Radit dengan tatapan meremehkan, sedangkan Retha, cewek itu balas menatap Radit dengan tatapan kecewa.
"Aku rasa, professional udah nggak berlaku di sini." Retha langsung menarik Farrel menjauh.
Radit mengepalkan tangannya, menatap Cindy dengan tatapan kesalnya.
"Mulut lo, nggak bisa di rem?" ujarnya kesal.
"Yakali, gue diem aja sementara lo jelek-jelekin gue." balas Cindy tidak terima.
"Lo bisa nyeletuk yang lain, kan?!"
"Mana bisa, emang kenyataannya lo yang ngajak gue ke sini. Sorry, ya, gue nggak mau terlihat kayak cewek kegatelan." ucap Cindy dan langsung meninggalkan Radit sendiri.
"Farrel sialan!" gumam Radit.
***
Hening, suasana mobil Farrel. Baik Retha maupun Farrel, keduanya sama-sama diam. Terlihat raut kesal di wajah Farrel, sedangkan Retha, gadis itu takut, takut kalau Farrel marah.
Dengan segala keberaniannya, Retha akhirnya memulai percakapan.
"Farrel..?" panggilnya pelan.
"Apa," sahut Farrel datar. Cowok itu masih fokus menatap jalanan di hadapannya tanpa menoleh sedikitpun ke arah Retha.
"Kamu, marah?" tanya Retha dengan ragu. Namun, gadis itu yakin seratus persen kalau jawaban Farrel adalah iya.
"Marah kenapa." lagi, Farrel tidak menoleh.
"Marah aja, gitu.." ucap Retha dengan bodohnya.
"Ngapain aku harus marah?" tanya Farrel yang kini menoleh sebentar ke arah Retha, namun cepat-cepat ia mengalihkan pandangannya lagi ke depan.
Retha menggigit bawahnya. "Kamu kenapa, sih?" tanyanya pelan.
"Aku? Kenapa?" tanya Farrel yang semakin membuat Retha bingung.
"Kamu kenapa, sih? Kok judes, terus nggak jelas?" tanya Retha bingung.
"Kamu pikir sendiri aja, lah."
Retha menatap Farrel dengan tatapan bingungnya. Farrel kenapa, sih? Tiba-tiba jadi judes seperti ini, ah, Retha jadi tau seperti apa perasaan Farrel saat ia ngambek tidak jelas.
Rupanya ini menyakitkan. Retha sudah merasakannya sendiri, dan tidak ingin terulang lagi.
"Farrel.." panggil Retha pelan. "Menjadi sulit di mengerti dan tidak jelas itu urusan cewek, bukan cowok."
"Emang aku sulit di mengerti?" tanya Farrel datar.
Retha mengangguk, dan Farrel menyunggingkan senyuman miringnya. "Aku nggak suka kamu bohong, kamu nggak ngerti, ya?"
Mendengar itu, alis Retha terangkat satu. "Emang aku bohong soal apa?" Retha berfikir keras, mencari-cari kapan ia berbohong dengan cowok itu.
"Kamu bohong ke Radit, kenapa kamu nggak jujur aja kalau kamu jalan sama aku?"
"Farrel, aku nggak bohong sama Radit. Aku bilang sama dia kalau aku ada acara penting, dan acara penting itu sama kamu karena emang kamu itu penting. So, di mana letak kebohongan aku?" jelas Retha panjang lebar. Tentu saja Retha cuman ngeles, jelas-jelas tadi dia bilang sama Radit kalau acaranya bukan sama Farrel.
"Yaudah, maafin aku, ya?"
"It's okay." Retha menghembuskan nafasnya lega.
***
Seminggu kemudian
Acara pensi sekolah berlangsung sukses. Semua ini berkat kerja sama team penyusun acara yang baik, bahkan, sekolah lain yang ikut menjadi tamu, terkagum-kagum dengan penampilan dari murid-murid SMA Golden.
Penampilan terakhir, akan di tutup oleh Retha yang untuk pertama kalinya menyanyi di atas panggung dan di saksikan oleh seluruh warga SMA Golden serta para tamu.
Retha akan membawakan lagu Counting Star dari One Republik.

Lately I've been, I've been losing sleep
Dreaming about the thing's that we could be
But baby I've been, I've been praying hard
Say no more counting dollar's, we'll be, we'll be counting stars
Langsung saja riuh tepuk tangan menggema menyoraki Retha yang sedang menyanyi dengan baiknya di atas panggung.
Semua mata terpana, melihat penampilan Retha yang begitu energik di atas panggung. Sangat berbeda dengan Retha yang selama ini mereka kenal kalem dan lembut saat sedang mengobati pasien di UKS.
Begitu lagu itu selesai, para penonton berseru meminta Retha menyanyi sekali lagi. Saking senangnya mereka melihat dan mendengar penampilan Retha barusan, begitu juga dengan Farrel.
Cowok itu ternganga karena melihat penampilan gadisnya di aas panggung. Begitu berani dan sangat cantik! Astaga, Retha harusnya tidak tampil. Lihat saja sekarang, pandangan para lelaki semua mengarah padanya dengan tatapan kagum.
"RETHAAAAAA..."
"KAK RETHA, LAGI!!!"
"RETHA I LOVE YOU."
"LAGI, LAGI, LAGI, LAGI."
Bagitu lah riuh para penonton yang dominan adalah kaum adam. Mereka bertepuk tangan dan berteriak meminta untuk Retha menyanyi lagi.
Retha mengambil lagi mic yang ia letakan, dan mengarahkan ke depan bibirnya.
"LAGI?!" teriak Retha dan langsung mendapatkan teriakan iya dari penonton. "KURANG KERAS, LAGI?!"
"LAGI!!!" sahut sekitar seribu orang yang berada di lapangan basket SMA Golden malam itu.
Lagi, musik kembali mengalun. Kali ini, lagu milik Bruno Mars- uptown funk yang menjadi pilihan Retha dan pak Chris selaku guru seni Budaya yang berduet dengannya serta band yang mengiringinya.