Bab 3
Retha terus menolak saat Farrel ingin menyuapinya bubur. Tentu saja, ia sedang ngambek karena Farrel yang mengatakannya ketua tidak becus.
Saat mengatakan bahwa ialah si ketua tidak becus itu, Farrel langsung shock. Wajahnya pucat, ia menatap Retha dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. Hingga akhirnya, cowok itu berlutut seraya menciumi punggung tangan Retha berulang kali sembari meminta maaf.
Sampai sekarang, sudah beribu kali Farrel mengucapkan kata maaf. Namun, Retha tidak merespon. Tidak seperti biasanya, gadis itu akan mengatakan tidak apa-apa.
Sekarang, Farrel sadar. Lebih baik Retha mengatakan tidak apa-apa daripada gadis itu hanya diam seperti ini.
Farrel hanya bisa pasrah dan menyesal. Sumpah, Farrel lupa kalau gadisnya adalah ketua PMR. Farrel juga kelewat kesal sampai mengomel seperti tadi, Farrel kalut.
Semangkuk bubur ayam di genggaman Farrel masih utuh. Tidak berkurang sedikitpun dari awal Farrel membelinya.
Retha, gadis itu menolak untuk di suapi Farrel. Walaupun daritadi Farrel terus mendengar perut Retha yang berbunyi. Gadis itu hanya diam sembari menatap ke arah samping, tidak ingin menatap Farrel.
Bahu Farrel terkulai lemas. Segala cara telah ia lakukan untuk membujuk Retha agar mau memaafkannya. Bahkan, ini lebih sulit daripada Farrel meminta maaf saat kejadian di pesta ulang tahunnya.
Saat itu Farrel juga tidak sengaja. Dan sekarang Farrel benar-benar tidak sengaja. Oh Tuhan, Farrel ingin mengutuk mulut lemes ini.
"Re....." lirih Farrel pasrah.
Retha bergeming.
"Re, maafin aku...."
"Re...."
"Retha...."
"Retha cantik...."
"Aretha Maharani yang paling cantik, manis, pacarnya Farrel yang ganteng."
"Cewek,"
"Sayang?"
"Apa,"
Farrel langsung tersenyum penuh arti.
"Sayang, maafin aku dong?"
"Ya." ketus Retha.
"Sayang, makan dulu, yuk?"
"Hm."
Senyum Farrel semakin mengembang. Akhirnya, cowok itu menyuapi Retha lagi. Dan, kali ini tidak ada penolakan. Retha menerima suapan itu, walaupun dengan raut wajah yang sama. Datar.
"Habis," ucap Farrel saat suapan terakhir berhasil Retha telan. Farrel mengusap puncak kepala Retha dengan sayang. "Pinter."
Retha kembali diam. Ia kembali menolehkan kepalanya ke samping.
"Sayang," panggil Farrel dengan nada menggoda.
"Apa." sahut Retha ketus.
"Maafin aku, ya?" tanya Farrel penuh harap.
Retha hanya berdehem sebagai jawaban.
"Sayang," panggil Farrel lagi.
"Apa lagi?" sahut Retha ketus.
"Nggak papa," Farrel terkekeh. "cuman lagi seneng aja manggil kamu sayang."
Dan, tanpa sepengetahuan Farrel, Retha sedang mati-matian menahan tawanya daritadi.
Retha membalikan tubuhnya bukan karena marah, namun gadis itu menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Tentu saja karena kelakuan Farrel.
Memang, Retha tidak pernah bisa berlama-lama marah dengan cowok itu. Sebab, Farrel akan berubah menjadi sosok yang sangat manis kalau Retha sedang marah atau ngambek. Alhasil, ngambek Retha selalu gagal karena Farrel selalu berhasil membuatnya luluh.
"Sayang," panggil Farrel dengan nada menggoda lagi.
Retha hanya berdehem sebagai respon. Ia tidak kuat kalau harus menjawab dengan kata lagi, pasti tawanya akan pecah.
"Aku sayang kamu." bisik Farrel tepat di telinga Retha.
Bukan ingin tertawa lagi, namun Retha ingin segera berlari, ke padang pasir dan berteriak sekeras-kerasnya.
"Aku juga." sahut Retha seketus mungkin.
*****
"Farrel...." panggil Retha gemas.
Farrel menoleh dan nyengir kuda. "Terakhir nih. Suer."
Retha menghela nafasnya berat.
Saat ini, Farrel dan Retha sedang berada di store pakaian ternama yang berada di salah satu mall di Jakarta Selatan.
Tangan Retha sudah penuh dengan dua puluh paper bag yang berisi berbagai macam baju, sepatu dan aksesoris untuk wanita.
Bukan Retha yang menginginkannya. Namun, Farrel yang terlalu bersemangat ingin menemani Retha berbelanja.
Awalnya, Retha hanya ingin meminta Farrel untuk menemaninya membeli baju tidur bergambar disney yang baru ia lihat tadi pagi.
Namun, malah Farrel yang bersemangat untuk belanja. Bukan Farrel yang berbelanja, ini semua untuk Retha.
Sudah dua gunung tumpukan baju dan dress yang Farrel ambil. Semuanya Farrel bilang cocok untuk Retha, membuat Retha bingung, kok Farrel bisa tau ukuran tubuhnya dengan pas?
Saking semangatnya berbelanja, Farrel sempat berebut sebuah dress biru malam yang sangat cantik dengan seorang wanita yang sepertinya mahasiswi.
Begini kronologisnya.
Farrel melihat sebuah gaun biru malam yang sangat cantik. Gaun itu bermodelkan sabrina dengan pita kecil berwarna perak yang berada di lingkar perut.
Dalam khayalannya, Retha akan sangat cocok memakai gaun itu. Maka, dengan secepat kilat Farrel hendak mengambil gaun itu.
Namun, seseorang dari arah lain juga sedang menarik gaun itu. Wanita yang sedang memegang gaun yang sama dengan yang Farrel pegang itu sempat terpaku melihat wajah ganteng Farrel.
Sayang, ke kaguman wanita itu tidak bertahan lama. Karena, dengan songongnya Farrel merebut gaun itu dan menatap wanita itu dengan sinis.
"Gue duluan." ucap Farrel datar namun menusuk.
Wanita itu memberengut kesal. "Mas, ini gaun cewek." ujarnya seraya berusaha merebut gaun itu. "Jadi, ini buat saya aja."
"Enak aja!" Farrel kembali merebut gaun itu. "Ini emang buat cewek gue. Siapa bilang gue mau make?"
"Kalo buat ceweknya, ngapain Mas yang ambil? Suruh aja ceweknya yang ambil, di suruh-suruh sama cewek kok mau." cibir Wanita itu.
"Ngapa lu sewot? Jomblo, iri aja. Lagian ya, cewek gue nggak pernah nyuruh gue kayak gini." Farrel menatap Wanita itu dari atas sampai bawah. "Ini itu inisiatif cowok. Kalo cowok lo nggak pernah kayak gini, kasian, kurang perhatian."
Ucapan Farrel membuat wanita itu kalah telak dan akhirnya mengalah dan segera pergi.
Sedangkan Retha, gadis itu hanya bisa menutupi wajahnya dengan paper bag karena malu.
Selesai.
"Farrel!" gumam Retha gemas.
"Iya, sayang. Udah, last ini last. Aku bayar bentar." Farrel langsung berlari menuju kasir, dengan beberapa helai dress di pelukannya.
Retha hanya bisa menghela nafasnya. Setelah ini, ia tidak akan membiarkan Farrel menghambur-hamburkan uang hanya untuk dirinya.
"Sayang, udah." Farrel datang dengan lima paper bag besar di genggamannya. "itu yang di tangan kamu, siniin. Biar aku yang bawa, ntar kamu cape."
Belum sempat Retha menjawab, Farrel sudah merebut semua paper bag yang dibawa oleh gadis itu.
Retha menjadi speechless. Dengan tangannya yang penuh paper bag hasil jarahannya, Farrel masih berusaha untuk menggenggam tangan Retha.
Dalam hatinya, Retha bertanya. Sesayang itukah Farrel padanya?.
"Farrel..." panggil Retha pada seorang cowok yang kini sedang terfokus dengan layar ponselnya.
"Bentar, sayang. Ini lagi nge-kill, ntar bintang aku turun."sahut Farrel tanpa melihat ke arah Retha.
Mobile Legend, permainan yang saat ini sedang digandrungi para gamers. Terlebih lagi remaja seperti mereka. Awalnya Farrel tidak menyukai permainan ini, gara-gara Samudra yang meremehkannya, Farrel jadi terpancing dan, sekarang ketagihan.
"Farrel, kamu baru aja ngabisin dua.belas.juta.rupiah." ucap Retha dengan gemas.
"Ya terus, kenapa?" Farrel masih terfokus pada layar ponselnya.
"Kenapa?Ini terlalu banyak, buat aku." Ucap Retha dengan bahunya yang terkulai lemas.
"Re, uang aku nggak bakalan abis cuman buat ngebeliin kamu kayak tadi. Setiap detik, Mama, Papa dan Kakek juga ngasilin duit." ujar Farrel enteng.
"Ya, tapi ini terlalu berlebihan. Di Bali, kamu juda abisin lima belas juta cuman buat beliin aku parfum." Retha menatap Farrel kesal.
Farrel menghela nafasnya. Ia mematikan ponselnya yang sebenarnya belum ia selesaikan game-nya. Masa bodo dengan pangkat legend bintang lima-nya akan turun, yang terpenting sekarang adalah gadisnya.
Karena, bagi Farrel, Retha adalah segalanya.
"Re, dengerin aku." Farrel memegang kedua bahu Retha. "Aku cuman mau nyenengin kamu. Yang aku tau, cewek itu suka di ajak shoping, dibeliin barang yang mereka suka, aku cuman pengen kamu bahagia sama aku."
"Tanpa kamu begitu, aku udah bahagia, Rel. Aku nggak perlu barang mewah, di beliin ini itu, di romantisin kayak yang lain, aku nggak perlu." Retha menyungingkan senyumnya. "Kamu setiap saat di samping aku aja, udah bikin aku bahagia."
Farrel tidak dapat lagi berkata-kata. Baru kali ini Farrel baper gara-gara cewek. Retha memang hebat, bisa membuat cowok berhati batu seperti Farrel jadi luluh seperti permen jelly.
Tidak salah rupanya Farrel menjatuhkan hatinya pada Retha. Pertemuan yang awalnya dianggapnya bencana, kini membawa dampak yang sangat baik untuk dirinya.
Farrel hampir berubah selama dua bulan ini. Tidak ada balapan, malam kelam di club, numpang tidur di UKS sekolah dan melawan guru.
Semuanya berkat Retha.
"Aku nggak bisa bayangin kalau kamu ninggalin aku." ucap Farrel seraya menatap Retha lekat-lekat.
Retha mengernyitkan dahinya. "Jangan di bayangin, dong."
"Ya, kan aku bilang nggak bisa bayangin."
"Yaudah nggak usah di bayangin."
"Udah. Kamu mau aku anter pulang sekarang?"
Saat ini, mereka berdua sedang berada di rumah Farrel. Sehabis belanja, Farrel mengajak Retha ke rumahnya untuk mengganti seragamnya.
Namun, cowok itu malah ke asyikan main mobile legend di ponselnya. Sampai ia lupa, bahwa Retha sedang menunggunya di ruang tamu.
Retha melirik jam tangannya sebentar, kemudian mengangguk. "Yuk."
Mereka kemudian beranjak pergi dari ruang tamu, menuju garasi rumah Farrel. Saat Farrel hendak masuk ke dalam mobil lamborghini hitamnya, Retha malah bergeming di tempatnya.
Farrel mengernyit kala melihat Retha yang terpaku menatap lambhorgini putih yang terletak di samping lamborghini hitamnya.
"Sayang?" panggil Farrel.
Retha terkesiap. "Ya?"
"Kok bengong?" tanya Farrel bingung. "Ngapain ngeliatin mobil itu?"
"Ini, mobil kamu?" tanya Retha.
Farrel tersentak. Entah mengapa, rasanya jantungnya berdetak tidak karuan. Padahal Retha hanya menanyakan pertanyaan biasa, namun mengapa tubuhnya bereaksi seperti ini?
Farrel menggeleng. "Bukan."
Retha mangut-mangut mengerti. Setelahnya, ia masuk ke dalam mobil Farrel. Dan, Farrel melajukan mobilnya menuju rumah Retha.
Di perjalanan Farrel menyetir dalam diam. Berbeda dengan Farrel yang biasanya. Itu cukup membuat Retha bingung, karena sebelumnya mereka tidak pernah hening seperti ini.
Pasti, selalu ada hal yang mereka bicarakan ketika berada di dalam mobil. Mulai dari membicarakan kepala guru fisika mereka yang botak, hingga kucing Retha yang sedang hamil padahal Retha yakin ia adalah jantan.
Berbeda dengan sekarang. Cowok itu hanya diam, namun wajahnya terlihat seperti sedang berpikir keras.
"Tumben, nggak ngebut?" tanya Retha pembuka percakapan.
Farrel menoleh, ia tersenyum sebentar lalu terfokus pada jalanan di hadapannya lagi.
"Aku sayang kamu soalnya." jawabnya dengan nada menggoda seperti biasa.
Retha menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Pipinya merona, seperti biasa. Gadis itu tidak dapat menahan untuk tidak berteriak sekencang-kecangnya.
Lebay? Tidak. Kalian tidak merasakan berada di posisi Retha saat ini, setiap ia di goda oleh Farrel. Nada bicara Farrel, tatapan matanya, senyumnya dan setiap kata yang keluar dari bibir Farrel. Tidak ada yang bisa memperlakukan Retha sebaik Farrel.
"Apa hubungannya kamu sayang aku sama ngebut..." cicit Retha pelan.
Farrel terkekeh, lalu mengacak rambut Retha dengan sayang.
"Ada, lah. Aku sayang kamu, makanya bawa mobilnya santai, nggak ngebut. Kalau ngebut, aku bahayain kamu, sama aja aku nggak sayang kamu." jelas Farrel panjang lebar.
Karena, gue nggak mau ngulang masa lalu.
Retha terkekeh. "Oh, gitu? Jadi, kemaren-kemaren kamu nggak sayang aku?"
"Sayang, kok. Cuman baru nyadar aja, kalo keselamatan itu penting." Farrel terkekeh.
"Alasan." Retha memukul pelan lengan Farrel.
Akhirnya, suasana mobil Farrel tidak lagi hening. Mereka berdua sibuk berbincang tentang hal-hal yang tidak penting, sampai mereka tiba di rumah Retha.
"Mau masuk dulu, nggak?" tawar Retha.
Farrel melirik sekilas jam tangannya, kemudian mengangguk. "Boleh, deh."
"Yaudah, yuk."
Farrel melangkah keluar dari mobilnya, ia sedikit berlari untuk membukakan pintu untuk Retha. Intinya, pacar Farrel harus merasa dirinya seperti seorang Ratu.
Belum sampai di situ, setelah menutup pintu mobilnya, Farrel menggenggam tangan Retha erat seakan-akan mereka ingin menyebrang jalan.
Retha memencet bel pintu rumahnya. Terdengar suara bi Siti menyahut dari dalam. Tidak lama, bi Siti muncul dengan wajah yang sangat pucat.
Melihat itu, Retha tiba-tiba panik. "Bi, kenapa?"
"Ny-nyonya, nyonya kejang-kejang, Non!" ucap Bi Siti gagap.
Bagaikan ditikam puluhan pisau, Retha terdiam. Mematung di tempatnya, otaknya seakan berhenti bekerja. Tiba-tiba, Retha tersadar dan segera berlari menuju kamar ibunya.
Air mata Retha langsung tumpah saat melihat ibunya yang kejang-kejang dan sedang di tangani tantenya sekaligus dokter ibunya.
Retha menutup mulutnya. Ia tidak tega melihat ibunya tersiksa seperti ini. Di sana, Ayahnya sedang memperhatikan ibunya yang sedang di tangani dokter.
Sebuah tangan kekar melingkar erat di bahu Retha. Tidak usah di tanya, sudah pasti itu Farrel.
"Bunda kamu pasti baik-baik aja." ucap Farrel menenangkan. Ia menarik Retha kedalam pelukannya, membiarkan gadis itu menangis di dada bidangnya.
"Aku takut, Rel. Bunda nggak pernah kayak gitu..."lirih Retha. Gadis itu terisak.
"Semuanya bakal baik-baik aja, Re. Kamu berdoa aja buat yang terbaik." Farrel mengusap-usap punggung Retha.
Gadis itu bergeming, masih terisak pedih di dalam pelukan Farrel. Farrel terus memerhatikan ibu Retha yang tengah berjuang.
Namun, matanya menyipit, memperhatikan lebih jelas wajah ibu Retha. Dan, seketika Farrel seperti tersambar petir.
Lagi, ia memerhatikan dengan benar. Farrel tidak mungkin lupa, memang benar, itu orangnya. Farrel tidak salah lihat.
Jadi, itu Bunda Retha?
Retha terus menolak saat Farrel ingin menyuapinya bubur. Tentu saja, ia sedang ngambek karena Farrel yang mengatakannya ketua tidak becus.
Saat mengatakan bahwa ialah si ketua tidak becus itu, Farrel langsung shock. Wajahnya pucat, ia menatap Retha dengan tatapan yang sangat sulit di artikan. Hingga akhirnya, cowok itu berlutut seraya menciumi punggung tangan Retha berulang kali sembari meminta maaf.
Sampai sekarang, sudah beribu kali Farrel mengucapkan kata maaf. Namun, Retha tidak merespon. Tidak seperti biasanya, gadis itu akan mengatakan tidak apa-apa.
Sekarang, Farrel sadar. Lebih baik Retha mengatakan tidak apa-apa daripada gadis itu hanya diam seperti ini.
Farrel hanya bisa pasrah dan menyesal. Sumpah, Farrel lupa kalau gadisnya adalah ketua PMR. Farrel juga kelewat kesal sampai mengomel seperti tadi, Farrel kalut.
Semangkuk bubur ayam di genggaman Farrel masih utuh. Tidak berkurang sedikitpun dari awal Farrel membelinya.
Retha, gadis itu menolak untuk di suapi Farrel. Walaupun daritadi Farrel terus mendengar perut Retha yang berbunyi. Gadis itu hanya diam sembari menatap ke arah samping, tidak ingin menatap Farrel.
Bahu Farrel terkulai lemas. Segala cara telah ia lakukan untuk membujuk Retha agar mau memaafkannya. Bahkan, ini lebih sulit daripada Farrel meminta maaf saat kejadian di pesta ulang tahunnya.
Saat itu Farrel juga tidak sengaja. Dan sekarang Farrel benar-benar tidak sengaja. Oh Tuhan, Farrel ingin mengutuk mulut lemes ini.
"Re....." lirih Farrel pasrah.
Retha bergeming.
"Re, maafin aku...."
"Re...."
"Retha...."
"Retha cantik...."
"Aretha Maharani yang paling cantik, manis, pacarnya Farrel yang ganteng."
"Cewek,"
"Sayang?"
"Apa,"
Farrel langsung tersenyum penuh arti.
"Sayang, maafin aku dong?"
"Ya." ketus Retha.
"Sayang, makan dulu, yuk?"
"Hm."
Senyum Farrel semakin mengembang. Akhirnya, cowok itu menyuapi Retha lagi. Dan, kali ini tidak ada penolakan. Retha menerima suapan itu, walaupun dengan raut wajah yang sama. Datar.
"Habis," ucap Farrel saat suapan terakhir berhasil Retha telan. Farrel mengusap puncak kepala Retha dengan sayang. "Pinter."
Retha kembali diam. Ia kembali menolehkan kepalanya ke samping.
"Sayang," panggil Farrel dengan nada menggoda.
"Apa." sahut Retha ketus.
"Maafin aku, ya?" tanya Farrel penuh harap.
Retha hanya berdehem sebagai jawaban.
"Sayang," panggil Farrel lagi.
"Apa lagi?" sahut Retha ketus.
"Nggak papa," Farrel terkekeh. "cuman lagi seneng aja manggil kamu sayang."
Dan, tanpa sepengetahuan Farrel, Retha sedang mati-matian menahan tawanya daritadi.
Retha membalikan tubuhnya bukan karena marah, namun gadis itu menyembunyikan wajahnya yang sudah memerah. Tentu saja karena kelakuan Farrel.
Memang, Retha tidak pernah bisa berlama-lama marah dengan cowok itu. Sebab, Farrel akan berubah menjadi sosok yang sangat manis kalau Retha sedang marah atau ngambek. Alhasil, ngambek Retha selalu gagal karena Farrel selalu berhasil membuatnya luluh.
"Sayang," panggil Farrel dengan nada menggoda lagi.
Retha hanya berdehem sebagai respon. Ia tidak kuat kalau harus menjawab dengan kata lagi, pasti tawanya akan pecah.
"Aku sayang kamu." bisik Farrel tepat di telinga Retha.
Bukan ingin tertawa lagi, namun Retha ingin segera berlari, ke padang pasir dan berteriak sekeras-kerasnya.
"Aku juga." sahut Retha seketus mungkin.
*****
"Farrel...." panggil Retha gemas.
Farrel menoleh dan nyengir kuda. "Terakhir nih. Suer."
Retha menghela nafasnya berat.
Saat ini, Farrel dan Retha sedang berada di store pakaian ternama yang berada di salah satu mall di Jakarta Selatan.
Tangan Retha sudah penuh dengan dua puluh paper bag yang berisi berbagai macam baju, sepatu dan aksesoris untuk wanita.
Bukan Retha yang menginginkannya. Namun, Farrel yang terlalu bersemangat ingin menemani Retha berbelanja.
Awalnya, Retha hanya ingin meminta Farrel untuk menemaninya membeli baju tidur bergambar disney yang baru ia lihat tadi pagi.
Namun, malah Farrel yang bersemangat untuk belanja. Bukan Farrel yang berbelanja, ini semua untuk Retha.
Sudah dua gunung tumpukan baju dan dress yang Farrel ambil. Semuanya Farrel bilang cocok untuk Retha, membuat Retha bingung, kok Farrel bisa tau ukuran tubuhnya dengan pas?
Saking semangatnya berbelanja, Farrel sempat berebut sebuah dress biru malam yang sangat cantik dengan seorang wanita yang sepertinya mahasiswi.
Begini kronologisnya.
Farrel melihat sebuah gaun biru malam yang sangat cantik. Gaun itu bermodelkan sabrina dengan pita kecil berwarna perak yang berada di lingkar perut.
Dalam khayalannya, Retha akan sangat cocok memakai gaun itu. Maka, dengan secepat kilat Farrel hendak mengambil gaun itu.
Namun, seseorang dari arah lain juga sedang menarik gaun itu. Wanita yang sedang memegang gaun yang sama dengan yang Farrel pegang itu sempat terpaku melihat wajah ganteng Farrel.
Sayang, ke kaguman wanita itu tidak bertahan lama. Karena, dengan songongnya Farrel merebut gaun itu dan menatap wanita itu dengan sinis.
"Gue duluan." ucap Farrel datar namun menusuk.
Wanita itu memberengut kesal. "Mas, ini gaun cewek." ujarnya seraya berusaha merebut gaun itu. "Jadi, ini buat saya aja."
"Enak aja!" Farrel kembali merebut gaun itu. "Ini emang buat cewek gue. Siapa bilang gue mau make?"
"Kalo buat ceweknya, ngapain Mas yang ambil? Suruh aja ceweknya yang ambil, di suruh-suruh sama cewek kok mau." cibir Wanita itu.
"Ngapa lu sewot? Jomblo, iri aja. Lagian ya, cewek gue nggak pernah nyuruh gue kayak gini." Farrel menatap Wanita itu dari atas sampai bawah. "Ini itu inisiatif cowok. Kalo cowok lo nggak pernah kayak gini, kasian, kurang perhatian."
Ucapan Farrel membuat wanita itu kalah telak dan akhirnya mengalah dan segera pergi.
Sedangkan Retha, gadis itu hanya bisa menutupi wajahnya dengan paper bag karena malu.
Selesai.
"Farrel!" gumam Retha gemas.
"Iya, sayang. Udah, last ini last. Aku bayar bentar." Farrel langsung berlari menuju kasir, dengan beberapa helai dress di pelukannya.
Retha hanya bisa menghela nafasnya. Setelah ini, ia tidak akan membiarkan Farrel menghambur-hamburkan uang hanya untuk dirinya.
"Sayang, udah." Farrel datang dengan lima paper bag besar di genggamannya. "itu yang di tangan kamu, siniin. Biar aku yang bawa, ntar kamu cape."
Belum sempat Retha menjawab, Farrel sudah merebut semua paper bag yang dibawa oleh gadis itu.
Retha menjadi speechless. Dengan tangannya yang penuh paper bag hasil jarahannya, Farrel masih berusaha untuk menggenggam tangan Retha.
Dalam hatinya, Retha bertanya. Sesayang itukah Farrel padanya?.
"Farrel..." panggil Retha pada seorang cowok yang kini sedang terfokus dengan layar ponselnya.
"Bentar, sayang. Ini lagi nge-kill, ntar bintang aku turun."sahut Farrel tanpa melihat ke arah Retha.
Mobile Legend, permainan yang saat ini sedang digandrungi para gamers. Terlebih lagi remaja seperti mereka. Awalnya Farrel tidak menyukai permainan ini, gara-gara Samudra yang meremehkannya, Farrel jadi terpancing dan, sekarang ketagihan.
"Farrel, kamu baru aja ngabisin dua.belas.juta.rupiah." ucap Retha dengan gemas.
"Ya terus, kenapa?" Farrel masih terfokus pada layar ponselnya.
"Kenapa?Ini terlalu banyak, buat aku." Ucap Retha dengan bahunya yang terkulai lemas.
"Re, uang aku nggak bakalan abis cuman buat ngebeliin kamu kayak tadi. Setiap detik, Mama, Papa dan Kakek juga ngasilin duit." ujar Farrel enteng.
"Ya, tapi ini terlalu berlebihan. Di Bali, kamu juda abisin lima belas juta cuman buat beliin aku parfum." Retha menatap Farrel kesal.
Farrel menghela nafasnya. Ia mematikan ponselnya yang sebenarnya belum ia selesaikan game-nya. Masa bodo dengan pangkat legend bintang lima-nya akan turun, yang terpenting sekarang adalah gadisnya.
Karena, bagi Farrel, Retha adalah segalanya.
"Re, dengerin aku." Farrel memegang kedua bahu Retha. "Aku cuman mau nyenengin kamu. Yang aku tau, cewek itu suka di ajak shoping, dibeliin barang yang mereka suka, aku cuman pengen kamu bahagia sama aku."
"Tanpa kamu begitu, aku udah bahagia, Rel. Aku nggak perlu barang mewah, di beliin ini itu, di romantisin kayak yang lain, aku nggak perlu." Retha menyungingkan senyumnya. "Kamu setiap saat di samping aku aja, udah bikin aku bahagia."
Farrel tidak dapat lagi berkata-kata. Baru kali ini Farrel baper gara-gara cewek. Retha memang hebat, bisa membuat cowok berhati batu seperti Farrel jadi luluh seperti permen jelly.
Tidak salah rupanya Farrel menjatuhkan hatinya pada Retha. Pertemuan yang awalnya dianggapnya bencana, kini membawa dampak yang sangat baik untuk dirinya.
Farrel hampir berubah selama dua bulan ini. Tidak ada balapan, malam kelam di club, numpang tidur di UKS sekolah dan melawan guru.
Semuanya berkat Retha.
"Aku nggak bisa bayangin kalau kamu ninggalin aku." ucap Farrel seraya menatap Retha lekat-lekat.
Retha mengernyitkan dahinya. "Jangan di bayangin, dong."
"Ya, kan aku bilang nggak bisa bayangin."
"Yaudah nggak usah di bayangin."
"Udah. Kamu mau aku anter pulang sekarang?"
Saat ini, mereka berdua sedang berada di rumah Farrel. Sehabis belanja, Farrel mengajak Retha ke rumahnya untuk mengganti seragamnya.
Namun, cowok itu malah ke asyikan main mobile legend di ponselnya. Sampai ia lupa, bahwa Retha sedang menunggunya di ruang tamu.
Retha melirik jam tangannya sebentar, kemudian mengangguk. "Yuk."
Mereka kemudian beranjak pergi dari ruang tamu, menuju garasi rumah Farrel. Saat Farrel hendak masuk ke dalam mobil lamborghini hitamnya, Retha malah bergeming di tempatnya.
Farrel mengernyit kala melihat Retha yang terpaku menatap lambhorgini putih yang terletak di samping lamborghini hitamnya.
"Sayang?" panggil Farrel.
Retha terkesiap. "Ya?"
"Kok bengong?" tanya Farrel bingung. "Ngapain ngeliatin mobil itu?"
"Ini, mobil kamu?" tanya Retha.
Farrel tersentak. Entah mengapa, rasanya jantungnya berdetak tidak karuan. Padahal Retha hanya menanyakan pertanyaan biasa, namun mengapa tubuhnya bereaksi seperti ini?
Farrel menggeleng. "Bukan."
Retha mangut-mangut mengerti. Setelahnya, ia masuk ke dalam mobil Farrel. Dan, Farrel melajukan mobilnya menuju rumah Retha.
Di perjalanan Farrel menyetir dalam diam. Berbeda dengan Farrel yang biasanya. Itu cukup membuat Retha bingung, karena sebelumnya mereka tidak pernah hening seperti ini.
Pasti, selalu ada hal yang mereka bicarakan ketika berada di dalam mobil. Mulai dari membicarakan kepala guru fisika mereka yang botak, hingga kucing Retha yang sedang hamil padahal Retha yakin ia adalah jantan.
Berbeda dengan sekarang. Cowok itu hanya diam, namun wajahnya terlihat seperti sedang berpikir keras.
"Tumben, nggak ngebut?" tanya Retha pembuka percakapan.
Farrel menoleh, ia tersenyum sebentar lalu terfokus pada jalanan di hadapannya lagi.
"Aku sayang kamu soalnya." jawabnya dengan nada menggoda seperti biasa.
Retha menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. Pipinya merona, seperti biasa. Gadis itu tidak dapat menahan untuk tidak berteriak sekencang-kecangnya.
Lebay? Tidak. Kalian tidak merasakan berada di posisi Retha saat ini, setiap ia di goda oleh Farrel. Nada bicara Farrel, tatapan matanya, senyumnya dan setiap kata yang keluar dari bibir Farrel. Tidak ada yang bisa memperlakukan Retha sebaik Farrel.
"Apa hubungannya kamu sayang aku sama ngebut..." cicit Retha pelan.
Farrel terkekeh, lalu mengacak rambut Retha dengan sayang.
"Ada, lah. Aku sayang kamu, makanya bawa mobilnya santai, nggak ngebut. Kalau ngebut, aku bahayain kamu, sama aja aku nggak sayang kamu." jelas Farrel panjang lebar.
Karena, gue nggak mau ngulang masa lalu.
Retha terkekeh. "Oh, gitu? Jadi, kemaren-kemaren kamu nggak sayang aku?"
"Sayang, kok. Cuman baru nyadar aja, kalo keselamatan itu penting." Farrel terkekeh.
"Alasan." Retha memukul pelan lengan Farrel.
Akhirnya, suasana mobil Farrel tidak lagi hening. Mereka berdua sibuk berbincang tentang hal-hal yang tidak penting, sampai mereka tiba di rumah Retha.
"Mau masuk dulu, nggak?" tawar Retha.
Farrel melirik sekilas jam tangannya, kemudian mengangguk. "Boleh, deh."
"Yaudah, yuk."
Farrel melangkah keluar dari mobilnya, ia sedikit berlari untuk membukakan pintu untuk Retha. Intinya, pacar Farrel harus merasa dirinya seperti seorang Ratu.
Belum sampai di situ, setelah menutup pintu mobilnya, Farrel menggenggam tangan Retha erat seakan-akan mereka ingin menyebrang jalan.
Retha memencet bel pintu rumahnya. Terdengar suara bi Siti menyahut dari dalam. Tidak lama, bi Siti muncul dengan wajah yang sangat pucat.
Melihat itu, Retha tiba-tiba panik. "Bi, kenapa?"
"Ny-nyonya, nyonya kejang-kejang, Non!" ucap Bi Siti gagap.
Bagaikan ditikam puluhan pisau, Retha terdiam. Mematung di tempatnya, otaknya seakan berhenti bekerja. Tiba-tiba, Retha tersadar dan segera berlari menuju kamar ibunya.
Air mata Retha langsung tumpah saat melihat ibunya yang kejang-kejang dan sedang di tangani tantenya sekaligus dokter ibunya.
Retha menutup mulutnya. Ia tidak tega melihat ibunya tersiksa seperti ini. Di sana, Ayahnya sedang memperhatikan ibunya yang sedang di tangani dokter.
Sebuah tangan kekar melingkar erat di bahu Retha. Tidak usah di tanya, sudah pasti itu Farrel.
"Bunda kamu pasti baik-baik aja." ucap Farrel menenangkan. Ia menarik Retha kedalam pelukannya, membiarkan gadis itu menangis di dada bidangnya.
"Aku takut, Rel. Bunda nggak pernah kayak gitu..."lirih Retha. Gadis itu terisak.
"Semuanya bakal baik-baik aja, Re. Kamu berdoa aja buat yang terbaik." Farrel mengusap-usap punggung Retha.
Gadis itu bergeming, masih terisak pedih di dalam pelukan Farrel. Farrel terus memerhatikan ibu Retha yang tengah berjuang.
Namun, matanya menyipit, memperhatikan lebih jelas wajah ibu Retha. Dan, seketika Farrel seperti tersambar petir.
Lagi, ia memerhatikan dengan benar. Farrel tidak mungkin lupa, memang benar, itu orangnya. Farrel tidak salah lihat.
Jadi, itu Bunda Retha?