Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 6. Istrinya Lebih Cantik Kemana mana

"Makasih ya." Raynor tersenyum ramah pada pegawai yang sudah melayaninya. Ia juga melempar senyum sejenak pada kasir.

Thian sigap membukakan pintu dan Raynor segera melangkah keluar, diikuti oleh Sherly dan Rudy yang membawa bingkisan di tangan.

Sebuah mobil SUV baru saja memasuki halaman. Nina segera turun dan menyambut Raynor.

"Pak Raynor, udah mau balik?" sapanya ramah. Ia sempat melihat Rudy memasukkan bingkisan cangkir ke dalam bagasi.

"Ya ampun. Kok repot-repot sih?" Raynor menuruni tangga pendek dan berhenti tidak jauh dari sana.

Nina mendekat dengan senyuman di wajah. Ia segera berdiri sebelah Thian.

"Bu Sarayu nggak ikut?" tanya Nina basa-basi.

"Dia nggak ikut. Ini saya mau kunjungan ke perusahaan rekanan sama Thian." Raynor melirik Thian sejenak. "Koleksi mug sama cangkir kamu, bagus-bagus," puji Raynor sungguh-sungguh.

Melihat Nina tersenyum, Thian turut tersenyum lebar. Sekilas ia melirik cemas ke arah pintu. Diam-diam menyimpan khawatir akan keberadaan Dara yang masih berada di dalam toko.

Tidak lama kemudian Dara membuka pintu sambil menenteng tas belanjaannya. Ia menuruni tangga sambil melirik ke arah Thian dan Nina yang tampak berbincang dengan pria berwibawa.

Tiba-tiba kakinya salah berpijak dan ia tersungkur seketika.

"BRUK!" Dara terjatuh dengan keras.

"Astaga!" Sherly yang berdiri tidak jauh dari Dara berteriak kaget. Tetapi ia hanya mematung di tempatnya.

Atensi Thian segera tertuju ke arah Dara, yang terjatuh di depan matanya. Tanpa sadar kedua matanya melotot dan ia menatap Dara dengan raut tegang.

Apa-apaan? Debaran di dada Thian kian mengencang ketika semua orang menatap Dara yang sedang tersungkur. Dara reflek menatap wajahnya dengan raut serba salah.

Sherly diam-diam menangkap cepat reaksi Thian. Ia melihat lelaki itu sama sekali tidak bergeming dari tempatnya. Thian hanya menatap dari tempatnya berdiri dengan wajah keras.

"Kakak nggak pa-pa?" Nina segera mendekati Dara dan berjongkok.

Thian tanpa sadar membuka bibirnya. Benar-benar di luar perkiraan. Ia melihat Nina menyentuh pelan bahu Dara.

"Iya, tiba-tiba terkilir." Dara menatap anak tangga yang tadi baru saja ia lewati. Tidak ada yang salah dengan anak tangga itu. Hanya saja tadi ia tidak memperhatikan langkahnya.

"Kakinya luka nggak?" Nina menatap cemas pada kaki mulus Dara.

Dara tanpa sadar tenggelam memperhatikan wajah Nina dari jarak dekat. Nina tampak begitu bercahaya di bawah sinar matahari. Rambut kecoklatan, netra hazel, hidung runcing, dan bibir kemerahan. Wajah wanita itu terlihat lembut dan anggun.

Cantik alami.

Nina bahkan sepertinya tidak mengenakan riasan.

"Cuma lecet," Dara menjawab cepat pertanyaan Nina.

"Bisa berdiri? Ayo saya bantu." Nina membantu Dara berdiri sementara Rudy sigap membantu mengambilkan tas belanjaan Dara yang jatuh.

"Yah cangkirnya." Dara menatap tas belanjaannya.

"Boleh di cek. Kalau pecah, saya ganti." Nina tersenyum ramah. Benar-benar terkesan tulus.

Thian hanya menatap tegang dari tempatnya berdiri. Kedua matanya sama sekali tidak bergeser dari interaksi Nina dan Dara. Ia menatap cemas bagaimana Nina yang masih memegangi lengan Dara, seolah takut Dara jatuh lagi.

"Sini saya bantu." Nina beralih mengambil box yang membungkus cangkirnya dari dalam tas belanja Dara yang dipegangi oleh Rudy. "Aman ya?" Ia tersenyum menunjukkan cangkirnya yang tidak pecah.

Dara mengangguk kikuk. Sesekali matanya mencuri pandang ke arah Thian.

"Wah, cangkirnya kuat." Raynor tampak benar-benar terkesan dengan cangkir. Thian hanya melirik canggung sebelum mengembalikan tatapannya pada Nina dan Dara.

"Makasih banyak. Maaf." Dara membungkuk malu.

"Bisa jalan?" Nina bertanya dengan raut cemas.

"Bisa kok. Bisa. Makasih banyak." Dara kembali membungkuk sopan sebelum berjalan menuju mobilnya dengan sedikit pincang.

Thian segera menghembuskan napas lega dan menatap ke arah lain, ketika menangkap basah Sherly yang sedang memandangi wajahnya dari tempat gadis itu berdiri.

Sementara Sherly yang sadar telah tertangkap basah sedang mengamati Thian, buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sherly diam-diam melirik plat nomor mobil Dara yang bergerak meninggalkan parkiran.

________________

Tidak heran, awalnya Thian sangat susah digoda. Pantas, istrinya tetap menjadi wanita terhebat meski telah bermain api dengan pelacur.

Pesona Nina tertinggal kuat di dalam ingatan Dara. Tidak hanya cantik wajah, tetapi Nina sepertinya juga memiliki sikap baik dan perilaku yang lembut. Saat bicara dengan Nina tadi, ia merasa langsung diterima.

Ia kira Thian akan cemas dan membantunya berdiri. Tak tahunya, lelaki itu hanya diam mematung sambil menatap enggan. Justru Nina yang dengan sigap membantunya. Sementara Thian, memilih hanya menonton.

Dara menghembuskan napas kasar. Rupanya ia belum sedikit pun menembus celah hati Thian. Ia hanya sukses membuat lelaki itu menurunkan celananya. Setitik kecil pun, ia tidak ada di dalam hati Thian.

Lalu apa artinya semua ini? Dara kembali mempertanyakan situasinya dengan Thian.

Thian terlanjur meninggalkan kesan yang membuatnya terseret jauh. Lelaki penurut dan takut istri itu bisa nakal, juga bisa bersikap berengsek, tetapi luar biasa panas di atas ranjang. Thian jelas tergoda, tetapi belum berhasil ia miliki. Intinya, Thian hanya mau seks.

Ia memang belum berhasil masuk menyelami hati lelaki itu. Apa daya, Thian sudah memagari hati tinggi-tinggi. Thian bahkan tidak bersedia membahas Nina saat mereka sedang berdua saja. Thian seperti menutup akses agar ia tidak membandingkan diri dengan Nina.

Tapi saat melihat Nina tadi, hati kecilnya mengakui bahwa mereka memang tidak sebanding.

Nina berkelas meski tidak berusaha tampil glamour seperti dirinya. Ada kualitas diri Nina yang tidak ia temukan pada dirinya. Selain wajah teramat cantik, mungkin segala sikap positif itu yang membuat Thian hanya berkenan memuja satu wanita.

Entah sejak kapan ini terasa seperti persaingan. Dara meremas kuat kemudinya. Ia sadar hanya pelacur tidak tahu diri yang merasa layak bersaing dengan seorang istri yang teramat dicintai oleh suaminya.

Ia masih ingat bagaimana Thian saat pesta dansa bersama Nina. Benar-benar seperti seorang suami yang hangat dan romantis. Bandingkan bagaimana sikap Thian tadi saat melihatnya jatuh tersungkur. Hanya menatap marah, seolah ia telah mengacau karena tanpa sengaja terjatuh. Sama sekali tidak ada sorot kekhawatiran di mata Thian.

Tanpa sadar Dara tersenyum getir saat hatinya mulai merasa cemburu. Diam-diam merasa lucu, kenapa ia merasa berhak untuk cemburu?

Ia sadar siapa dirinya. Namun malam-malamnya dengan Thian terlanjur menggetarkan. Hatinya tenggelam merantai perasaan rindu yang sungguh keliru pada lelaki yang teramat sangat sesuai selera.

Demi apa pun Dara hanya ingin terus bisa bertemu dengan Thian. Ia ingin selalu seperti ini dengan Thian. Ia sudah tidak peduli lagi dihargai berapa oleh Lou. Jika harus gratis pun, tidak masalah. Ia hanya ingin memuaskan hasrat diri dan keinginan hatinya dengan kehadiran Thian di malam-malamnya.

Apa ia jatuh cinta pada targetnya sendiri? Senyuman Dara lepas begitu saja. Sungguh tidak sulit mencintai Thian Mahadevan meski lelaki itu kerap tampil dengan rupa keji dan mulut berengsek di hadapannya. Nyatanya, suami nyaris sempurna itu sudah tergoda dengannya.

Dara hanya ingin mengapresiasi dirinya sendiri. Jika ada yang membuat Thian tergoda, hanya ia orangnya. Apa mungkin ia bisa dikatakan sebanding dengan Nina?

_________________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel