Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Part 4. Kecapean Sama Pelacur Sampai Ngorok Dikantor

Ya Tuhan capek banget.

Thian menguap dan merebahkan dirinya sejenak di sofa setelah menghabiskan menu kateringnya. Jam tiga sore nanti, ia akan menemani Raynor kunjungan ke perusahan rekanan. Mumpung masih ada sedikit waktu, Thian memutuskan merebahkan punggungnya sejenak di atas sofa.

Sedari tadi pagi tubuhnya pegal-pegal. Thian sampai meminta tolong Sobiri untuk membeli koyo dan pramubakti-nya itu menatap heran.

"Pak Thian, tumben beli koyo?"

"Iya Pak. Agak pegel-pegel," jawabnya saat itu sambil merenggangkan otot. Beginilah akibatnya jika sok gagah. Dalam semalam bercinta dengan dua perempuan tanpa persiapan yang matang. Maksud Thian, kondisinya sudah lelah. Tentu ia pernah sehari bercinta dua kali, tetapi dalam rentang waktu beberapa jam dan saat kondisi tubuhnya prima.

Nanti sore Sobiri berjanji memijat tubuhnya. Tentu saja Thian luar biasa senang. Pijatan Sobiri begitu mantap, ia jadi tidak perlu mengunjungi tempat pijat refleksi.

Thian memejamkan mata dan mulai mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

               _______________________

Inka sedang mengupas jeruk di mejanya, saat tiba-tiba Raynor dan Sherly muncul di ruangan.

"Pak Raynor." Inka segera berdiri dengan panik dan membereskan jeruknya. Tidak biasanya, Raynor tiba-tiba datang. Sebenarnya, sangat jarang. Jika ada perlu, biasanya Raynor langsung menelpon dan Thian yang akan mendatangi ruangan Raynor.

"Nggak pa-pa makan aja. Thian ada?" Raynor menunjuk pintu ruangan Thian.

"Ada di dalem Pak," jawab Inka sambil menatap sekilas pada Sherly yang berdiri di belakang Raynor.

Raynor segera mengetuk pintu sebelum menekan ganggang. Inka mengintip dari belakang punggung Raynor.

"Lah, dia tidur." Raynor menatap Inka.

Inka bergegas menyusul masuk dan mendengar suara dengkuran Thian. Ia dan Sherly hanya bisa saling memandang.

"Groooook.... groooook...." Thian tampak benar-benar pulas.

Inka melirik Raynor yang tampak tersenyum geli. Pria yang lebih tua itu, mendekat dan duduk di tepi sofa tempat Thian beristirahat.

"Thian. Thian. Hei. Thian." Raynor menepuk-nepuk pelan kaki Thian.

Inka sempat melihat Sherly menahan tawa.

"Hm?" Thian membuka kedua mata dan luar biasa terkejut saat melihat wajah Raynor. "Eh Pak!" Ia segera duduk tegak dan mengusap panik wajahnya.

Sherly segera menyembunyikan wajahnya yang mati-matian menahan tawa.

"Tenang. Tenang." Raynor menatap jenaka pada Inka dan Sherly. Ia menangkap raut tegang pada wajah Inka. 

Raynor paham, tentu Inka takut dimarahi Thian.

"Pak Raynor, maaf Pak saya ketiduran," ucap Thian dengan raut tegang. Ia segera melirik jam dinding. Ini bahkan belum waktunya berangkat.

"Iya nggak pa-pa. Tadi saya langsung masuk ke sini. Urgent."

"Kenapa Pak?"

"Saya lupa hari ini mertua saya ulang tahun! Temenin saya cari kado dulu yuk, sebelum kunjungan. Ke toko istri kamu aja deh. Mertua saya suka minum teh. Saya beliin dia cangkir buatan istri kamu aja. Yuk temenin saya."

"Si... siap Pak! Saya cuci muka dulu."

"Lima menit." Raynor mengangkat kelima jemarinya.

"Siap Pak!" Thian segera bergegas menuju rest room.

Tepat lima menit, ia sudah kembali ke hadapan Raynor dengan sudah rapi dan mengenakan jas-nya.

"Oke kita berangkat." Raynor segera bangkit. Thian berjalan membuntuti Raynor sambil melirik heran pada Sherly yang mengiringi langkahnya. Sepertinya kali ini Sherly ikut bersama mereka. Memang lebih sering demikian.

Mereka bertiga masuk ke dalam lift. Thian memperhatikan sejenak Sherly yang hari ini mengenakan celana panjang dan heels. Sehari-hari Sherly memang lebih sering tampil seperti ini. Konon, ini adalah penampilan yang disukai Sarayu.

"Halo Pak Rudi, Bapak ke bawah ya. Rute tambahan ke toko keramik SitaNina, udah saya share di grup protokol Bapak."

Parkiran P2, kayak biasanya. Bapak minta vitamin ready di mobil. Siapin juga buat Pak Thian." Sherly menutup panggilan.

Pintu lift terbuka dan Sherly berjalan di samping Raynor. "Pak, rombongan nanti menyusul. Katanya mau mampir dulu ke cabang baru?"

"Iya. Mampir dulu ke cabang baru. Nanti tim yang lain nyusul ke sana, terus kita kunjungan." Raynor melirik Thian.

"Siap." Thian mengangguk.

"Pak Raynor, jam lima heli siap buat nganter ke Bandung," ucap Sherly.

Thian melirik takjub. Sebenarnya bukan pertama kali Raynor menaiki helikopter demi mengejar jadwal.

"Oke. Jam setengah lima udah harus balik sini. Biasa, makan malam sama konglomerat." Raynor melirik jenaka pada Thian yang hanya tersenyum. Mereka berjalan menuju parkiran di mana mobil Raynor sudah menunggu.

Rudy, supir Raynor dan petugas security yang berjaga segera membukakan pintu mobil untuk mereka.

Thian segera menyusul Raynor masuk. Sherly duduk di depan di samping Rudy. Sementara ia di belakang bersama Raynor.

"Pak maaf saya tadi ketiduran." Thian masih merasa tidak enak dan mengungkapkan permohonan maafnya begitu mobil berjalan meninggalkan parkiran.

Raynor hanya tersenyum tipis. "Kayaknya kamu capek banget. Masa sih laporan kamu tadi pagi bikin secapek itu?" Raynor menatap jenaka. "Saya liat kamu agak lesu." Raynor membuka botol vitamin dan memberikan sebutir pada Thian.

"Makasih Pak." Thian segera membuka botol air kemasan yang tersedia di mobil dan menelan vitamin pemberian Raynor.

"Kamu sehat?" Raynor menatap wajahnya.

"Sehat Pak." Thian tersenyum kikuk.

"Keluarga aman?"

Thian menelan ludah. Mendadak suasana hening sejenak.

Apa Sherly bicara sesuatu pada Raynor? Tumben sekali Raynor menanyakan perihal ini kepadanya.

"A.... mana Pak. Maksud saya aman." Thian segera meralat kalimatnya dan mendapatkan tawa kecil Raynor.

"Thian, kamu hari ini lucu banget. Nggak kayak biasanya. Kamu, kayaknya capek banget." Raynor menuding wajahnya dengan senyuman geli.

Thian hanya menjawab dengan senyuman serba salah.

"Cuti Thian. Kalo capek cuti."

"Sore nanti sudah fit kok Pak."

"Ayo deh waktu senggang kita nge-band lagi. Ajak Adnan."

"Siap Pak." Thian mengangguk dengan senyuman.

"Usaha istri kamu, saya liat makin berkembang. Hebat."

"Makasih Pak. Ya ampun, saya lupa belum kabarin dia." Thian segera meraih ponselnya.

"Eh nggak usah, nggak usah. Nggak usah repot lah! Udah lah santai aja. Saya cepet aja kok. Sat set terus cabut."

"Baik Pak." Thian hanya mengucap di bibir dan tetap mengirim pesan kepada Nina.

'Sayang, aku diajak Pak Raynor dadakan ke toko kamu sebelum kunjungan. Kamu di mana? Dia mau cari kado ultah buat mertuanya. Kalo bisa sempetin dateng ya, sambut Pak Raynor.'

              ________________________

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel