Bab.4. Mayat Pria Tertabrak Bus
Sesampainya di RS Sarjito, Jacob segera mengajak Jane mendaftar ke laboratorium MRI. Jane harus mengatri 2 pasien sebelum gilirannya tiba. Maka, Jacob mengajak Jane ke Dokter Emira sejawat spesialis obsgyn di rumah sakit itu untuk mendapatkan suntikan hormon kontrasepsi.
"Jane, kau harus mendapat suntikan hormon kontrasepsi. Semalam kita bercinta tanpa pelindung, aku kuatir kau akan hamil bila tidak segera mendapat injeksi hormon untuk kontrasepsi," ujar Jacob menjelaskan maksudnya mengajak Jane ke Dokter Emira.
Jane pun tertawa seraya berkata, "Apa kau panik bila aku mengandung anakmu?"
Jacob pun menghela napas dan menjawab, "Jangan bercanda tentang kehamilan, kita baru berkenalan beberapa jam yang lalu."
"Oke. Aku akan menutup mulutku," jawab Jane memperagakan isyarat mengunci mulutnya.
Jacob pun tertawa melihat tingkah Jane yang lucu.
Akhirnya, injeksi hormon kontrasepsi pun selesai dilakukan, mereka berdua kembali ke Lab.MRI menunggu giliran Jane.
"Nona Jane, silakan masuk ke ruang MRI," panggil perawat jaga Lab. MRI.
Jane pun meremas tangan Jacob lalu meninggalkannya, masuk ke Lab. MRI sambil menenteng tote bag berisi baju barunya.
Tak lama kemudian, koleganya Dokter Julian spesialis saraf memanggil Jacob untuk mendiskusikan kondisi Jane di ruang praktiknya.
"Dokter Jacob, pasien ini mengalami trauma berat di bagian otak besar bagian belakang dan otak kecilnya. Saya pribadi agak heran, dia masih hidup dengan cedera otak yang sangat hebat. Apa pasien ini sudah mendapat perawatan sebelum menjalani MRI?" tanya Dokter Julian penasaran.
"Belum, Dok. Kuharap Dokter Julian tidak akan syok mendengar cerita saya. Jadi wanita ini sebenarnya sudah meninggal lebih dari 48 jam, tengah malam tadi dia bangkit dari kematian di kamar jenasah. Dugaanku trauma hebat akibat hantaman benda tumpul keras yang menghilangkan nyawanya," ujar Jacob menceritakan kejadian yang terjadi tadi malam pada Dokter Julian.
Sepertinya Dokter Julian terkejut dengan cerita Jacob, dia pun berkata, "Kasus mati suri, Dok?"
Jacob menganggukkan kepalanya sambil menatap serius Dokter Julian, "Dok, bisa meresepkan obat untuk membersihkan darah beku yang berisiko menyumbat pembuluh darah otak dan obat untuk menghilangkan memar di bagian belakang kepala?"
"Tentu saja bisa, Dokter Jacob. Tunggu sebentar saya buatkan resepnya," ucap Dokter Julian lalu mencoret-coret buku resep.
Setelah selesai membuat resep obat untuk Jane, Dokter Julian menyerahkan kertas resep itu pada Jacob. "Kalau pasien mengalami pusing atau gejala abnormal lainnya, Anda bisa hubungi saya lagi, Dok," pesan Dokter Julian.
"Siap, Dok. Terimakasih bantuannya," balas Jacob lalu keluar dari ruang praktik Dokter Julian.
Melihat Jacob keluar dari pintu ruang periksa, Jane pun bergegas mendekatinya dan menggandeng lengan Jacob yang kekar. Dia sudah memakai baju baru yang tadi dibeli di Mal. "Bagaimana hasil MRI nya?" tanya Jane penasaran.
Jacob tertawa lalu menjawab, "Kepalamu babak belur, Cantik. Otakmu begitu mengenaskan, pukulan yang diterima oleh kepalamu sangat keras, otak besar dan otak kecilmu seharusnya konslet."
Jane meringis mendengar perkataan Jacob. "Sepertinya orang yang memukulku amat sangat membenciku, Jake."
"Well ... apakah kamu sudah menikah? Mungkin suamimu yang melakukan KDRT karena kamu selingkuh?" goda Jacob dengan sengaja seraya tertawa berderai.
Mereka berjalan menuju ke ruang kantor Jacob.
"Nonsense, Dear! Lihat jari tanganku, sama sekali tak ada bekas cincin di jari manisku," kelit Jane seraya mengangkat jemarinya di hadapan Jacob.
Jacob hanya melirik jemari Jane yang bermanikur rapi itu, memang tak ada bekas cincin di sana.
"Aku sangat sibuk hari ini, Jane. Mantan teman seruanganmu harus segera kuautopsi. Bisakah kau menebus sendiri resep obatmu?" tanya Jacob seraya mengambil dompetnya.
"Bawa kartu debitku untuk menebus resep obat Dokter Julian. PIN nya 170491." Jacob menyerahkan kertas resep obat dan kartu debitnya.
Hal itu membuat Jane agak heran, pria itu mempercayainya untuk menggunakan kartu debitnya. "Kau tidak takut aku menguras kartu ATM-mu, Jake?" tanya Jane seraya menerima kertas resep dan kartu debit itu.
"No problem. Isi kartu debit yang itu hanya 20juta. Kau boleh membawanya, Jane. Tapi jangan kau hilangkan kartunya, aku malas mengantri di bank," sahut Jacob lalu menggulung lengan kemejanya. Dia ingin bersiap-siap mengerjakan autopsi mayat yang berjejer di tempat tidur besi di kamar mayat.
Jane tertawa mendengar jawaban Jacob lalu berkata, "Baiklah. Thanks. Aku akan meninggalkanmu untuk menguliti Mr. Frankenstein. Bye, Dokter Jake." Dia pun bergegas keluar dari kamar mayat.
Mayat pria yang tertabrak bus 2 hari yang lalu terbaring di hadapan Jacob, siap untuk diautopsi. Jacob memeriksa kondisi luar mayat itu dan menuliskannya di kertas laporan. Lalu mulai membedah mayat itu.
Banyak lebam dan bekas bengkak, tampaknya mayat itu sempat ditangani dokter IGD sebelum kehilangan nyawanya. Tulang paha dan tulang betisnya remuk, tapi penyebab fatal kematiannya ada di patahan tulang rusuk yang menusuk ke jantung dan paru-parunya. Perdarahan dan gagal napas.
"Dokter Jake ...."
Jacob mengangkat wajahnya dari mayat pria itu. Sepertinya ada yang memanggil namanya. Dia menoleh ke sekeliling ruang mayat, tapi tidak ada orang lain selain dia di situ.
"Dokter Jake, aku pria yang sedang kau bedah."
"HAAAAHHH!" seru Jacob terperangah dan mundur dari meja otopsi. Dia memijat keningnya yang mendadak pusing. Sejak Jane hidup kembali, Jacob mengalami hal yang berbau gaib terus-menerus. Dia pun berpikir, apa yang harus dia lakukan. Dia tidak ingin hidupnya diganggu makhluk dari dunia lain.
"Tolong jangan ganggu aku! Aku hanya melakukan pekerjaanku," ucap Jacob tanpa rasa takut.
"Aku tidak ingin mengganggu pekerjaan, Dokter Jake. Aku ingin minta tolong." Suara itu muncul lagi, Jacob bisa mendengarnya dengan jelas sementara jasad mayat di hadapannya masih terbujur kaku.
"Apa yang bisa kubantu, Tuan?" jawab Jacob bergeming di kursinya.
Pria yang tertabrak bus itu ternyata memiliki istri dan dua orang anak perempuan. Dia menyimpan polis asuransi jiwa di kantornya. Istrinya tidak mengetahui hal itu.
Jadi pria itu ingin Jacob memberitahu istrinya tentang polis asuransi jiwa yang bisa dicairkan setelah pria itu meninggal dunia.
Jacob pun menyanggupi permintaan pria itu. Besok pagi, dia akan mampir ke rumah pria itu. Jacob memiliki alamat rumah pria itu di data jenasah.
Pria itu berterimakasih pada Jacob lalu suara itu pun menghilang. Jacob pun menjahit kembali sobekan yang tadi dia buat di sepanjang dada hingga perut pria itu. Dia sudah menyelesaikan satu otopsi.
Hari masih sore, Jacob melanjutkan autopsi mayat berikutnya tanpa ada gangguan dari alam lain. Dia berpikir mungkin setiap mayat memiliki kisah dan kondisi hidup yang berbeda. Ada arwah penasaran dan ada pula yang meninggal dengan tenang.
Untuk kasus Jane, dia masih penasaran bagaimana bisa wanita itu bangkit kembali dari kematian. Kondisi tubuh Jane saat masih menjadi mayat jelas sangat buruk di bagian belakang kepalanya terdapat banyak darah kering.
Menurut Jacob, itu adalah kasus pembunuhan berencana. Nanti bila ada waktu, dia akan mengecek laporan daftar orang hilang di website kepolisian Indonesia. Dia ingin mengetahui jati diri Jane yang sebenarnya.