Ringkasan
Dokter Jacob Carson Indrajaya sangat tampan dan pemberani, keturunan blasteran Australia-Indonesia. Dia bekerja sebagai dokter forensik yang bertugas di kamar mayat rumah sakit Dr. Sarjito. Suatu malam, salah satu mayat kasus pembunuhan terbangun dari kematian dalam kondisi kehilangan ingatannya, Dokter Jacob menamainya Jane. Diapun membawa Jane pulang ke apartmentnya. Malam itu mereka bercinta. Bagaimana kisah cinta antara Dokter Jacob dan Jane? Siapa yang berniat membunuh Jane? Dan siapakah Jane sebenarnya?
Bab.1. Welcome to Life, Miss Jane!
Jam dinding tua di kamar mayat RS. Sarjito berdentang dengan keras sebanyak 12 kali, sudah tepat pukul 24.00. Dokter Jacob baru saja menyelesaikan otopsi jenasah korban pembunuhan kiriman dari Kantor Kepolisian Daerah Depok. Dia sudah terbiasa dengan segala bentuk kekejaman manusia terhadap sesamanya.
Pekerjaannya ini mungkin adalah pilihan yang sangat anti mainstream, rekan-rekan seprofesinya paling alergi dengan istilah 'kamar mayat' yang menyeramkan. Tapi pikir Jacob, bila dia ingin menjadi dokter anak atau dokter bedah atau dokter obsgyn atau semacamnya, stok dokter di profesi itu sudah sangat melimpah. Dia ingin menjadi sosok yang lebih bermanfaat di posisi yang tidak diminati rekan-rekan sejawatnya.
Kedua orang tuanya bekerja sebagai dosen di FKH UGM, sama-sama bergelar profesor, Profesor James Peter Indrajaya dan Profesor Gwendolyn Laura Carson. Saudara kembar non identiknya, Joshua Carson Siregar pun seorang profesor dan dia bekerja sebagai dosen patologist di FKH UGM. Jacob ingin sesuatu yang berbeda dari profesi keluarganya.
Malam ini benar-benar melelahkan, dia ingin cepat pulang setelah membereskan alat-alat pembelah tubuh manusia yang tergeletak di meja otopsi.
"Tuan ... EHMM ...TUAN!" seru suara wanita di ruang mayat itu memanggil Jacob.
Bulu kuduk Jacob meremang, mana ada wanita berkeliaran tengah malam di kamar mayat. Apa dia berhalusinasi karena terlalu lelah bekerja dengan mayat? pikir Jacob seraya menggosok-gosok lehernya dengan telapak tangannya.
Wanita itu pun turun dari tempat tidurnya lalu berjalan ke tempat Jacob yang sedang memunggunginya dan sepertinya sibuk membereskan peralatan di meja. Dia menepuk bahu Jacob dan membuat pria itu melonjak di tempatnya berdiri.
"HUUUAAAAA!" teriak Jacob sambil melotot ketika melihat seorang wanita yang dia tahu sudah meninggal sekitar 48 jam yang lalu berdiri di hadapannya dan sedang tersenyum padanya. Dia sendiri yang menerima jenasah wanita cantik tanpa identitas itu kemarin.
"Kok kaget sih?!" tanya wanita tanpa identitas itu dengan bingung pada Jacob.
Jacob menyentuh wajah wanita di hadapannya yang ternyata hangat, dia memeriksa detak jantung wanita itu dengan stetoskop yang biasa dia bawa di dalam jas labnya. Ada detak jantung yang kuat dan ritmis di dada wanita itu.
Dia menggaruk-garuk kepalanya bingung. Apa wanita ini mati suri? Dia yakin saat menerima jenasah wanita ini, kondisinya sudah tanpa ada tanda vital sama sekali, wajahnya pun pucat membiru seperti mayat biasanya.
"Ehh .... Nona, siapa namamu?" tanya Jacob memberanikan diri berbicara dengan wanita itu.
Wanita itu bersedekap sambil menggigiti kukunya yang termanikur rapi seperti sedang berpikir keras. "Sejujurnya ... aku ... tidak ingat siapa namaku ...."
Jacob menepuk jidatnya sendiri dan menghela napas dengan berat. "Baiklah. Aku akan memanggilmu 'JANE' sama seperti nama mayat wanita tanpa identitas. Nona Jane, selamat datang kembali ke dalam dunia orang hidup."
"Apa aku sebelumnya ... mati?" tanya wanita itu lagi dengan tidak percaya.
"Ya, kamu mati akibat pukulan benda tumpul keras yang meremukkan tulang tengkorakmu dan mungkin juga menyebabkan perdarahan hebat di dalam otakmu. Kau beruntung, aku belum menguliti kepalamu hari ini," ujar Jacob dengan santai tanpa mempedulikan perasaan lawan bicaranya.
Wanita itu melongo mendengar ucapan Jacob yang begitu menyeramkan, pria itu apakah psikopat? pikirnya.
"Tuan apa Anda tidak bercanda?" tanya Jane lagi.
"Ehhh .... Nona, maaf dengan berat hati, saya ingin mengatakan bahwa Anda ... telanjang sekarang," ujar Jacob dengan geli seraya menatap dari ujung kaki ke ujung kepala wanita di hadapannya itu.
"AAAARRRRGGHHHH!" teriak Jane histeris seraya menutupi dada dan organ intimnya.
Hal itu membuat Jacob tertawa berderai, sungguh mayat hidup yang aneh! Dia sudah tidak takut lagi karena nampaknya wanita cantik itu bukan hantu. Jacob sudah terbiasa melihat tubuh telanjang karena pekerjaannya.
Jacob pun berjalan ke arah tempat tidur yang tadi dipakai wanita itu. Dia mengambil selembar kain kafan putih itu lalu membelitkan di tubuh wanita itu menyerupai kepompong untuk menutupi ketelanjangannya.
"Oke, kamu tunggu sebentar di sini, Jane. Aku masih harus membereskan peralatan otopsi sebentar saja. Kurasa sebaiknya kau menginap di tempatku malam ini, daripada harus tidur dengan teman-temanmu yang masih tertidur lelap di sini," ujar Jacob dengan geli sambil meletakkan peralatan otopsi sesuai dengan tempat yang seharusnya di troli peralatan.
"Siapa namamu, Tuan?" tanya Jane pada Jacob sambil mencoba duduk di kursi.
"Aku Jacob, Dokter Jacob, penunggu kamar mayat," jawab Jacob seraya tertawa.
"Aku curiga, kau adalah kekasihku, Jacob," ucap Jane dengan serius.
Jacob mengernyitkan alisnya mendengar perkataan Jane. "Jangan konyol! Kita baru bertemu kemarin. Itu pun kau dalam keadaan tak bernyawa," protes Jacob.
"Wajahmu begitu familiar, Jake. Aku seperti sudah lama mengenalmu. Ada perasaan hangat di dalam dadaku saat melihat senyummu," ujar Jane seraya menatap Jacob.
"Kurasa itu hanya perasaanmu saja Jane ... kita tidak saling mengenal, oke?" balas Jacob dengan datar. "Ayo kita pulang ke apartmentku," ajak Jacob.
Wanita itu mencoba berdiri dan berjalan. Namun, begitu sulit dengan belitan kain kafan di tubuhnya dan dia hampir terjerembap ke lantai kamar mayat. Untungnya Jacob menangkap tubuhnya yang ramping itu dan memeluknya. Mereka pun bertatapan dengan intens satu sama lain.
"Hey, sudah kubilang, kan .... Aku yakin kau kekasihku, Jake!" ucap Jane masih bersikukuh bahwa Jacob adalah kekasihnya.
"Whatever, Miss Jane!" sahut Jacob lelah berdebat dengan nona mayat hidup itu.
Jacob pun mengangkat Jane ke dadanya lalu menggendongnya keluar dari kamar mayat menuju ke mobilnya di parkiran samping kamar jenasah RS Sarjito. Satu-satunya mobil yang berada di parkiran pada dini hari.
Berada di gendongan pria tampan rasanya begitu menyenangkan, pikir Jane. Pria satu ini begitu pemberani, di tengah malam berada di tengah banyak jenasah yang mengerikan kondisinya. Jane tadi sempat melihat mayat-mayat yang terbaring di dekatnya, dia sebenarnya ketakutan. Untunglah ada manusia di ruangan itu.
Jalanan kota Yogyakarta sudah sangat sepi, hanya orang-orang yang memang hidup di dunia malam yang masih bisa ditemui di jam seperti sekarang. Jacob melirik jam tangannya, sudah jam 01.15, pantas matanya sudah 5 watt rasanya.
Pekerjaannya menuntut waktu yang tak terbatas, terkadang dia harus lembur hingga subuh. Namun, dia juga memiliki jam berangkat kantor yang lebih longgar.
Kantornya membutuhkan tambahan dokter forensik, dia sebenarnya baru sebulan pindah ke RS Sarjito, sebelumnya dia praktek di luar pulau Jawa. Tapi memang sudah lama dia ingin pulang ke Yogyakarta, kampung halamannya. Dia sangat rindu pada daddy dan mommynya, juga saudara kembarnya Joshua dan Papa Rey.
"Ehmm!" Jane berdehem memecah keheningan.
"Ya. Ada apa, Jane?" tanya Jacob seraya melirik ke Jane yang duduk di sebelah kursi pengemudi.
"Apa kita akan tidur bersama malam ini?" tanya Jane dengan penasaran.
Jacob pun tertawa, dia masih belum berpikir bagaimana mereka akan tidur nanti. "Ehh ... sebenarnya aku hanya punya 1 ranjang sih. Mungkin kau bisa tidur di ranjang, aku akan mengalah tidur di sofa saja."
"Oohhh so sweet!" seru Jane seraya menangkup pipinya sendiri dengan telapak tangannya. "Aku suka pria sepertimu, Jacob."
"Dasar wanita aneh!" gumam Jacob sambil menyetir.
"Aku lupa bertanya, apa kau tidak lapar? Sepertinya kau sudah tidak makan 48 jam lebih ... atau kau makan kembang?" tanya Jacob dengan bingung. Wanita ini bagaimana pun baru bangkit dari kematian.
Jane tertawa terbahak-bahak mendengar Jacob berpikir dia makan kembang seperti lelembut. "Entahlah kurasa perutku kosong saat ini, apa kau punya mie instant di rumahmu?"
"Tentu aku punya, nanti akan kubuatkan dua bungkus mie instant untukmu," sahut Jacob sambil menyengir. Wanita itu benar-benar manusia, batin Jacob.
Apartment Banteng Village sudah nampak, Jacob pun melambatkan kecepatan mobil CRV putihnya lalu membelok masuk menuju parkiran basement.