Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

3. Meninggal Rumah

Nyonya Diana menyeringai, "Dari mana saja kamu hingga pulang selarut ini?" Tanya Nyonya Diana.

Anasera menatapnya tajam, dia berusaha keras mengendalikan emosinya yang mulai membara. "Itu bukan urusanmu dan jika kamu memiliki banyak waktu luang dan kamu tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan itu, aku sarankan kamu menggunakannya untuk mengajari anak-anakmu sopan santun," ujar Anasera sambil melengkung bibirnya membentuk senyuman sinis dengan tangan yang dilipat ke dada.

Nyonya Diana menggigit bibirnya sambil melotot pada Anasera, dia marah karena ucapan Anasera barusan. "Dasar anak kurang ajar, aku akan mengajarimu sopan santun..." katanya sambil mengangkat tangannya hendak memukul wajah Anasera.

Cepat-cepat Anasera meraih tangan ibu tirinya tepat pada waktunya dan mendorongnya dengan kasar. Anasera mencoba menjaga emosinya agar tetap terkontrol.

"Sebaiknya kau tidak melakukan itu, perempuan tua," kata Anasera dan berjalan ke atas.

Anasera telah berjanji untuk tidak mengambil risiko apa pun terkait ibu tirinya. Ibunya mengandungnya saat masih berpacaran dengan ayahnya, dan begitu ayahnya mengetahui hal tersebut, ia langsung meninggalkan ibunya.

Saat dia masih tinggal dengan bibinya, Anasera mendengar kabar bahwa ibunya kini telah menjalani kehidupan baru bersama suami dan anak-anak barunya.

Ayahnya tidak mempunyai anak yang berkompeten, mereka selalu menjadi berita utama dengan satu skandal dan skandal lainnya. Jadi pria itu meminta Anasera pada bibinya untuk tinggal bersamanya, itulah sebabnya dia dikenal sebagai anak perempuan tidak sah dari keluarga Wijaya, namun dia juga menjadi satu-satunya anak dari keluarga Wijaya yang membanggakan.

Nyonya Diana tidak hanya membenci Anasera karena dia adalah putri suaminya dengan perempuan lain, namun dia juga cemburu karena dia tidak memiliki anak dengan reputasi yang baik seperti Anasera yang membawa nama keluarga.

“Mom, kamu bahkan tidak bisa melawannya. Kamu hanya melihat dia menghinamu,” kata Lavanya kepada ibunya.

"Diam lah! Andai saja salah satu dari kalian dapat membuat bangga keluarga ini, maka anak sialan itu tidak akan pernah ada di sini" Nyonya Diana balas meludah pada putri ke duanya.

Lavanya Pramatagi Wijaya merupakan putri kedua dari Nyonya Diana dan Tuan Wijaya. Namanya dikenal di berbagai klub malam di hampir seluruh Indonesia. Lavanya dikenal sebagai anggota keluarga Wijaya yang paling boros dan juga paling malas.

"Terserah" Jawab Lavanya sambil meniup permen karetnya dan mulai berjalan ke arah pintu.

"Mau kemana lagi kamu?" Nyonya Diana bertanya dengan suara dingin.

Lavanya memutar bola matanya, “Klub, tentu saja” ucapnya sambil memutar-mutar kunci mobil di jarinya.

Nyonya Diana memelototinya dengan kecewa. Lavanya mengenakan rok mini kulit berwarna merah dan jaket kulit merah yang serasi dengan sepatu hak hitamnya.

*

*

*

Keesokan paginya, Anasera menguap sambil turun dari tempat tidurnya untuk mempersiapkan diri berangkat kerja.

Anasera lulus dengan gelar cumlaud di salah satu universitas terkemuka di Spanyol.

Inilah alasan mengapa Tuan Wijaya memintanya untuk kembali ke keluarganya. Dia ingin memanfaatkannya untuk membawa perusahaan keluarga ke tingkat yang lebih tinggi dan mengamankan properti untuk masa depan anak-anaknya.

Anasera tidak bodoh jika tertipu oleh tipuan ayahnya. Dia tahu jika ayahnya tidak memiliki kasih sayang padanya atau bahkan dengan tulus mengakui dia sebagai putrinya. Pria tua itu hanya peduli pada anak-anaknya dengan Nyonya Diana.

Anasera bekerja untuk sebuah anak perusahaan besar di Jakarta sebagai manajer umum. Perusahaan Ortiz Grup adalah salah satu perusahaan terkemuka di hampir semua benua. Perusahaan itu bergerak dibidang perhiasan dan properti. Mereka memiliki banyak cabang secara global.

*

*

*

Tiga bulan kemudian.

Anasera tiba di perusahaan dengan pikiran yang kacau. Dia langsung masuk ke dalam kantor tanpa menghiraukan para karyawan yang sibuk menggosipkannya seperti biasa.

Ketika kembali ke kantornya, Anasera membuka tasnya dan mengeluarkan alat tes kehamilan. Dengan ekspresi cemberut, dia mengingat bahwa dua hari lalu dia telah melakukan tes, namun hasilnya negatif. Lantas, mengapa hari ini dia tiba-tiba merasa mual hanya karena mencium aroma sup yang menurutnya biasa saja? Anasera menghela napas panjang, lalu mengumpulkan keberaniannya untuk melakukan tes kehamilan sekali lagi.

"Semoga saja aku salah," gumamnya dalam hati. Namun, kali ini hasilnya positif.

Merasa terkejut dan bingung, Anasera menahan tangisnya sambil duduk di ruangan itu.

"Kenapa ini bisa terjadi? Apa yang harus kulakukan sekarang?" serunya dalam hati, merasa tidak percaya dengan hasil yang ia terima.

Setelah meratapi nasibnya dengan wajah cemberut, Anasera bangkit dan mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Arvany, perempuan yang sudah menjadi teman baiknya sejak pertemuan kembali mereka pada saat hari pernikahan tunangannya dengan adik tirinya. Wanita itu selalu ada saat Anasera membutuhkan dukungan. Tanpa ragu, ia segera menghubungi Arvany untuk mencurahkan perasaan dan mencari nasihat yang bisa membantunya dalam menghadapi situasi yang tak terduga ini.

"Hai, tumbem kamu menelponku saat jam kerja seperti ini?" Tanya Arvany.

“Vany, kali ini hasilnya positif,” Ujar Anasera dengan suara lemah.

"hah? apa yang kamu bicarakan" tanya Arvany bingung.

“Aku hamil, van!”

"Apa.." teriak Arvany.

“Hm, tadi pagi aku tiba-tiba merasa mual karena bau sup dan muntah setelahnya. Aku putuskan untuk mencoba melakukan tes sekali lagi dan kali ini hasilnya positif,” ujar Anasera lemah.

"Dengar, aku harus menutup telepon sekarang," kata Anasera.

Anasera telah menceritakan semua masalah yang terjadi padanya beberapa bulan yang lalu pada Arvany ketika dia mengunjungi apartemen Arvany.

Sudah tiga bulan dari kejadian itu dan Anasera belum mendapatkan menstruasi bulanannya.

Anasera menundukkan kepalanya di atas mejanya.

Haruskah aku menjaga bayi ini?

Siapa ayahnya? Apakah anak ku akan tumbuh tanpa sosok seorang ayah?

Banyak pikiran buruk terus muncul di kepalanya dan Anasera mulai mengalami sakit kepala. Dia memutuskan untuk pulang kerja lebih awal dan kembali ke rumah. Segera setelah dia sampai dia langsung bergegas ke kamarnya dan berlari ke kamar mandi untuk muntah lagi karena rasa mual yang tiba-tiba muncul kembali.

Anasera keluar dengan wajah yang tampak pucat dan lemah. Dia berbaring di tempat tidurnya dengan lelah..

'Jika hal ini terus berlanjut maka sebentar lagi seluruh keluarga Wijaya akan mengetahui kehamilan ku' gumam Anasera.

Dia menundukkan kepalanya dan meletakkan tangannya di perutnya.

“Jadi aku sedang mengandung seorang anak,” Gumam Anasera. Tampa sadar ada sedikit senyuman yang terukir di wajahnya.

*

*

*

Madrid, Spanyol

Maximillano Ortiz yang duduk di sitting area kamar tidurnya sambil bekerja lembur dengan laptopnya. Sesekali tangannya meraih cangkir kopinya yang tersimpan di atas meja kopi di hadapannya.

Tiba-tiba teleponnya berdering dan dia segera mengangkatnya.

“Tuan, kita mempunyai klien yang perlu kita temui di Indonesia” kata Ivans, asistennya melalui telepon.

Pupil mata Maximillano membesar dan dia tetap diam di telepon. Dia berbalik ke ujung tempat tidur sambil menatap hoodie hitam itu.

Dia ingat saat ia mengenakan hoodie itu tiga bulan yang lalu ketika dia berkunjung ke Indonesia dan dia bertemu dengan wanita yang menghabiskan malam bersamanya.

Maximillano menutup matanya mencoba mengingat wajah perempuan itu, tetapi bayangan perempuan itu mulai memudar dari ingatannya.

Keesokan paginya saat Maximillano bangun, dia mendapati jika perempuan itu memeluknya erat-erat, dia tidur nyenyak dengan bibir kecilnya yang seperti ceri.

Tampa sadar Maximillano tersenyum saat mengingat momen itu.

"Tuan," Kata Ivans lagi diseberang telepon karena atasannya yang tidak menjawabnya selama beberapa menit.

Maximillano tersentak kembali ke dunia nyata.

"Baiklah, kapan kita akan mengadakan pertemuannya?" Tanya Maximillano dengan suara dingin dan datar.

"Kita akan berangkat kesana dalam dua hari kedepan, Tuan," jawab Ivans.

"Baiklah" ucapnya lalu menutup panggilan telfon dari asistennya.

Tiba-tiba dia menjadi bersemangat dan tidak sabar untuk kembali ke Indonesia.

*

*

*

Jakarta, Indonesia

Keesokan harinya, Anasera bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk menyikat giginya.

Tiba-tiba Nyonya Diana masuk ke kamar Anasera untuk melihat apa yang sedang perempuan itu lakukan, tetapi Nyonya Diana tidak dapat menemukannya. Dia menggelengkan kepalanya dan hendak pergi dari sana, namun tampa sengaja matanya melihat tespeck. Karena penasaran, dia segera mengambil tespeck itu untuk memeriksanya. Saat dia sudah mendapatkan benda itu, dia terkesiap kaget saat melihat tespcek yang menunjukan tanda positif. Dia bukan pemula dalam hal ini.

"Jadi Anasera hamil," Ujar Nyonya Diana seperti berbisik sambil mengelus bibirnya.

Bibirnya melengkung membentuk seringai.

"Akhirnya aku memiliki kesempatan untuk membuang sampah itu keluar dari rumah ini," katanya dan turun ke bawah dengan membawa benda itu.

Setelah Anasera menyegarkan diri dan bersiap untuk bekerja, dia ingat jika tadi dia ingin membuang tespeck itu. Dia berjalan ke arah nakas samping tempat tidur untuk mengambil tespeck itu tetapi dia tidak dapat menemukannya. Anasera pikir mungkin benda itu terjatuh, jadi dia memeriksanya ke bawah tempat tidur tetapi tidak dapat juga menemukannya di sana. Dia mengerutkan wajahnya dan memeriksa ke mana pun kemungkinan benda itu jatuh, tetapi tidak berhasil.

Anasera sudah terlambat dan memutuskan untuk melanjutkan pencarian setelah dia kembali dari bekerja.

Anasera turun dan dia menemukan seluruh keluarga yang duduk di meja makan sedang sarapan. Saat ini dia sedang tidak berminat untuk sarapan, jadi dia memutuskan untuk melewati mereka dan langsung berangkat bekerja.

“Anasera!” Anasera berbalik karena mendengar ibu tirinya memanggilnya dengan suara dingin.

Dia berbalik perlahan dan hal berikutnya yang dia dapatkan adalah..

Plaaakk..

Plaaakk..

Anasera ditampar dengan keras dua kali oleh ibu tirinya.

Kerutan dalam muncul di wajahnya saat dia menatap Nyonya Diana tajam seperti sebuah pedang yang siap menebas lawannya.

Sebelum Anasera dapat berbicara, Nyonya Diana lebih dulu menunjukan sebuah alat tespeck padanya.

“Kenapa kamu tidak menjelaskan ini?” Ujar Nyonya Diana sambil menyeringai puas.

Hati Anasera mencelos, dia menelan ludahnya dengan gugup. Bagaimana wanita tua ini bisa mendapatkannya? Anasera bertanya-tanya.

"Katakan sesuatu, Anasera" Ayahnya meraung marah sambil berdiri dari tempat duduknya.

Segera seluruh keluarga yang ada di ruangan itu juga ikut bangkit berdiri.

Anasera mengepalkan tangannya dengan erat.

"Benar, aku hamil" Ujar Anasera dengan suara dan ekspresi dingin dan datar.

Lavanya tersentak kaget dan tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

“Putri yang maha luar biasa ini akhirnya membuat malu keluarga” Ujar Lavanya dengan nada gembira dan puas.

Nyonya Tua Wijaya memegangi dadanya erat-erat dan tiba-tiba mengerang kesakitan.

"Oma!"

"Ibu!"

Mereka semua bergegas ke arah Wanita yang paling tua di keluarga itu saat wanita tua itu terjatuh ke tanah.

Anasera yang hendak menyentuh Oma namun segera dihalangi oleh Lavanya. Lavanya menyentak tangan Anasera yang mencoba menyentuh Nyonya Tua Wijaya.

"Keluar dari sini, apa kamu tidak lihat nenek seperti ini akibat ulahmu? Kamu sangat terkutuk makanya kedua orang tuamu tidak mau mengakuimu" Ujar Lavanya dengan nada jahat.

Anasera menggigit bibirnya keras-keras berusaha menahan air matanya agar tidak meluncur ke bawah.

*

*

Dokter segera datang dan memeriksa kondisi Nyonya Tua Wijaya. Seluruh keluarga duduk di ruang tamu menunggu kabar dari dokter.

“Jika terjadi apa-apa pada ibuku, aku akan mengulitimu hidup-hidup” Teriak Tuan Prabu Wijaya pada Anasera.

“Bagaimana kamu bisa begitu tidak masuk akal?” Ujar orang yang paling tidak Anasera duga akan menyerangnya juga kali ini yang akhirnya mampu membuat air matanya jatuh.

"Rama, bahkan kamu," Ujar Anasera dengan suara tercekat.

Rama adalah adik laki-laki Kaylasha dan Lavanya. Dia baru berusia 20 tahun dan seorang mahasiswa. Dia adalah satu-satunya orang yang tidak pernah berbicara buruk tentang Anasera sejak Anasera kembali ke keluarga Wijaya, Rama bahkan menentang orangtuanya demi Anasera.

“Anasera, kupikir kamu perempuan baik-baik dan ibuku hanya membencimu tanpa alasan, tapi sekarang kenyataan ini seolah menamparku” Ujar Rama sambil tersenyum sinis.

Lavanya tersenyum sambil mengusap rambut Rama. Rama segera mendorong tangannya dengan kasar.

"Jauhkan tanganmu dariku, j****g," Ujar Rama pada Lavanya.

*

*

*

Setelah menunggu beberapa saat, dokter turun. "Nyonya Tua wijaya hampir menderita serangan jantung. Dia sangat beruntung karena segera ditangani dengan cepat, tapi jika hal seperti ini terjadi lagi, kemungkinan besar dia akan lumpuh." kata dokter.

Tuan Prabu Wijaya menghela nafas lega sambil memegangi dadanya yang berdebar kencang beberapa waktu lalu.

"Terima kasih dokter, bolehkah aku menemuinya sekarang?" Tanya Tuan Prabu Wijaya.

“Nyonya Tua Wijaya perlu istirahat yang cukup. Dia tidak boleh stres dalam hal apa pun, saya akan pergi sekarang” Ujar dokter dan segera pergi dari sana.

“Kamu adalah penyebab dari kekacauan ini, kamu dengar apa yang dikatakan dokter kan? Kemasi barang-barangmu dan keluar dari rumah ini sekarang juga” Teriak Nyonya Diana pada Anasera.

Anasera menangis dengan keras, dia tidak bermaksud membuat kekacauan di keluarganya.

Tuan Wijaya berbalik ke arah Anasera, pria paru baya itu bertanya pada Anasera dengan suara yang sangat dingin, "Siapa ayah dari anak itu?" Dia bertanya sambil menekankan pada setiap katanya.

Bahkan pria tua itu ingin tahu.

Anasera hanya bisa menatap ayahnya sambil tetap diam.

"Jawab, Sialan! " Suara Tuan Prabu Wijaya menggema ke seluruh ruang tamu itu.

Anasera tersentak oleh rasa dingin yang terpancar dari aura Tuan Prabu Wijaya. Dia cukup terkejut dengan reaksi pria yang membuatnya ada di dunia ini.

'Selama ini dia tidak peduli peduli padaku. Lalu kenapa sekarang dia tiba-tiba marah seolah ia peduli?' Batin Anasera.

Anasera menarik napas dalam-dalam "Aku juga tidak tahu" ucapnya dengan nada rendah sambil menundukan pandangannya.

Lavanya tertawa terbahak-bahak, "wah, Ansera, aku tidak menyangka jika kamu begitu liar. Jadi, sudah berapa banyak pria yang telah dekat denganmu sejauh ini atau kamu tidak bisa menghitungnya" Ujar Lavanya mengejek.

"Bagaimana dia bisa mengetahuinya, dia sama persis seperti ibunya. Mereka semua p*****r,'' Ujar Nyonya Diana.

Anasera tidak tahan lagi menerima hinaan dari mereka.

"Cukup! Hanya karna aku diam saja bukan berarti kalian bisa berbicara dan menghinaku sesuka hati" Teriak Anasera pada mereka semua yang ada di ruangan itu.

"Kamu pikir aku lemah karena aku hanya diam saja dari tadi?" Lanjut Anasera sambil mengajukan jarinya pada Nyonya Diana.

"Hina aku sekali lagi, akan ku pastikan kalian akan membayar semuanya."

"Ah, dan kamu pikir aku ingin tinggal di rumah ini dengan orang-orang mengerikan yang tercela seperti kalian semua, Kalian salah. Aku tidak ingin tinggal di sini lebih lama lagi" Lanjut Anasera sambil berjalan ke kamarnya di lantai atas.

*

*

*

Anasera kembali dengan barang bawaannya.

"Semoga hidup kalian menyenangkan," Ujar Anasera sambil menarik kopernya dan segera keluar dari rumah itu.

Tuan Prabu Wijaya tertawa kecil, "memalukan sekali. Apa sebenarnya kesalahan yang aku perbuat hingga semesta mengutukku dengan memberikan anak-anak yang tidak berguna bagai sampah?" Geram Tuan Prabu Wijaya.

"Dan Anak itu, berani sekali dia meninggalkanku. Akan ku pastikan akan membuatnya membayar semua ini," Lanjut Tuan Prabu Wijaya dan pergi dengan marah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel