Bab 8. Kesepakatan yang Memberikan Bukti
“Tuan Kaivan?” sapa sang pelayan menyambut Kaivan yang baru saja pulang.
“Di mana Livia?” Kaivan bertanya dengan nada dingin dan raut wajah tanpa ekspresi. Ya, kini dia tengah berada di rumah Livia. Tepatnya saat Kaivan meeting, dia lelah mendengar permintaan Livia yang terus-terusan memintanya untuk pulang. Tidak ingin pusing, Kaivan pun akhirnya menyetujui permintaan Livia untuk pulang.
“Nyonya ada di dalam, Tuan,” jawab sang pelayan dengan sopan dan ramah.
Kaivan mengangguk singkat. Kemudian, dia melangkah masuk kedalam rumah. Saat Kaivan memasuki rumah, tatapan Kaivan melihat Livia menuruni tangga. Dengan cepat Livia langsung menghamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Kaivan.
“Kaivan, akhirnya kamu pulang. Aku merindukanmu,” ucap Livia seraya terus memeluk erat Kaivan. Sedangkan Kaivan hanya diam dan tidak membalas pelukan Livia.
“Kamu tahu tadi aku sedang meeting, Livia. Kenapa kamu terus memintaku untuk pulang?” seru Kaivan seraya melepas pelukan Livia. Tatapannya menatap sang istri dengan tatapan penuh peringatan.
Livia menatap dingin Kaivan. “Aku memang menyetujuimu menikah lagi, Kaivan. Tapi bukan artinya kamu mengutamakan Krystal dari padaku, kan? Aku tetap jauh lebih berhak atas dirimu. Bukan Krystal!” jawabnya penuh penekanan.
Kaivan mengembuskan napas kasar. “Jangan kekanakan, Livia! Kamu sendiri yang mengizinkan tapi kenapa sekarang kamu bersikap kekanakan seperti ini!” serunya menegaskan.
“Maaf…” Livia kembali memeluk erat Kaivan. Namun tetap saja Kaivan tidak membalas pelukan istrinya itu. Kaivan tetap diam setiap kali Livia memeluknya. “Aku memintamu datang karena aku merindukanmu dan juga aku ingin mengingatkanmu. Kamu sudah berjanji akan menemaniku. Kamu tidak lupa, kan?” ujarnya seraya mendongakan kepalanya menatap Kaivan.
“Livia, kamu bisa meminta temanmu untuk menemanimu. Aku sibuk, Livia,” ucap Kaivan penuh penekanan dan ketegasan di sana.
“Kaivan. Sebentar lagi aku akan ke London. Perusahaan keluargaku akan membuka cabang di sana. Kemungkinan aku akan lama di London. Kamu tidak mungkin bisa menemaniku ke London sekarang kamu juga tidak mau menuruti permintaanku? Padahal aku hanya memintamu menemaniku paling lama hanya dua sampai tiga jam saja, Kaivan.” Livia berujar dengan wajah yang terlihat muram dan sedih. Tatapanya menatap Kaivan penuh dengan permohonan.
Kaivan kembali mengembuskan napas kasar. Dia memejamkan mata singkat. Ya, tepatnya sebelum Kaivan menikah dengan Krystal—dia sudah tahu Livia akan ke London untuk waktu yang cukup lama. Mungkin dua atau tiga bulan atau mungkin lebih. Belum bisa dipastikan. Mengingat Livia adalah anak tunggal di keluarganya. Livia memiliki tanggung jawab untuk mengurus bisnis keluarganya. Sedangkan Kaivan pun tidak bisa meninggalkan Jakarta.
Alasan kuat kenapa akhirnya Kaivan menikah dengan Krystal karena dirinya mendapatkan desakan dari seluruh keluarga besarnya untuk memiliki anak. Tepatnya satu tahun lalu Kaivan dan Livia pernah mencoba program bayi tabung. Namun, rahim Livia yang bermasalah tidak memungkinkan Livia dapat mengandung.
Sejak awal, Kaivan menikah dengan Livia karena perjodohan yang telah diatur oleh kedua orang tua mereka. Pun Kaivan tidak bisa membantah. Selama ini hidup Kaivan terlalu fokus pada pekerjaan dan pendidikannya. Dan hingga saat pernikahannya dengan Livia sudah memasuki tahun keempat, Kaivan semakin mendapatkan desakan dari keluarga besarnya untuk segera memiliki keturunan. Tak ada pilihan lain, akhirnya Kaivan menyetujui permintaan Livia yang memintanya menikah lagi demi mendapatkan anak.
“Alright. Aku akan menemanimu. Katakan padaku, kamu ingin ke mana?” tanya Kaivan dengan tatapan dingin pada Livia.
Livia tersenyum bahagia. Dia langsung memeluk Kaivan. Mengaitkan tangannya di leher suaminya itu dan memberikan kecupan singkat di bibir sang suami. “Aku ingin mengajakmu melihat sebuah pementasan. Tapi aku tidak bisa memberitahumu pementasan apa. Nanti saja kamu akan tahu saat menemaniku nanti.”
Kaivan mengangguk singkat. Dia tidak mau lagi membahas hal itu. “Aku ingin istirahat. Ini sudah malam. Besok pagi aku harus meeting dengan rekan bisnisku dari Dubai.”
Livia kembali tersenyum. Dia memeluk lengan Kaivan sambil berkata, “Ayo kita istirahat. Aku juga sudah mengantuk.”
Kaivan tak merespon ucapan Livia. Dia melangkah menuju kamar bersama Livia yang terus memeluk lengannya dengan begitu erat. Tampak wajah Kaivan terlihat begitu dingin dan seolah mengabaikan Livia yang terus memeluk lengannya itu.
***
Waktu menunjukan pukul delapan pagi, Kaivan yang baru saja selesai sarapan—dia langsung berpamitan karena hari ini dia memiliki meeting penting. Tidak lupa Livia mengingatkan Kaivan kembali untuk menemani dirinya. Ya, Kaivan pun tidak mungkin lupa dengan apa yang sudah dijanjikan olehnya.
Saat Kaivan tengah melajukan mobilnya, tiba-tiba sesuatu muncul dalam ingatannya. Seketika Kaivan langsung mengumpat kala mengingat dokumen penting miliknya ada di ruang kerjanya yang ada di rumah—yang ditempati oleh Krystal. Kaivan lupa untuk mengambilnya.
Kaivan mengembuskan napas kasar. Bisa saja, dia meminta asistennya untuk mengambil dokumen miliknya tapi itu akan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Kini Kaivan melirik sebentar arloji yang melingkat di pergelangan tangannya. Beruntung, dia masih memiliki waktu. Didetik selanjutnya, Kaivan membelokan setir mobilnya. Dia putar balik menuju rumah yang ditempati oleh Krystal.
Tak berselang lama, setelah Kaivan tiba—dia langsung melangkah masuk menuju ruang kerjanya. Namun, langkah Kaivan terhenti kala mendengar ada suara dari arah kolam renang. Suara seperti ada yang tengah berenang. Kaivan memilih melangkahkan kakinya menuju kolam renang.
Seketika Kaivan terdiam di ambang pintu. Pria itu melipat tangan di depan dada kala melihat Krystal terlihat begitu hebat dalam berenang. Beberapa gerakan bebas begitu dikuasai wanita itu. Kaivan pun seolah lupa dengan tujuannya awalnya ke sini. Dia tampak terus menatap Krystal dan tidak henti melihat wanita itu.
“Huhhh…”
Krystal mengambil napas kala dia muncul di permukaan. Kini Krystal naik ke tepi kolam. Namun tiba-tiba Krystal begitu terkejut melihat kedatangan Kaivan. Tampak wajah Krystal menjadi panik dan salah tingkah. Dia tidak tahu kalau Kaivan berdiri di ambang pintu.
“K-Kaivan? K-Kamu sudah pulang?” tanya Krystal gugup. Ya, jelas Krystal terkejut. Mengingat tadi malam Kaivan tidak pulang. Dan Kaivan pun tidak pernah pulang ke rumah di pagi hari seperti ini.
Kaivan melangkah mendekat pada Krystal. Menatap wanita itu yang terbalut oleh bikini merah yang begitu seksi. Ukuran dada Krystal yang menantang. Lekuk tubuhnya yang indah. Kulit putih mulus tanpa sedikit pun noda di tubuh wanita itu telah berhasil menyita perhatian Kaivan.
Krystal yang melihat Kaivan menatap tubuhnya—dia langsung terburu-buru mengambil bathrobe. Namun sayangnya, Kaivan langsung menarik tangan Krystal; menghentikan gerak Krystal. Kaivan melingkarkan tangannya ke pingang Krystal membuat wanita itu semakin gugup.
“K-Kaivan—” Krystal menelan salivanya susah payah. Kini tubuhnya masih terbalut oleh bikini merah dan berada dalam pelukan Kaivan. Jantung Krystal berpacu semakin kencang. Jarak mereka begitu dekat dan intim. Dada Krystal menyentuh dada Kaivan.
“Rileks, Krystal…” Kaivan membelai pipi Krystal sedikit kasar. Kemudian, dia mendekatkan bibirnya ke telinga Krystal seraya berbisik, “Kenapa kamu harus gugup seperti ini, hm? Bukankah aku sudah melihat seluruh tubuhmu?”
“A-Aku—” Krystal menelan salivanya susah payah kala mendengar ucapan Kaivan.
Kaivan menyeringai melihat Krystal yang panik. Dia menarik dagu Krystal seraya berdesis tajam, “Kapan pun jika aku menginginkanmu maka kamu tidak bisa menolakku, Krystal. Kesepakatan kita memberikan bukti di mana aku adalah pemilik tubuhmu.”