Bab 3 Kecemburuan Kang Hardi
Setelah menaruh buahnya di dapur, Jihan saat ini berada di kamar mandi. Barata menyusulnya, memeluknya dari belakang sambil memainkan buah melon nya dengan lembut.
Uh
Barata mulai melakukan penyatuan dari belakang, terdengar suara desahan dari dalam kamar mandi belakang. Satu jam berlalu, keduanya ke luar dan Barata hanya mengenakan celana pendek. Pria itu melarang istrinya mengenakan kemben, Jihanpun merengut sebal. Gadis itu kini berada di pangkuan suaminya dengan bagian atas polos.
"Uh akang ih seneng banget nenen. " Jihan meremas rambut suaminya, Barata tersenyum di sela sela kegiatannya. Setelah puas Barata menjauhkan wajahnya, Jihan segera memakai kemben di bantu suaminya.
Raut wajah Jihan berubah sendu, dia teringat dengan ibunya. Perempuan itu langsung mengatakan isi hatinya pada sang suami. Barata mengusap punggung bergetar istrinya, satu minggu lagi mereka akan menemui ibu Lastri.
"Beneran kang, akang mau antar eneng menemui Ibu? "
"Iya Neng sekalian minta doa restu dan sekalian meresmikan nikahan kita di kampung eneng!
"Terimakasih ya Kang, eneng beruntung memiliki suami pengertian seperti akang Barata!
Barata mencium keningnya, lalu mengajak istrinya ke luar. Keduanya duduk di teras rumah, Jihan terlihat diam dan sepertinya ada yang dia pikirkan. Dia sepertinya ragu ragu untuk mengatakan sesuatu pada sang suami, Barata mengerutkan kening dan berusaha menanyai istrinya.
"Neng ada apa, kenapa eneng diam? " tanya Barata dengan lembut.
"Soal anak kang, apa enggak sebaiknya kita tunda dulu bukankah pengeluaran seorang anak itu banyak? " jihan mengeluarkan apa yang dia pikirkan pada suaminya.
"Enggak usah nunda atuh neng, akang justru enggak sabar nungguin kamu hamil anak kita berdua. " gumam Barata dengan senyuman lebarnya. Pria itu tak mempermasalahkan jika di antara mereka hadir seorang bayi dalam perut Jihan nantinya.
Barata berjanji akan bekerja keras agar bisa menghidupi Jihan dan anak anak mereka kelak. Dia ingin memiliki tiga anak dari sang istri tercinta, Jihan yang mendengarnya tentu saja mendukung keinginan sang suami. Pria itu mengajak istrinya pergi ke kebun, Jihan tentu saja menurut.
Di jalan mereka berpapasan dengan Irma dan suaminya, Jihanpun langsung mengajak mereka pergi ke kebun. Barata memang memiliki kebun singkong dan juga jeruk yang letaknya tak jauh dari rumahnya.
Di sana mereka langsung memetik jeruk, jeruk yang matang akan di jual ke kota oleh Kang Arief. Selesai memetik buah, neng Irma membantu kang Arief. Kang Hardi yang melihatnya segera menarik tangan istrinya,membiarkan dirinya yang membantu temannya itu.
"Mbak, kang Hardi sepertinya cemburu? " bisik Jihan dengan pelan.
"Masa sih Ji? " Neng Irma tak percaya dengan ucapan Jihan barusan, mereka kembali bekerja. Jam makan siang, Mbak Irma pulang dulu dan mengambil bekal makanan. Tak lama dia kembali dan mereka makan siang di dekat perkebunan.
Mbak Irma diam diam memperhatikan suaminya, raut wajahnya tampak dingin. Apakah yang di katakan Jihan barusan memang benar jika suaminya tengah cemburu saat ini. Wanita itu kembali fokus pada makanannya dengan tenang.
Kang Hardi sendiri dalam hati misuh misuh melihat sikap tak peka istrinya saat ini. Jihan menggeleng melihat tingkah pasangan di depannya saat ini, dia memilih diam dan tak ikut campur.
Irma POV
Pernikahan aku dan Kang Hardi memang berawal dari perjodohan. Selama ini Aku mengira Kang Hardi tidak bisa mencintai aku. Namun semenjak hadirnya Langit dalam kehidupan kami sedikit melunakan sikapnya, namun sikapnya tetap saja dingin dan tak banyak bicara. Aku sungguh ragu ragu dengannya, apa memang dia tak akan bisa mencintai aku. Selama enam tahun ini aku terus berusaha membuatnya mencintaiku, entah usahaku berhasil atau tidak aku hanya pasrah.
Selesai makan siang Kang Hardi pergi duluan, Mbak Irma berpamitan pada Jihan dan Barata. Perempuan itu segera menyusul suaminya yang lebih dulu pergi.
Sementara Langit, putranya tengah berada bersama kakek dan neneknya. Tiba di rumah, Irma segera menghampiri suaminya yang berada di kamar. Dia langsung memeluk kang Hardi dari belakang, perempuan itu mengungkapkan keluh kesahnya.
"Apa aku berbuat kesalahan sama kamu Kang?" tanya Irma dengan lembur pada suaminya.
Kang Hardi berbalik, pria itu membuka kaosnya yang basah lalu menaruhnya di ranjang pakaian kotor. Pria itu menghela nafas berat, menarik istrinya ke dalam pelukan .
"Aku enggak suka kamu deket deket dengan Kang Arief neng!
"Lain kali jangan di ulangi, neng hanya milik akang seorang. " gumam Kang Hardi penuh penekanan.
"Milik akang dan Langit putra kita atuh Kang!
Irma terkekeh, dia sangat suka menggoda suami kulkas nya ini. Kang Hardi menggendongnya dan merebahkan ke atas ranjang. Pria itu buru buru melepaskan pakaiannya dan siang itu menjadi siang yang panas untuk pasangan suami istri tersebut.
Wanita itu tersenyum lebar, di kala hujaman nikmat itu sang suami terus menerus mengungkapkan kata cintanya. Hingga ronde ke tiga Kang Hardi mengakhirinya, pria itu belum ingin melepas rajawalinya. Tak lama pria itu berguling ke samping hingga penyatuan mereka terlepas.
"Kalau bisa kamu hamil lagi neng, agar tidak ada pria yang mendekati kamu kecuali aku dan Langit. " gumam Kang Hardi.
Irma hanya menggeleng melihat sikap posesif suaminya. Wanita itu memagut bibir sang suami agar berhenti bicara yang macam macam. Kang Hardi merapatkan tubuhnya dan kembali melakukan penyatuan. Irma melenguh pelan setelah ciuman mereka terlepas, dia membiarkan sang suami menguasai dirinya.
Hah
Hah
Irma merasakan hangat pada rahimnya, suaminya baru selesai menyuntikkan vitamin pada dirinya. Kang Hardi menarik selimutnya lalu membawa istrinya ke dalam pelukannya.
"Kang, aku kira kamu enggak menyukai aku mengingat sikap akang selama ini. " gumam Irma sambil mencium dada sang suami.
"Maafin atas sikap akang selama ini, akang bingung bagaimana caranya menyampaikan perasaan akang pada eneng. Asal eneng tahu, kalau eneng dan Langit begitu berarti bagi akang. " ungkap Kang Hardi dengan raut menyesalnya.
Wanita cantik itu tersenyum manis, membelai wajah tampan suaminya dan melabuhkan kecupan di bibir Hardi. Kang Hardi kembali menciumnya, mengeratkan pelukannya pada sang istri.
"Emang gak papa kang, kalau Langit bakal punya adik nantinya? " tanya Irma pada suaminya.
"Tentu saja tidak apa apa neng, lagipula banyak anak banyak rezeki katanya. " gumam Hardi dengan senyuman manisnya. Irma memejamkan mata, menikmati ciuman hangat di keningnya lagi.
Irma bernafas lega, ke salah pahaman antara dirinya dengan suaminya bisa di selesaikan dengan baik. Lagipula dirinya juga sadar jika statusnya seorang istri, tak baik jika berdekatan dengan pria lain.