Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

SEMBILAN

Neymar ke Surabaya untuk kunjungan bisnis. Tidak menyangka di hari terakhirnya berada di kota pahlawan justru mengalami insiden tidak terduga. Pria itu terpaksa terlibat dengan polemik kehidupan seorang wanita satu anak yang merupakan tetangganya di Batam secara kebetulan bertemu di Surabaya.

Bukan tetangga lama sebenarnya. Keduanya hanya pernah bertemu beberapa kali tanpa tahu nama masing-masing. Sejak memutuskan tinggal di kondominium dan meninggalkan mansion mewahnya, pria berlesung pipi tersebut tengah menikmati waktu sendiri sepulang dari kantornya yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya.

"Ke mana kalian setelah ini?" tanya Neymar pada Taksis. Kini, mereka telah berada di area terbuka, tepatnya halaman rumah sakit.

"Aku akan ke rumah Mulan ngambil barang-barangku juga Yuka. Terus mau langsung ke bandara," jawab Taksis. Tujuannya kembali ke kampung halamannya memang hanya ingin menjenguk Bu Sarah. Setelah bertemu dua hari ini ia merasa lega dan tenang sehingga memutuskan untuk kembali ke Batam. Bukan tidak ingin berlama-lama di Surabaya. Akan tetapi, ia tidak boleh egois karena Papa Yuka akan kesulitan bertemu dengan gadis kecil itu jika mereka tinggal di kota yang berbeda.

"Aku bisa antar kamu," tawar Neymar. Namun, Taksis justru merasa risi diperlukan seperti itu setelah apa yang gadis itu perbuatan begitu banyak merepotkan dirinya.

"Tapi ...."

"Kenapa menatap aku seperti itu? Aku bukan sedang menggodamu, aku bukan pria yang merebut milik pria lain," jelas Neymar tak nyaman dengan sorot mata keraguan wanita di hadapannya.

"Ah, bukan, bukan! Jangan tersinggung. Aku hanya nggak mau ngerepotin setelah sejak kemarin gangguin kamu. Itu maksudnya," kilah Taksis mencoba mengubah penilaian pria di hadapannya terhadap dirinya.

"Kalau begitu jangan nolak. Kamu juga akan ke bandara yang sama denganku juga kota tujuan yang sama denganku dan waktunya juga sama denganku. Atau kamu nggak mau pergi bareng aku, ya?" tanya Neymar kemudian.

"Mau! Aku mau pergi sama kamu. Kamu orang yang baik, sangat baik. Terima kasih," jawab Taksis bersemangat.

Wajahnya tampak segar dan cerah dengan tawa yang indah. Taksis hari ini terlihat lebih muda dari biasanya. Entah karena riasan yang dibuat Mulan atau karena ia sedang sangat senang. Neymar juga memerhatikan perbedaan itu. Biasanya ibu dengan satu putri itu tampak sangat lelah dan tidak bersemangat. Akan tetapi, sekarang di hadapannya, wanita itu benar-benar seperti remaja yang hendak diajak jalan pacarnya.

"Bagus. Jangan khawatir tentang hal lain, kita adalah tetangga. Aku ingin Yuka juga merasa nyaman. Karena kita masih punya waktu gimana kalau kita jalan-jalan?" tanya Neymar menawari ibu dan anak itu jalan-jalan di kota pahlawan.

"Jalan-jalan?"

"Iya, ini masih pagi bukan?"

Taksis mengangguk setuju. Ia membiarkan pria itu menggendong Yuka menuju tempat di mana mobil Fortuner putih diparkir. Tujuan mereka adalah KBS (kebun binatang Surabaya) yang letaknya belasan kilometer dari bandar udara internasional Juanda. Akses tol yang mudah membuat perjalanan menuju KBS terasa begitu cepat.

Siapa yang menyangka jika seorang pria, seorang wanita, dan seorang gadis kecil yang terlihat sangat harmonis itu sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Mereka benar-benar sangat serasi. Mengunjungi kebun binatang layaknya keluarga kecil yang sedang berpiknik.

Gelak tawa Neymar dan Taksis begitu lepas saat Yuka bertingkah lucu. Mereka juga berswa foto. Pria dan wanita itu bergantian menggendong maupun menggandeng si gadis kecil.

"Minum dulu! Nih, Om belikan minuman. Yuka mau yang mana?" Neymar membawa tiga gelas minuman Boba, menghampiri Taksi dan Yuka yang sedang duduk di bangku besi panjang untuk melepas penat.

"Yellow!" seru Yuka dengan aksen cedalnya.

"Anak pintar," puji Neymar, lalu memberikan satu gelas lagi untuk Taksis.

"Kalian berdua kayaknya dekat, ya?" tanya Taksis saat menerima segelas minuman Boba dari Neymar.

"Ya. Kami sering bertemu di taman bermain kondominium, itu cara kami bertemu lalu berteman. Kamu sebaiknya lebih mengawasinya," jawab Neymar.

"Iya, baiklah. Beberapa bulan ini Yuka memang sering menyelinap keluar. Terima kasih udah bawa kami jalan-jalan hari ini," balas Taksis diakhiri dengan senyuman. Bibir tipis di atas dagu belah itu tampaknya sudah luwes tersenyum sejak tadi.

"Sama-sama. Aku mengerti kamu dengan Yuka-" ujar Neymar terpotong karena disela oleh Taksis yang hendak menjawab telepon.

"Maaf. Aku jawab telepon dulu."

"Ya, silahkan!"

Taksis menggeser ikon menjawab telepon. Ia sebenarnya sangat malas jika harus berdebat dengan Leo sekarang ini. Suasana hati gadis itu sedang sangat baik berkat Neymar dan healing di kebun binatang.

"Halo!"

"Jam berapa kalian tiba? Aku udah beli banyak makanan dan hadiah untuk kamu dan Yuka," ujar Leo dari seberang sana melalui sambungan telepon.

"Nanti kalau udah sampai kukasih tau. Kenapa memangnya? Apa yang kamu butuhkan dariku saat ini, ha?" tanya Taksis. Gadis itu tidak percaya jika Leo adalah orang yang tiba-tiba lembut tanpa ada maksud tertentu.

"Taksis, maaf aku belum mengerti kamu," jawab Leo menyesal. Tampaknya pemuda itu benar-benar tersiksa selama dua hari tanpa Taksis dan Yuka, putrinya.

"Kerasukan setan apa kamu? Kenapa tiba-tiba kamu merasa bersalah sekarang?" cibir Taksis, lagi-lagi tidak percaya kalau seorang Leo bisa bersikap tulus.

"Bukan apa-apa, aku rindu kalian. Jangan makan dulu, nanti kita makan sama-sama. Sampai jumpa di kondominium," pungkas Leo mengakhiri obrolan via telepon dengan Taksis.

"Ya, sampai jumpa!"

Mematikan telepon, Taksis kembali menyimpan ponsel miliknya ke dalam tas. Ia mencebikkan bibirnya tidak sadar jika Neymar sejak tadi memerhatikan dirinya. Tidak hendak menguping, tetapi ketiganya duduk di bangku yang sama dan antara Taksis dengan Neymar hanya berjarak beberapa sentimeter yang pastinya tempat tersebut terdapat seorang bocah perempuan tengah asik mengunyah Boba.

"Huft! Dasar!" gerutu Taksis.

"Suamimu?" tanya Neymar mengkonfirmasikan orang yang barusan berbicara dengan Taksis melalui telepon adalah suami atau Papa Yuka.

"Eh, itu Papa Yuka. Dia bilang akan mengunjungi anaknya. Dia pasti merasa bersalah karena mengabaikan aku juga Yuka," jawab Taksis yang enggan menyebutkan benar atau tidak yang barusan itu adalah suaminya.

"Ya, bagus."

"Aku masih berkomunikasi dengannya karena dia perlu untuk mengunjungi anaknya kadang-kadang," ujar Taksis menjelaskan.

"Mmm, kenapa?" Neymar bertanya.

"Kenapa?" Taksis balik bertanya.

"Kenapa kamu perlu menjelaskan padaku dan kenapa kamu harus merasa sangat canggung dalam situasi ini?" rinci Neymar untuk pertanyaannya.

"Oh, iya, ya? Maaf," balas Taksis tersipu-sipu.

"Aku ngerti, kok. Aku tahu betapa sulitnya berada di sekitar orang yang pernah kita cintai," dukung pria itu yang sebenarnya salah mengira.

"Benarkah? Maaf."

"Berhentilah ngomong maaf," pinta Neymar.

Pukul 18. 30 WIB. Pesawat landing di bandara Hang Nadim, Batam. Taksis dan Neymar karena tinggal di gedung kondominium yang sama, mereka satu mobil. Begitu sampai di kondominium, tampak Leo sudah berada di lobby apartemen menyambut kedatangan Taksis juga Yuka.

"Taksis!"

"Hei, Leo! Ngapain kamu di sini? Kamu kok nggak nunggu di lantai atas saja?" tanya Taksis.

"Aku mau bantuin kamu bawa barang-barang jadi sengaja tunggu di sini. Di mana barang-barang kal-" Leo tercekat.

Seorang pria yang tidak asing sama sekali tiba-tiba muncul di belakang Taksis, menyeret dua koper sekaligus. Pun dengan pria itu yang langsung syok tidak menyangka bertemu dengan Leo di sini.

"Neymar, ini Leo-Papa Yuka. Leo, ini Neymar-tetangga baru beberapa bulan kita," ungkap Taksis memperkenalkan dua pria yang ia pikir keduanya belum pernah bertemu sebelumnya.

"Abang?!" kejut Leo hampir pingsan.

"Leo?! Kamu Papa Yuka?!" Neymar juga sama terkejutnya dengan Leo.

Taksis terbelalak seketika saat mengetahui ternyata dua pria itu ternyata adalah kakak beradik. Rahasia yang sudah hampir empat tahun disimpan rapat-rapat kini terbongkar dengan sendirinya. Tidak ingin berdebat di tempat umum, Taksis mengajak serta Neymar.

"Bagaimana kamu bisa menyimpan rahasia sebesar ini dari keluargamu?" tanya Neymar saat mereka telah berada di dalam unit kondominium, tentunya setelah Taksis menitipkan Yuka pada tetangganya agar tidak melihat adegan kekerasan antara Neymar dengan Leo yang mungkin akan terjadi.

"Karena aku tahu kamu pasti marah," jawab Leo.

"Leo, kenapa kamu begitu egois? Apa kamu nggak tahu betapa sulitnya ini semua untuk Taksis? Dan apa yang akan dikatakan oleh Violin? Mengapa kamu terus menyebabkan masalah?!" geram Neymar. Pria itu tidak bisa menggunakan nada suara biasa saja karena sudah sangat emosi melihat kelakuan bejat adiknya.

"Tolong tenanglah! Aku bukan pacarnya," ujar Taksis mencoba menjadi penengah, tetapi sama sekali tidak berguna.

"Hei! Dia mengambil keuntungan darimu. Mengapa kamu masih membelanya? Apa kamu sangat mencintai dia sampai harus seperti ini?" Neymar benar-benar telah salah menduga. Pria itu benar berpikir kalau Taksis adalah wanita simpanan persis seperti yang dikatakan Taksis saat berada di rumah sakit.

"Bukan, bukan! Aku nggak -" ucap Taksis terpotong.

"Taksis, jangan katakan lagi!" perintah Leo yang kemudian berdiri mensejajarkan diri dengan Taksis. "Taksis adalah pacarku dan ibu dari anakku. Sekarang apa yang kamu ingin aku lakukan, Tuan jenius?" tantang Leo pada abangnya.

"Apa kamu tahu apa yang akan terjadi jika sampai keluar Violin mengetahui ini semua?" Neymar menunjuk-nunjuk wajah adiknya saking kesalnya harus dengan cara apa menghukum adiknya itu.

"Itu sebabnya aku melakukan ini. Itu sebabnya aku merawat Taksis dan Yuka dengan cara ini!" teriak Leo seketika mukanya merah padam dengan urat-urat biru di pelipisnya.

"Jadi kamu akan menikahi Violin dan tetap menyimpan Taksis seperti ini selama sisa hidupmu?!" sarkas Neymar terus meneriaki adiknya.

"Lalu apa kamu ingin aku meninggalkan Taksis dan Yuka? Taksis adalah pacarku!" Leo juga tidak mau terus menerus disalahkan bahkan secara terang-terangan mengatakan bahwa dirinya telah berselingkuh.

"Tapi Violin adalah tunanganmu!"

"Apakah kamu marah? Karena aku punya anak dengan seorang gadis lain atau apakah kamu marah karena Violin adalah mantanmu?!" ucapan Leo kali ini benar-benar sudah keterlaluan karena sengaja menyerang personal abangnya yang memang benar dulu adalah kekasih dari Violin, wanita yang kini menjadi tunangannya.

"Leo!" bentak Neymar sebelum sedetik kemudian melayangkan bogem mentah tepat di wajah adiknya.

Bugh!

"Leo!" Taksis menjerit dan langsung membantu Leo berdiri setelah jatuh tak sanggup menahan tinju dari abangnya.

"Aku nggak akan membiarkan Violin bersanding dengan kamu hanya untuk kamu perlakuan seperti ini. Dengarkan aku! Aku membiarkan kamu mengambil Violin dariku, tetapi aku nggak akan pernah membiarkan kamu mengambil bisnisku juga!" pungkas Neymar. Pria itu setelah menyambar ransel miliknya kemudian meninggalkan unit kondominium tempat tinggal Taksis.

Suasana ketegangan berangsur mereda sejak kepergian Neymar. Tersisa Taksis yang kini cemas melihat hidung juga bibir Leo mengeluarkan darah.

"Leo, kamu berdarah," ucap Taksis lalu memapah sahabatnya duduk di sofa.

"Ambil kompres, tolong!" pinta Leo meringis kesakitan.

Sejak dulu sebenarnya Leo sudah sangat takut pada abangnya. Neymar sangat keras terhadap dirinya tidak bisa memaklumi kesalahan apa pun yang ia perbuat. Apa lagi, sekarang kesalahan yang ia perbuat sangat serius.

Taksis membantu mengompres bekas tinju di wajah Leo. Ia tidak menggubris saat pemuda itu mengaduh sakit. Sebenarnya Taksis juga sangat kesal terhadap Leo.

"Leo, harus kukatakan padamu. Kamu itu brengsek! Bagaimana bisa kamu mencuri pacar saudara kamu sendiri?" cetus Taksis.

"Aku nggak nyuri, cewek itu yang datang sendiri padaku. Ini tuh rumit," ujar Leo membela diri.

"Rumit?! Kamu membuat hidupku lebih rumit," tukas Taksis menunjukkan bahwa dirinya lah yang sebenar-benarnya korban, bukan Leo.

"Apa yang kamu ingin aku lakukan?! Neymar udah tahu aku Papa Yuka dan mengira kamu adalah mamanya," tanya Leo menyerah. Otaknya sudah buntu tidak sanggup lagi memikirkan solusi dari semua masalah yang disebabkan karena rahasianya telah terbongkar dan diketahui oleh abangnya.

"Katakan saja yang sebenarnya!" pinta Taksis ingin menyudahi semua sandiwara hidupnya.

"Katakan saja yang sebenarnya bagaimana? Haruskah aku berkata: Abang, aku punya anak perempuan jadi aku membayar Taksis 10 juta per bulan untuk menjadi Ibu dari anakku. Begitukah? Itu terdengar lebih gila dan Neymar akan memukulku lebih keras lagi," cerocos Leo dengan mimik wajah dan bibir dibuat-buat tampak konyol.

Taksis tergelak, tertawa melihat ekspresi wajah yang dibuat oleh Leo. Kini, keduanya seolah lupa sedang berada di ujung tanduk. Taksis dan Leo malah cekikikan menertawakan kebodohan masing-masing.

"Iya, benar. Tapi kamu emang layak diberikan pelajaran atas kegilaan yang kamu lakukan itu," ujar Taksis masih mencoba berhenti tertawa.

"Ish! Udah lah! Kamu ikuti saja. Terus saja berpura-pura jadi pacarku!" perintah Leo pada sahabatnya.

"Ya, karena kamu terlanjur berbohong pada Neymar, kan?" terka gadis itu.

"Bukan salahku kenapa dunia begitu kecil. Bisa-bisanya kamu ketemu abangku, ha?"

"Dunia nggak akan kecil kalau kamu nggak nyuruh aku tinggal di sini. Tak kan kamu nggak tahu kalau saudara kamu juga punya unit di sini? Orang seperti apa yang nggak tahu kalau saudaranya tinggal di gedung yang sama denganku?" protes Taksis atas kecerobohan yang dibuat oleh Leo.

"Aku tahu lah! Dia keluar dari mansion beberapa bulan yang lalu. Tapi, Neymar biasanya nggak ikut campur urusan orang lain. Bagaimana bisa kamu kenal sama Neymar?" tanya Leo penasaran dengan awal mula perkenalan Taksis dengan abangnya.

"Ceritanya panjang. Aku akan ceritakan lain kali. Aku mau jemput Yuka. Kamu pulang sana!" usir Taksis lalu melempar bantal sofa tepat mengenai wajah Leo.

Pemuda itu mengaduh kesakitan. Sementara Taksis justru tertawa sembari berlari menuju pintu hendak pergi menjemput putrinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel