Tawaran
Deymond mematikan putung rokoknya.
Sudah 10 menit ia menunggu di ruang tengah.
"Kurasa ia sudah bereaksi."
Deymond beranjak dari sofa berjalan menuju kamarnya untuk melihat keadaan Zhea.
Ceklek
Kosong.
Kemana perginya Zhea?
Bugh
Deymond memejamkan mata sekilas, mengusap tengkuknya yang terpukul sesuatu yang sedikit keras.
Ia berbalik terlihat Zhea tampak memegang kayu panjang.
Ternyata gagang atau tiang lampu tidur.
"Apa yang kamu masukkan ke dalam susu itu?"
Zhea terlihat begitu marah di mana kedua matanya tampak merah.
Deymond hanya tersenyum tipis melangkah mendekati Zhea.
"Aku akan memukulmu jika kau mendekat!"
Deymond mengunci pintunya, memasukkan kuncinya ke dalam saku celana.
Zhea semakin takut dan panik, ia memegang erat kayu yang ia pegang.
Beberapa kali ia menggelengkan kepalanya mencoba mengumpulkan kesadaran yang ada.
Deymond yang melihat hal itu hanya bisa tersenyum tipis.
Ia merasa tenang karena obat perangsang yang ia masukkan cukup banyak dan cukup untuk ia melakukannya sampai nanti pagi.
"Kenapa kamu begitu berani sekali sayang. Disaat semua wanita ingin berdekatan denganku, kamu wanita yang selalu menghindar dariku. Apa yang akan dilakukan para wanita di luaran sana kala mereka tahu kamu memukul, menampar dan mengumpatiku? Aku tidak bisa membayangkan bagaimana mereka akan menyerangmu."
Zhea hanya tersenyum sinis.
"Lebih baik mereka menyerangku dibanding harus melayanimu."
Zhea memejamkan matanya sekilas, memegang erat kayu di tangannya kala ia merasakan hawa panas.
Deymond kembali tersenyum di mana ia perlahan mendekati Zhea.
Prak
Zhea melebarkan kedua matanya kala Deymond merebut kayu di tangannya dan melemparkannya ke sembarang arah.
"Aku akan berteriak jika kamu mendekat!" peringatinya sekali lagi.
Deymond kembali mengulum bibirnya, tak gentar dengan ancaman Zhea.
"Mari kita lihat, seberapa keras kamu berteriak sayang."
Deymond langsung memanggul Zhea membawanya ke ranjang.
Brugh
Deymond menghempaskan tubuh Zhea ke atas ranjang dengan kasar, kemudian dengan gerakan sigap mulai melucuti pakaiannya sendiri.
Zhea, yang terlentang tak berdaya di atas ranjang, berusaha sekuat tenaga untuk tetap fokus pada situasi tragis yang tengah dihadapinya.
Napasnya terengah-engah, sementara tubuhnya terasa ingin meledak akibat panas yang menyiksa.
Hatinya hancur berkeping, perasaan kecewa, dan amarah memenuhi setiap jengkal jiwanya.
Apakah ini mimpi buruk yang tak terkendali, atau kenyataan yang tak dapat dihindari?
"Bagaimana bisa ini terjadi? Apa salahku hingga aku harus merasakan ini?" gumamnya dalam hati, namun bagaimanapun juga ia merasa tak mampu melawan keadaan.
Kepalanya pun terasa semakin pusing, membuatnya kesulitan untuk mengontrol perasaan dan pemikirannya sendiri.
"Percuma saja aku mencoba melawan, tubuhku terasa tak berdaya dan sepertinya aku tak mampu untuk bangkit dari situasi ini," pikir Zhea dengan pasrah, namun jiwanya terus mencari jawaban mengapa ia harus mengalami penderitaan yang mungkin tak pernah diinginkannya ini.
Dia berusaha mengatur napasnya, mencoba menenangkan diri dan mengumpulkan segenap kekuatan yang ada, walaupun mungkin itu terasa sia-sia pada akhirnya.
Srek
Zhea tersentak kaget kala dressnya ditarik menjadi dua bagian oleh Deymond.
Di mana kini terlihat bra hitam nan berendra serta kain segitiga berwarna merah.
Deymond langsung menindih Zhea, melumat bibir tipis nan merah itu dengan sedikit brutal serta agresif.
"Akhhh... Geli ihhh.. Lepaska ahhkh."
Deymond hanya tersenyum di sela ciumannya kala mendengar suara desahan Zhea di mana tangannya aktif meremas benda kenyal Zhea.
Ia beralih turun ke bawah, mengecupi tanpa celah leher jenjang Zhea.
"Enggh hentikan akhh..."
Deymond menjeda sejenak kecupannya, melihat hasil ulahnya pada leher jenjang Zhea.
"Sempurna!"
Deymond menyunggingkan senyumnya kala leher jenjang Zhea penuh dengan kiss mark yang ia buat.
"Panas... Tolong panas..."
Deymond tersenyum devil, melepas bra hitam itu tanpa sabar.
Dengan lembut kini Deymond melumat bibir Zhea, meremas pelan benda kenyal itu tanpa tenaga.
Zhea yang merasa panas dan gejolak dalam tubuhnya terealisasikan, tampak terbuai dan kalut dengan cumbuan serta sentuhan Deymond.
Ia mengalungkan tangannya pada leher Deymond membuat Deymond semakin agresif dan bergairah untuk melakukannya.
Zhea membusungkan dadanya kala tangan kekar Deymond meraba lembut perut rata Zhea.
Remasan tangan Zhea pada rambutnya, membuat Deymond semakin ingin melakukannya.
Deymond melepas lumatannya, beralih menciumi perut rata Zhea hingga turun ke bawah.
Hingga saatnya, ia begitu antusias dan bersemangat untuk melepas kain segitiga itu untuk melancarkan aksinya demi memenuhi hasratnya.
Namun...
"Shit."
Deymond mengumpat kala melihat sesuatu di balik kain segitiga merah itu.
Roti bersayap dengan selai merah yang pekat.
Deymond menatap Zhea yang tampak terlelap saat ini.
"Bagaimana bisa ia tidur begitu lelap sekali setelah minum obat perangsang? Aku bahkan memberikan lebih dari dosisnya di mana itu mampu membuat wanita berhasrat tanpa lelah. Apa ia sungguh seorang wanita?"
Deymond terus mendumel dan menggerutu kala ia dikecewakan dengan ekspetasinya yang sudah ia rancang sedemikian rupa.
"Dari luar ia memang wanita. Siapa yang tahu jika dia seekor singa."
Deymond bangun dari atas tubuh Zhea, mengangkat tubuh yang hampir telanjang itu untuk tidur dengan nyaman lalu menyelimutinya sebatas dada.
"Lihatlah. Dia bahkan tidak merasa bersalah sedikitpun."
Deymond berdecak, berjalan menuju kamar mandi untuk merendam tubuhnya.
Sepertinya Deymond harus mengubah prinsipnya tentang Zhea.
Ia bukanlah seorang wanita biasa melainkan jelmaan singa.
•••
Keesokan paginya, Zhea bangun kala mendengar suara tangisan bayi.
Zhea mengerjapkan kedua matanya yang terasa begitu lengket sekali.
Ia duduk bersandar di kepala ranjang, memegangi kepalanya yang terasa begitu berat.
Hingga tangisan bayi itu kembali membuatnya tersadar.
Zhea mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, mencoba mengingat apa yang terjadi.
Dan tatapan Zhea tertuju pada dress biru dongker miliknya yang tergeletak di lantai dan terkoyak menjadi dua bagian.
Zhea menyilangkan kedua tangannya, menunduk melihat dirinya.
Kemeja hitam.
Tapi?
Kenapa terasa enteng sekali?
Seolah dadanya tidak terhalang atau sesak akan sesuatu.
Perlahan Zhea kembali menunduk untuk melihatnya.
Kacamata kudanya? Kemana perginya?
Ceklek
Zhea sedikit tersentak kaget kala pintu terbuka secara tiba-tiba.
"Kamu sudah bangun?"
Zhea memicingkan matanya.
Pasti dia pelakunya, batin Zhea dalam hati.
Deymond meletakkan nampan coklat yang berisi segelas susu dan sandwich.
"Makanlah. Setelah ini akan kusiapkan air hangat untuk kamu mandi."
Deymond berjalan mendekati keranjang bayi.
Terlihat bayi laki-laki tampak dibopong oleh Deymond di mana tangisan itu tak kunjung berhenti.
"Makanlah, atau kamu mau makan yang lain? Aku akan meminta chef mansion untuk menyiapkannya."
Zhea masih diam, tatapannya begitu dingin pada Deymond, "Kau yang melakukannya semalam?" tanya Zhea sedikit ambigu namun bisa Deymond pahami.
"Tentu. Siapa lagi menurutmu?" Deymond tampak begitu santai dan tenang sekali membuat Zhea membuka mulutnya tak percaya.
Zhea merapatkan selimut putih tebal itu untuk menutupi dadanya dan hal itu membuat Deymond terkekeh pelan.
"Bukankah terlambat? Aku sudah melihat semuanya semalam."
Zhea sedikit membuka mulutnya tak percaya dengan ucapan santai Deymond.
"YAAA!"
Deymond tertawa lepas kala melihat ekspresi Zhea saat ini.
"Dasar bajingan."
Deymond langsung menghentikan tawanya.
"Wahh, kamu mengumpatiku? Aku bisa menuntutmu akan hal itu."
Deymond menggoda Zhea di mana ia begitu senang kala melihat Zhea sedang marah.
Karena itu terlihat menggemaskan di matanya.
Zhea langsung turun dari atas ranjang namun ia dikejutkan dengan penampilannya saat ini.
"Wah kamu begitu seksi sekali dengan kemeja putih itu."
Zhea langsung kembali duduk dan menutupi pahanya dengan bantal kala kemeja putih itu begitu pendek dan hampir memperlihatkan kain segitiga nya.
Deymond lagi- lagi tertawa membuat Zhea yang geram langsung melemparkan bantal di sampingnya.
Untungnya Deymond menghindar dengan begitu tepat.
Namun tangisan itu kembali terdengar membuat Zhea merasa bersalah.
"Apa aku membangunkannya?" gumam Zhea cemas.
Deymond langsung menimang pelan putranya, duduk perlahan di samping Zhea.
"Sepertinya ia lapar."
Zhea menatap lekat bayi laki-laki tampan itu dengan perasaan gemas.
"Kemana ibunya? Apa dia tidak menyusuinya?" Deymond menoleh di mana tatapan mereka bertemu dengan jarak yang begitu dekat sekali.
"Bagaimana bisa kamu bertanya di mana ibunya setelah semalam tidur bersamaku?" Zhea menelan salivanya dengan rasa malu dan perasaan ingin menghilang sekarang juga.
"Ah aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya kamu jika istriku ada? Pasti kamu akan dimandikan di kolam renang dan digantung di pohon belakang mansion."
Zhea langsung menghindari kontak mata dengan Deymond, antara malu dan juga kesal.
"Siapa namanya?"
Zhea terlihat tertarik dengan putra Deymond.
"Karel."
Zhea tersenyum lebar kala mendengar namanya, "Nama yang indah."
Deymond menatap lekat Zhea dengan perasaan yang begitu kagum.
"Kamu ingin menggendongnya?" Deymond menawari Zhea.
"Boleh?"
Deymond langsung memberikan baby Karel pada Zhea.
Zhea terlihat begitu berbinar kala membopong baby Karel.
"Bukakankah kita terlihat seperti sepasang suami-istri yang bahagia?" goda Deymond membuat Zhea berdecak .
"Bagaimana jika kamu menjadi ibu susu putraku? Aku akan memberikan segalanya untukmu?"
Deymond tanpa sengaja memberikan tawaran yang mengejutkan pada Zhea.
Zhea langsung melayangkan tatapan tajam pada Deymond.
"Cari saja wanita lain. Aku ingin mencari pekerjaan paruh waktu agar bisa mengembalikan uangmu!"
Tolak Zhea dengan tegas tak terbantahkan di mana hal itu membuat Deymond semakin tertantang dan merasa ingin mendapatkan Zhea seutuhnya.
"Bagaimana jika kamu bekerja paruh waktu denganku? Aku akan menganggap semua uangku lunas," Zhea berdecih membuat Deymond terkekeh dan mengecup singkat pundak Zhea.
Zhea diam sejenak, menatap Deymond dengan tatapannya yang sedikit was- was.
"Yaa!"
"Hmm?"
"Jam berapa sekarang?"
Deymond melihat jam tangannya.
"Jam tujuh."
Jawab Deymond dengan santai namun tidak dengan ekspresi panik Zhea.
"Aku kan harus ke sekolah!"
Zhea langsung memberikan baby Karel pada Deymond dan berlari ke kamar mandi.
Entah apa yang terjadi pada Zhea nanti, mungkin ia akan mendapatkan hukuman atau diskors dari sekolah.
Deymond yang melihat hal itu hanya bisa tertawa dengan gemas.
"Bagaimana bisa ia begitu menggemaskan sekali!"