Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 6

Sharenada Raharja POV

Setelah dua jam lebih perjalanan akhirnya aku sampai di rumah. Untung di rumah sedang kosong, hanya ada Mbak Sri yang sedang nonton acara gosip di TV. Aku mengajak Juna masuk ke rumah karena aku tau sejak tadi pagi kami belum makan, lebih tepatnya aku karena aku tidak mau makan sup sisa semalam. Alhasil Juna yang bertindak sebagai "tong sampah."

"Masuk dulu, Jun. Kamu makan dulu baru pulang."

Juna hanya mengikutiku berjalan di belakang dan aku segera menuju ke dapur. Aku melihat Mbak Sri belum memasak karena mungkin tidak ada orang dirumah, hanya ada nasi di magiccom. Aku membuka kulkas dan menemukan ada ikan nila, santan, daun kemangi, tomat. Aku berpikir masakan apa yang akan aku buat dan tiba-tiba aku berpikir untuk membuat mangut ikan nila.

"Jun, kamu doyan nggak kalo aku masakin mangut ikan nila?"

"Emang kamu bisa masak kaya begituan?"

"Suka remehin aku banget kamu mah. Gini-gini aku rajin ikut kelas masak. Cuma kalo kelas kecantikan malah belum pernah," jawabku sambil masih sibuk di depan kulkas.

Aku mendengar Juna tertawa di kursi bar dapur dan berjalan mendekatiku.

"Ya sudah kamu masak saja. Ada yang perlu dibantu nggak?"

"Coba deh kamu panenin serehnya di halaman belakang. Nih pisaunya," Kataku sambil menunjuk pintu belakang dan memberikan pisau padanya.

Aku sibuk mempersiapkan semuanya dari mencuci ikan, menyiapkan santan, bumbu, kemangi dan lainnya hingga tanpa aku sadari ternyata Juna telah selesai dengan tugasnya lalu duduk di kursi sebelahku yang ada di dapur kotor.

"Ini Nad," kata Juna menyerahkan sereh padaku.

"Nad, biasanya mangut itu kan pakai ikan lele, bisa gitu diganti nila. Rasanya nggak akan aneh apa?"

"Bisa saja kalo aku yang masak. Nanti kamu cobain sendiri."

Setelah itu satu jam kemudian aku sudah bersama Juna di meja makan. Duduk sambil menikmati masakanku hari ini. Hal yang jarang orang ketahui tentangku adalah keahlianku di dapur. Orang selalu beranggapan perempuan pekerja sepertiku yang lebih banyak menghabiskan waktunya di depan laptop, memiliki jam kerja hampir 60 jam dalam seminggu masih bisa "mengolah" dapur. Bahkan di rumah orangtuaku antara dapur bersih dan dapur kotor pun berbeda. Entah karena mengetahui Mama yang tidak pernah bisa memasak sejak aku kecil dan aku tidak pernah puas dengan masakannya atau hal lain, hingga akhirnya aku selalu menghabiskan waktu senggangku didapur dan belajar memasak. Sering mencoba berbagai resep, gagal ulang gagal ulang hingga berhasil. Disaat banyak temanku menghabiskan masa liburan sekolah untuk berlibur bersama keluarga, aku lebih suka untuk mengikuti kelas memasak, sampai pernah Mama dan Papa protes dengan kegiatanku itu karena aku selalu menolak diajak berlibur.

"Nggak nyangka aku, Nad masakan kamu enak banget. Kenapa kamu nggak buka resto atau catering saja daripada kerja kantoran seperti sekarang?" tanya Juna di sela-sela sesi makannya.

"Itu dua hal yang berbeda, Jun. Kalo kerjaan itu mata pencaharianku, buat aku menghasilkan duit. Kalo masak itu hoby aku, semacam penghiburan diri, kaya kamu hoby mendaki dan camping gitu."

"Tapi dari hoby kan bisa menghasilkan juga, Nad. Aku aja buka adventure store itu berawal dari hoby. Ya walau aku akui, kerjaan pokok aku di perusahaan garmen punya Papa dan megang beberapa bisnis lainnya di sektor wisata selain aku trading dan investor juga."

"Sibuk juga ya, kamu? Aku kira cuma ngerti buang-buang duit aja buat main."

"Sebenarnya hoby mendaki itu nggak bisa dikatakan murah juga sih, Nad apalagi kalo gunungnya di luar kota atau lebih jauh lagi di luar pulau dan luar negri."

"Memang kamu sudah mendaki sampai mana aja?"

"Hampir semua sudah sih kalo yang di negara ini. Yang diluar pernah di Kilimanjaro, Everest dan beberapa lainnya selama aku dulu kuliah di Harvard."

Aku tersedak mendengar jawaban Juna. Everest? Itu gunung tertinggi di dunia, belum lagi waktu yang di butuhkan ke sana cukup lama dan biayanya tidak sedikit, bisa sampai satu milyar rupiah.

"Aku kira kamu irit, ternyata boros juga."

"Emang kamu irit? Nggak lihat itu dapur kamu yang buat masak tadi standart hotel yang buat masak chef?" kata Juna sambil tertawa.

"Itu aku bisa bikin dapur begitu karena aku dapet bonus setelah berhasil nge-deal-in proyek konstruksi gedung di Dubai, kalo nggak mana sanggup, Jun."

Kami ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon siang itu dan aku cukup tau tentang keseharian Juna yang ternyata tidak jauh berbeda dengan diriku. Lebih banyak dihabiskan di kantor, setelah pulang hanya istirahat, mandi, makan, buka kerjaan lagi atau tidur. Sampai akhirnya pukul 14.00 WIB Juna pamit pulang padaku.

Arjuna Harvito Widiatmaja POV

Jum'at malam sampai Sabtu siangku cukup berwarna ditemani Nada. Aku cukup bisa mengenalnya sebagai pribadi yang berbeda dari apa yang terlihat hanya dari luarnya saja. Nada juga bukan tipe perempuan yang takut kotor kotoran. Bahkan aku merasa Nada adalah sosok wanita yang akan bisa menjadi istri serta ibu yang baik bagi anak anaknya kelak. Nada yang memiliki gelar pendidikan S2, pekerjaan mapan, keahliannya di dapur itu sudah cukup memenuhi syarat, hanya untuk urusan "tempat tidur" yang aku tidak tau bagaimana, apakah dia ahli atau tidak sebelum kata "sah" terucap.

Aku melajukan mobil ke rumah Papa, karena aku merasa perlu bercerita padanya. Salah satu alasanku untuk tidak menikah dan terikat adalah kejadian pada hancurnya pernikahan orangtuaku. Papaku adalah pria jawa asli dan Mamaku adalah wanita asal turki. Mereka berpacaran karena merupakan teman kuliah di Jerman dulunya hingga akhirnya menikah dan Mama melahirkanku tapi kesibukan Papa membuat Mama mencari kebahagiaan di luar. Ketika aku berusia 6 bulan Mama ketauan berselingkuh dengan rekan bisnis Papa, sejak itu Mama lebih memilih meninggalkan Papa dan aku yang masih bayi. Dia pergi bersama laki-laki itu, entah ke mana dan yang aku tau bahkan Mama melayangkan gugatan cerainya pada Papa. Sejak saat itu Papa hanya fokus pada pekerjaan, mengurus anak dan sesekali sering pergi travelling berdua bersamaku. Bersama Papa, seorang laki-laki yang membesarkan anak tanpa bantuan wanita, aku merasa hidup kami baik-baik saja, walau secara tidak sadar bahwa kejadian orangtuaku membuatku sangat ketakutan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis yang lebih dari sekedar teman apalagi sampai ke jenjang pernikahan--- sangat tidak pernah terlintas dikepalaku.

Aku memasuki rumah Papa yang seperti biasanya cukup sepi sejak aku memutuskan untuk tinggal sendiri di Temanggung. Otomatis teman-teman yang biasanya meramaikan suasana rumah pun sudah tidak pernah lagi datang ke tempat ini.

Rumah minimalis dengan atap unik ini sekarang hanya di tempati Papa dan beberapa ART. Aku hanya mampir bila sedang lelah menyetir dari kantor ke rumah atau sedang ingin menghabiskan waktu dengan papa.

Ketika aku memasuki rumah, aku temukan Papa sedang di halaman belakang dengan reptil kesayangannya, kura-kura aldabra dan dari aku kecil, aku terbiasa memnggilnya Alda. Tidak hanya Alda reptil di rumah ini. Di rumah Papa kami memiliki berbagai macam kura-kura darat dan air. Bahkan si raja sungai, Kaiman. Beberapa orang kadang menganggapnya adalah buaya. Ya, aku tidak bisa menyalahkan orang-orang itu, karena memang Kaiman masih saudara jauh dari buaya dan alligator.

"Pa?"

"Hmm." Papa hanya bergumam, tapi ia masih asyik memandikan batu kali hidupnya yang aku yakin jika di jual harganya di atas lima ratus juta.

"Aku bingung, Pa."

Papa langsung menoleh ke arahku, memperhatikanku. Wajahnya seolah menyuruhku untuk bercerita lebih.

"Eyang nyuruh aku segera melamar Nada, Pa."

"Ya, sudah buruan dilamar, kamu nunggu apalagi? Apa kurangnya Nada? Bibit, bebet, bobotnya jelas, dari info Dimas ke Papa, kamu ketemu sama dia kemarin. Papa rasa sudah tepat cara kamu pendekatan ke Nada. Walau Papa akui kamu nggak ada pengalaman soal urusan perempuan."

"Baru keluar sekali, Pa. Itupun aku cuma ngopi sama dia di pantai, nggak cukup, Pa buat meyakinkan diri aku kalo Nada itu calon istri yang tepat."

"Kamu ajak saja Nada ke reuni SMA kamu besok minggu malam. Kalo kamu nggak rela dia dilirik, digodain atau dekat sama laki-laki selain kamu, tandanya kamu cemburu, kamu suka sama dia. Sesimpel itu hidup, Jun."

"Ya sudah, coba aku chatt Nada buat ikut acara besok."

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel