Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 5

Arjuna Harvito Widiatmaja POV

Camping di gunung atau di pantai untukku sebenarnya sudah hal yang lumrah bin wajar karena itu hoby yang telah aku miliki sejak masih sekolah, hanya saja rasanya kali ini sungguh berbeda, berasa seperti latihan menjadi pasangan suami istri.

Ketika aku bangun, aku temukan diriku tidur bersebelahan dengan Nada. Tenang jangan mikir aneh-aneh okay? saat ini di tengah-tengah kami ada cerrier besar dan kami tidur di dalam sleeping bag masing masing. Mengingat kejadian semalam membuatku mesam mesem sendiri. Karena Nada betul-betul takut aku melakukan hal yang "iya-iya" kepadanya. Padahal sedikitpun aku tidak ada niatan untuk melakukan itu.

"Jun, kamu tidur diluar, aku di dalam tenda, ya?"

"Nad, ini itu tenda ukuran 4 orang. Kamu bisa tidur di sebelah mana saja, nanti aku di sisi lainnya."

"Ah, nggak mau nanti kamu grepe-grepe jadinya berabe."

"Ya Gusti. Nad...buang pikiran mesum kamu jauh-jauh kalo di tempat kaya gini. Jangan suka mikir yang nggak-nggak. Nggak semua cowok kaya gitu. Kalo kamu nggak percaya, kamu bikin batasan apa aja yang bisa ngehalangin aku sama kamu."

"Tetep aku nggak bisa percaya, Jun. Kita baru kenal berapa hari?"

"Nih...pakai buat tidur, aku juga pakai," aku melemparkan sleeping bag pada Nada yang untungnya bisa dia terima dengan tepat di tangannya.

Tak berapa lama Nada memakainya dengan sedikit usaha berlebih karena aku enggan membantunya. Bukannya tidak mau membantu, nanti aku dikira mau "grepe-grepe" dia lagi.

Pagi-pagi aku bangun karena mendengar alarm di handphone milikku sudah menunjukkan pukul 04.40 WIB. Sedingin apapun, ini adalah waktunya membuka mata dan mengucap Puji syukur kepada Tuhan. Aku melihat Nada masih terlelap dalam alam mimpinya. Pukul 05.00 WIB aku sudah selesai melakukan ibadah dan mencoba membuat air panas. Ternyata sup semalam juga masih. Sepertinya lumayan untuk sarapan. Baru selesai membuat kopi luwak oleh-oleh dari Papa kemarin ternyata Nada sudah bangun. Kalo ada yang bilang, wajah orang bangun tidur itu adalah wajah asli tanpa rekayasa. Nah, sekarang aku akhirnya melihat wajah yang dulu ketika masa SMA, teman temanku sangat suka membicarakannya. Wajah itu bangun masih dengan mata 5 watt. Berjalan keluar dari tenda dan aku akui wajah Nada memang wajah yang bisa membuat suaminya betah di ranjang. Apakah aku sudah gila? selama ini puluhan bahkan ratusan temanku mendaki, baru kali ini lidahku dibuat kelu hanya karena melihat wajah perempuan bangun tidur.

"Jun, kamu bikin apa? Mau dong." aku mendengar suara khas bangun tidur Nada yang terdengar seksi di telinga. Belum sempat aku menjawab Nada sudah mengambil mug stainless steel dari tanganku.

"Eh, enak nih. Kaya kopi e'ek luwak rasanya."

"Nggak usah dibawa juga e'eknya."

"Lha 'kan emang bener dari e'ek luwak. Mahal nih, pantesan baru dikeluarin pagi-pagi. Takut amat kalo aku minta."

"Lha emang kamu minta 'kan. Tuh gelas punya siapa yang di tangan?"

"Dikit doang, Jun. Nih aku balikin," Nada menyerahkan Mug itu kepadaku lagi.

Setelah itu entah apa yang dilakukan Nada. Yang jelas tiba-tiba pandanganku yang sedang menatap laut biru yang terhampar luas sejauh mata memandang terganggu karena Nada sudah wira wiri seperti setrikaan diatas meja setrika.

"Nad, minggir ah, ganggu orang menikmati sunrise sama ombak pantai selatan tau nggak."

"Ini, nyari sinyal nggak dapat-dapat."

"Jual handphonenya buat beli pemancar."

Nada tidak menjawab, hanya bibirnya yang berubah seperti Donald duck di hadapanku dan langsung duduk di sebelahku.

"Kita mau pulang jam berapa?"

"Kenapa?"

"Nggak sih, cuma kalo makin siang 'kan makin panas."

"Cie... Ternyata ada yang takut hitam."

"Ya nggaklah, orang dari lahir aja aku nggak pernah putih. Kenapa mesti takut hitam Jun? Nih deketin tanganku sama tangan kamu saja putihan punya kamu."

Tiba-tiba tangan Nada sudah berada di sebalah tanganku.

"Kamu buta warna ya, Nad?"

"Hah?"

"Kulit kamu bukan hitam tapi coklat. Kalo kata orang sekarang sih kulit kamu tipe eksotis. Kalo kamu aku jual ke luar negri kayanya laku mahal."

Pletak....

"Asli, kamu tu emang ngeselin banget, Jun!"

***

Sharenada Raharja POV

Pukul 09.00 WIB aku dan Juna sudah mulai berjalan meninggalkan lokasi camping kami. Asli, nggak nyesel banget diajakin Juna ke tempat kaya gini. Bahkan kalo ditawarin lagi aku bakalan mau, nggak akan aku tolak. Masalahnya belum tentu juga si Juna bakalan ngajakin lagi. Siapa tau dia sudah kapok ngajak cewek yang jiwa adventure nya 0% kaya aku ini. Sudah gitu udik pula sepanjang perjalanan pulang minta difotoin di sana sini sampai Juna yang jadi fotografer dadakan geleng-geleng kepala.

"Memory handphone sudah full ini, Nad. Foto sebanyak ini mau kamu upload berapa banyak di medsos?" Kata Juna ketika aku masih tidak berhenti menyuruhnya menjadi fotografer dadakan sedangkan aku jadi model amatirannya.

"Paling satu doang, itu juga kalo lagi mau. Aku bukan anak sosmed."

"Satu?"

"Iya. Kenapa emang? Itu juga paling pemandangan. Bukan foto muka."

"Lha terus kenapa kamu meleyot-meleyot gitu minta di foto kalo nggak akan di upload. Padahal sudah kaya ulat."

Asli ini mulut laki satu julidnya sudah kaya emak-emak anggota grup ghibah di tukang sayur setiap pagi.

"Selama bukan ulat bulu nggak masalahlah, Jun. Entah kenapa makin lama aku makin males upload-upload foto gitu di sosmed. Manfaatnya apa coba? Kalo memang aku bahagia cukup aku sendiri dan orang orang di real life yang tau dan saling berbagi rasa itu. Nggak perlu seluruh dunia maya tau. Yang beneran bahagia nggak perlu sebuah pengakuan."

"Eh, Jun kalo mau jalan-jalan kaya gini lagi ajak-ajak ya. Aku pengen ajakin Deva sama Salma juga, kalo Robert pasti nggak bisa. Dia sibuk di rumah sakit. Biar si salma taunya nggak cuma keluar masuk Mall sama gesak gesek kartu debet sama kartu credit doang."

"Rencana sih minggu depan aku mau ke gunung Merbabu via wekas. Kalo kamu mau ikut boleh tapi seenggaknya kamu olahraga rutin dulu tiap hari, perjalanan kita paling nggak kalo mau sampai puncak ya paling cepet delapan jam kalo santai bisa sampai dua belas jam. Teman-teman mendaki banyak yang ikut besok."

"Mau Jun, mau. Aku nggak nolak pengen banget lihat gunung dari dekat."

Alhamdulillah...

Akhirnya aku dan Juna sudah sampai dimana kami memarkirkan mobil dan segera memasukkan semua peralatan yang kami bawa semalam. Segera setelah itu Juna tancap gas meninggalkan tempat itu dan aku diam memperhatikan plangkat-plangkat penunjuk arah. Itu adalah kebiasaanku sejak dulu bila belum mengenal suatu daerah dan ingin kembali berkunjung ke sana. Walau sekarang google map, waze dan aplikasi lainnya banyak tapi aku masih mempertahankan daya ingat juga selain ditunjang teknologi milik simbah google. Takut kan kalo Handphone lowbatt atau sinyal hilang seperti ketika kami di pantai tadi.

"Oh iya, Jun besok aku perlu bawa apa saja ya? Tolong nanti kamu WA aja ya. Jadi aku bisa siapin semua. Kaya peralatan yang kamu bawa tadi kayanya aku belum punya semua."

"Sepatu, sleeping bag sama jaket itu buat kamu, kamu pakai aja besok nggak usah beli. Sisanya kamu bisa pinjem di rumahku, terserah mau pakai yang mana."

"Ih, nggak enak tau, Jun. Kalo pinjem takut rusak, aku beli aja, ya. Kamu biasa beli di mana?"

Juna menghela nafas panjang . "Yowes Nad, nek kowe arep tuku dewe . Datang saja ke store punyaku, nanti aku WA alamatnya."

"Kasih bonus ya kalo belanja banyak?"

"Iya, nanti dapet bonus kantong plastik."

"Ck...nyebelin bener jadi manusia kamu, Jun"

Saking senangnya aku sudah searching searching tentang gunung Merbabu di dalam mobil sambil ngemil chiki balls rasa coklat ukuran jumbo.

"Eh, Jun sekarang mau mendaki harus daftar online ya?"

"Iya, kenapa?"

"Aku share foto KTP aku ya ke kamu, jangan lupa di daftarin sama tiketnya sekalian aku minta nomer rekening kamu deh. Aku transfer sekalian."

"Biar aku saja yang tiket tapi lebih baik kamu cepetan WA teman-temanmu, jadi mau ikutan nggak biar makin rame."

"Okay, Jun."

Segera setelah mendapatkan perintah Juna aku segera membuka grup WhatsApp yang aku miliki bersama Salma dan Deva, tanpa adanya Robert di dalamnya. Karena menurutnya kami ini adalah tiga emak tukang rumpi dan ia tidak mau mengganti celananya dengan daster.

Grup WA "DeSaNa"

Nada : minggu depan gue mau ke Gunung Merbabu, ada yang mau ikut?

Salma : Ngapain?

Nada : jalan jalan, lo mau ikut kagak?

Salma : emang sama siapa aja?

Nada : sama Juna dan teman-temannya.

Salma : wah, kalo gue ikut, gue ganggu lo lagi. Nggak usah lah, Nad.

Nada : lo yakin nggak mau ikut? Nggak pengen foto dengan background kaya gini.

Nada : *sending picture*

Nada : gue sih mau foto pemandangannya langsung. Nggak cuma nyomot di google, selain itu nambah pengalaman gue.

Deva : gue ikut, Nad...

Salma : asem lo, Dev. Tau-tau langsung ikut aja. Ya udah gue ikut juga.

Nada : kirim Foto KTP buruan, daftarnya online.

***

Setelah mendapatkan foto KTP Salma dan Deva, aku segera mengirimkannya ke Juna.

"Aku sudah kirim KTP ke WA kamu, Jun."

Juna hanya mengangguk, masih fokus menyetir karena hari ini cukup padat, maklum hari Minggu. Hari di mana jalan sepanjang Wonosari menuju Jogja cukup padat merayap dengan banyaknya bus pariwisata yang mendominasi.

"Kamu kalo ngantuk, sini aku gantiin nyetirnya."

Juna langsung menoleh ke arahku.

"Serius kamu mau gantiin aku nyetir?"

"Iya, nepi dulu aja terus gantian."

Akhirnya Juna segera meminggirkan mobilnya dan bertukar posisi duduk denganku. Niatku hanya basa basi saja biar ada obrolan, taunya malah dianggap serius sama Juna. Mana nggak sampai 10 menit si Juna sudah melayang ke alam mimpi pula. Pelajaran berharga untukku, jika sedang bersama si Juna nggak perlu basa basi, basa basi akhirnya apes sendiri.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel