Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

PART 3

Sharenada Raharja POV

Jum'at sore ini aku sengaja mengajak kedua sahabatku untuk bertemu dan mendiskusikan hal yang sudah membuat mereka mati penasaran seminggu ini. Aku mengajak mereka bertemu di salah satu cafe pinggir sawah di daerah pinggiran jogja. Hanya Robert yang tidak aku ajak karena dirinya memiliki jadwal yang begitu padat di rumah sakit.

"Sorry, gue telat gara-gara si Fabian gila nggak ngebolehin gue pulang duluan sebelum nemenin dia ngeMall nyari kado buat rekan bisnisnya yang mau ulang tahun."

"Gue rasa si degem naksir kali sama lo. Sudah embat aja, daripada keburu ditikung sama orang. Lagian Fabian ganteng gitu kaya oppa-oppa korea," Kata Salma sambil memakan spaghettinya.

"Nggak banget deh sama laki-laki model kaya gitu, yang ke kantor saja selalu pakai setelan Armani, sepatu Hugo Boss kalo nggak Berluti. Mobil saja egois bener cuma bisa dipakai dua orang doang. Lebih gila lagi tadi dia bawa Buggati chiron. Gimana cewek-cewek di kantor kagak mau histeris?"

Aku hanya tersenyum, siapa sih yang tidak tau Berluti, jika kaum wanita memuja Hermes, maka kaum laki laki mencintai Berluti.

"Termasuk lo ya, Dev," kataku sambil tertawa. Karena aku tau Deva paling tidak suka sesuatu yang terlalu menghambur hamburkan uang apalagi seorang laki-laki yang lebih pesolek daripada dirinya yang mati matian mempertahankan image metroseksualnya.

Walau di antara kami berempat Deva yang suka sok berlagak menjadi orang yang "matre" dan semuanya ia ukur dengan logika, tapi sejatinya ia hanya bercanda. Aku cukup tau kelulusan Deva seperti apa. Jika ia tidak tulus, mana mungkin ia bisa menemani Lionel sejak 0 hingga sukses walau akhirnya ia hanya menjaga jodoh orang lain selama 15 tahun.

"Idih Najis, laki-laki kaya gitu diajakin makan di angkringan juga pasti nggak akan mau. Bukannya bangga gandengnya malah bikin malu."

Aku dan Salma tertawa. Ya, sejak Deva dipaksa menjadi sekretaris plus asisten pribadi bossnya yang bernama Fabian Alaric Kawindra itu, hidupnya betul-betul berubah. Deva yang seorang accounting menjadi sekretaris? awal mendengarnya aku tertawa tapi Deva sudah bisa melewati 4 bulan ini dengan baik.

"Udah deh nggak usah bahas dia, bikin emosi jiwa aja adanya. Btw, gue nungguin cerita lo Nad soal Aldi."

Aku memperhatikan Salma dan Deva menungguku untuk bercerita dan akupun memutar kembali memori satu minggu ini yang seperti sebuah film. Hingga akhirnya aku selesai bercerita dan mmembuka sesi tanya jawab karena aku melihat banyak sekali pertanyaan di atas kepala kedua sahabatku ini.

"Jadi lo mau di jodohin sama si Juna itu? Tapi kan dia bilang nggak bisa sama lo, Nad mana pakai ngatain lo cocoknya jadi Thropy wife pula," Kata Deva yang lebih dulu nerocos daripada Salma .

"Nama lengkapnya siapa, Nad?" Tanya Salma sambil mencoba meraih handphonenya.

"Namanya Arjuna Harvito Widiatmaja." kataku sambil mengembuskan nafas panjang dan memalingkan wajah menatap sunset yang indah sore ini dari pinggir sawah. Beberapa menit kemudian aku mendengar Salma sudah histeris.

"Hah? Beneran ini calon lo, Nad?" Salma menyodorkan handphone kepadaku dan aku lihat foto Juna di sana.

Aku hanya menjawab singkat ,"iya."

"Buset dah, Nad. Habis lo buang batu kali, lo dapet batu berlian gini. Amal apa lo, Nad sampai dijodohin sama yang begini. Gue juga mau ngikutin, biar dapet yang begini."

"Emang Juna kelebihannya apa sampai lo begitu?" Tanya Deva sambil bertopang dagu menghadap ke Salma.

"Muda, tampan dan mapan. Bonusnya dia masih keturunan ningrat, samalah sama Nada ada huruf R-nya di depan nama, jackpotnya badannya bikin ngiler."

"Lo gila ya, Sal? darimana lo tau badannya bagus? kaya lo pernah lihat aja dalamnya."

Deva menunjuk Salma sambil geleng-geleng dan hanya dijawab Salma dengan memperlihatkan handphonenya lagi.

"Woww... Ini sih bukan lagi six pack tapi eight pack, Nad. Sudah kali ini mah gue setuju. Kawinin aja, Nad. Restu Gue sama Salma sudah lo dapet. Buat Robert dia idem aja sama kita berdua, keluarga juga sudah tinggal seret ke KUA doang."

***

Arjuna Harvito Widiatmaja POV

Gila, gila, gila... rasanya beberapa hari ini aku ingin memuntahkan semua amarahku tapi tidak tau kepada siapa, karena Eyang menyuruhku untuk segera mengajak Nada jalan setelah itu melamarnya. Aku yang pacaran saja tidak pernah, lalu bagaimana jika tiba-tiba harus melamar wanita. Nada pula wanita itu, yang beberapa hari lalu aku buat marah karena ucapanku.

"Dim, gimana caranya minta maaf sama cewek?" Bukannya menjawab Dimas justru tersedak makanannya. Aku segera menepuk nepuk punggungnya dan memberikan segelas air yang ada dimeja makan.

"Maaf Pak, Bapak mau minta maaf sama siapa?"

"Cewek."

Dimas benar-benar kaget, itu terlihat dari ekspresi matanya yang melotot ke arahku.

"Nggak usah gitu juga lihatin saya. Saya dijodohin sama cewek cucunya teman Eyang."

"Tinggal datengin saja rumahnya terus minta maaf. Nggak usah pakai bunga bungaan kecuali itu bunga deposito sama bunga bank."

"Saya serius Dimas."

"Saya juga serius, Pak. Bapak tinggal datangin rumahnya. Toh bapak jadi bisa menilai sendiri 'kan gimana keadaan rumah calon mertua, lingkungan tinggalnya, syukur-syukur Bapak bisa cari-cari informasi tentang calon bapak ini orangnya seperti apa."

Aku hanya menatap Dimas, mencari kejahilan dimatanya tapi yang aku dapat adalah bentuk kesungguhan Dimas.

"Sudah buruan telpon, Pak. Keburu malem."

"Chatt aja, ya?"

"Terserah Bapak lah," kata Dimas lalu melanjutkan makannya.

Aku mengambil handphone di kamar dan segera aku chatt Nada.

Arjuna : sore menjelang malam, Nad. Ini gue Juna. Bisa nggak kita ketemuan?

Nada : malam, buat apa ketemu?

Arjuna : buat minta maaf soal kemarin. Sama disuruh sama Eyang ngajak lo jalan ke luar.

Nada : punya refrensi tempat ngopi yang anti-mainstream nggak? kalo mau boleh deh ketemuan.

Arjuna : serius lo mau ngopi di tempat anti mainstream? Tapi segala yang bagus itu perlu perjuangan, memang lo sanggup?

Nada : suka remehin gue banget. Sanggup lah, gue jabanin tantangan lo.

Arjuna : ya sudah lo bawa jaket yang tebal, pakai baju bukan yang kurang bahan, gue jemput nanti jam tujuh malem di rumah.

Nada : okay.

"Gimana pak?" Tanya Dimas kepo.

"Saya siap-siap dulu, kamu disini aja nggak usah pulang, saya mau jemput Nada."

"Siap pak tapi kalo isi kulkas tandas semua jangan ngomel, ya."

"Habisin aja kalo kamu mau."

"Makasih Bapak boss yang ganteng, tajir, berduit dan tidak pelit."

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel