Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Makrab Part I

Bab 6 Makrab Part I

Gerimis membalut area sekolah. Langit mendung. Gumpalan awan kelabu seakan tak mau beranjak di atas sana. Satu persatu tetes air mengenai jendela kelas lalu terbawa angin, menciptakan embun di kaca.

Udara terasa lembap dan dingin.

Brody menyugar rambutnya ke belakang menggunakan jemari besarnya, membuat surai lebat miliknya tersibak, membiarkan paras rupawannya terekspos dengan sempurna.

Dia menghela samar, guratan frustasi nampak bertengger di wajahnya.

"Kenapa, Bro?"

Dika mengambil langkah, mendekat kepada Brody lantas duduk di kursi kosong sebelah kanan tubuh teman sekelasnya itu.

"Habis ditolak cewek," Brody meringis masam.

"Ternyata aku cuma diberi harapan palsu selama ini, sial."

Dika mendengus geli, "Kau 'kan ganteng, kok bisa-bisanya dia menolakmu?"

Brody mengangkat kedua bahunya, nampak lesu.

"Entahlah, mungkin dia tahu kalau aku adalah anak nakal yang suka membuat keributan."

"Kau tidak mau coba mendekati Sisca? Itu loh, anak yang terkenal dari kelas X-IPS 2. Dia cantik, sepertinya cocok denganmu,"

usul Dika penuh semangat.

"Aku baru kenalan dengannya tadi pagi." Brody mengakui,

"Sepertinya dia anak yang baik."

"Kata siapa?"

"Bukan kata siapa-siapa, aku hanya berspekulasi melalui cara dia bersikap di kesan pertama," tanggap Brody cepat.

Dika bersandar di dinding namun tetap memandang Brody,

"Dia anak yang nakal loh meskipun cantik begitu, dulu aku satu SMP dengannya. Tapi ya, karena dia cantik, semua orang menutup mata atas kelakuan bandelnya."

Brody tersenyum penuh, "Berpacaran dengannya sepertinya akan menjadi hal yang menarik, baiklah, saranmu akan kupertimbangkan toh tidak ada salahnya mencoba,"

"Siap, siap. Oh iya, pembagian tim untuk Makrab nanti malam akan dilaksanakan satu jam lagi di aula utama, kau jangan lupa,"

kata Dika mewanti-wanti.

Brody mengangguk samar, "Iya, siapa tahu aku satu kelompok dengan Sisca."

***

Semua siswa tingkat pertama SMA Kartika telah berbaris dengan tertib dan rapi sesuai dengan urutan kelasnya.

Pembagian kelompok untuk acara Makrab malam ini akan dilangsungkan saat ini juga.

Adam, ketua OSIS di dampingi oleh Rico yang menjadi ketua pelaksana acara Makrab telah memegang daftar nama kelompok beserta nama-nama anggotanya yang telah dipilih secara acak.

Sedangkan para anggota OSIS dan panitia pelaksana tengah sibuk mempersiapkan rangkaian acara Makrab pertama SMA Kartika ini di ruangan rapat OSIS.

Beruntung murid tingkat pertama tahun ini jauh lebih patuh ketimbang tahun sebelumnya, sehingga Adam dan Rico tidak kesulitan mengarahkan mereka semua.

"Baiklah, selamat siang teman-teman semua, mungkin sebagian besar dari kalian sudah kenal saya ya jadi saya persingkat saja. Nama saya Rico, jabatan saya sekarang adalah ketua panitia pelaksana acara Makrab kita ini. Saya dari kelas XI-IPA 1."

"Dibantu Adam, ketua OSIS kita, saya akan membacakan nama kelompok beserta nama anggota untuk menciptakan kekompakan tim dalam acara kita nanti malam." Suara lantang milik Rico menginterupsi, membuat semua orang memusatkan atensi kepadanya,

"Kalau begitu, saya mulai bacakan kelompok pertama ya?"

Rico mulai membacakan nama anggota-anggota dalam kelompok hasil pilihan anggota OSIS serta panitia pelaksana dengan kertas dalam genggamannya.

Setiap kelompok masing-masing berisi sepuluh orang anggota yang dicampur dari berbagai jurusan.

Sisca memandang Rico harap-harap cemas.

Dia takut dapat kelompok beranggotakan orang yang sama sekali tidak dikenalnya —atau parahnya, tidak bisa diajak bekerja sama dengan baik.

Namun apa boleh buat, tidak ada pilihan lain, dia hanya bisa pasrah menerima bagaimana pun bentuk anggota timnya nanti.

Sepuluh menit berlalu, menurut perhitungan jam tangan kulit berwarna hitam yang melingkar manis di pergelangan tangan kiri mungil milik Sisca.

Namanya belum juga dipanggil, agaknya dia mendapat tim belakangan.

Gadis itu sudah mulai resah.

"Kok namaku belum dipanggil ya? Atau jangan-jangan namaku tidak ada dalam daftar?"

Sisca bermonolog dengan suara pelan sembari memandang Adam yang baru saja menggantikan posisi Rico membacakan nama kelompok beserta anggota dalam acara Makrab.

"Vincincia Siscada, tim lima belas. Yang mana orangnya?"

Belum ada dua puluh detik Sisca meratapi nasibnya perihal namanya yang belum jua disebut, ia tersentak kaget mendengar namanya dipanggil.

Tim lima belas? Dengan siapa ya? pikirnya.

"Saya, Kak!"

Sisca berseru, mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi ke udara karena posisinya yang berada nyaris di belakang sekali.

"Oh, kamu ya?"

Adam memicingkan matanya, memastikan sosok yang dilihatnya dari jarak yang lumayan jauh itu,

"Kalau begitu sini maju." Sisca tersenyum canggung.

Dia lantas beranjak maju ke depan, hendak berdiri sejajar dengan teman-teman satu kelompoknya.

"Diantara kalian siapa yang mau menjadi ketua kelompok?"

Rico bertanya, memandang Sisca serta sembilan teman satu timnya.

"Berhubung anggota lelaki dalam tim ini hanya ada empat, jadi biar saya saja."

Sebuah suara berat menguar, menyapa indera pendengaran Sisca.

Terdengar familiar, seperti pernah dengar sebelumnya, tapi suara siapa ya?

Sontak, Sisca mengarahkan pandangannya ke sumber suara.

Matanya kemudia membulat, "Brody?"

***

Warna hitam pekat telah menguasai cakrawala maha luas kota Semarang.

Sudah pukul tujuh malam, acara Makrab akan dimulai sebentar lagi.

Semua ketua kelompok tengah asik memberikan arahan kepada anggotanya, tetapi keadaan sedikit berbeda dengan kelompok lima belas.

Brody, sang ketua kelompok malah asik memainkan game online melaui ponselnya membuat semua anggota tim merasa sebal.

Sikap Brody terlampau santai membuat mereka jengah sekaligus menyesal, harusnya mereka tidak mengiyakan perkataan Brody ketika dia mengajukan diri untuk menjadi ketua kelompok.

"Hai, Brody, apa kamu tidak mau memberikan arahan untuk kelompok kita?"

Sisca tersenyum paksa, berusaha mengajak Brody bicara dengan nada yang dibuat semanis mungkin —meskipun dia sendiri merasa jijik.

"Tidak perlu." Brody menggeleng, "Yang kita butuhkan tidaklah banyak, hanya kekompakan tim serta kerja sama,"

"Justtu itu masalahnya!" Sisca berseru gemas,

"Kalau kau tidak memberi arahan sama sekali, bagaimana kelompok kita bisa bekerja sama dengan kompak?"

Brody buru-buru menyimpan ponselnya ke dalam saku celana abu-abunya, memandang Sisca lurus,

"Kalau gitu, apa yang harus aku katakan?"

"Hah, kau ini ketua yang payah," hardik Sisca, "teman-teman, nanti mohon ikuti arahanku ya. Ketua kelompok kita sepertinya tidak berguna."

"Jaga bicaramu, Vincincia Siscada!"

"Aku bicara sesuai kenyataan, Brody Kent. Jika kau masih mau bergabung dengan tim lima belas harap ikut berbaris bersama kami dan dengarkan arahan dariku dengan seksama," tukas Sisca tegas,

"Kalau tidak, silahkan cari tim lain yang mau menampungmu,"

Demi apa pun, Sisca kesal akan sikap Brody yang demikian. Mana mungkin kelompoknya bisa berjalan kompak serta solid tanpa adanya arahan dari ketua tim?

Barang tentu hal itu mustahil.

"Tunggu, hei, Sisca! Aku ikut!"

pekik Brody sambil mengejar punggung sempit milik Sisca yang telah berjalan menjauh.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel