Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Bertemu

Bab 5 Bertemu

Jam pelajaran telah usai, membuat Sisca buru-buru mengaktifkan ponsel guna menghubungi supir pribadi yang akan menjemputnya pulang.

Hari sudah sore, Sisca tidak mau berada terlalu lama di luar ruangan, terlebih suhu udara hari ini terasa lebih rendah karena hujan nyaris seharian.

Sisca memilih untuk menunggu jemputannya sembari duduk di depan telepon umum tua yang sudah tidak terpakai.

Kakinya sudah pegal, seharian ini dia terus saja disuruh berbaris mengikuti berbagai macam arahan seperti orang bodoh dari para kakak kelasnya yang tergabung dalam organisasi OSIS.

Padahal hari ini baru masuk sekolah, tapi bisa-bisanya sekolah malah mau mengadakan acara Makrab? Ah, itu pasti sangat melelahkan.

Membayangkannya saja Sisca sudah merasa lelah.

Makrab pasti membuat semua peserta tidur larut, atau bahkan tidak tidur sampai pagi.

Sisca mana mau begadang, inginnya, Sisca bolos dari acara itu jika mendapatkan alasan yang jitu.

"Maaf membuat Nona menunggu,"

Tiba-tiba, Pak Danan, supir pribadi yang bekerja kepada Papa Sisca berdiri di hadapan Sisca dengan senyum hangatnya.

Sisca terperanjat, "Oh? Mari pulang, Pak. Aku capek sekali pingin cepat tidur."

Pak Danan mengangguk pelan, "Baik, Non. Mari biar saya bukakan pintunya."

Keduanya lantas bergerak menuju mobil sedan mewah berwarna hitam yang di kemudikan oleh Pak Danan.

Dengan cekatan, Pak Danan meraih kenop pintu mobil kemudian membukanya supaya Sisca tidak perlu repot-repot.

Sisca tersenyum tipis, "Terima kasih, Pak."

Gadis itu membenarkan posisi duduknya, mencari posisi ternyaman lalu menyandarkan punggung letihnya ke sandaran kursi mobil.

Sisca memejamkan matanya, lelah.

Dia ingin cepat sampai rumah kemudian tidur hingga besok pagi guna mengumpulkan energi kalau-kalau dia tidak menemukan alasan tepat untuk bolos dari acara Makrab esok.

***

"Papa?"

Tungkai Sisca melangkah pelan menuju ruang kerja Papa yang kebetulan pintunya terbuka lebar.

Nampaknya Papa sudah selesai dengan pekerjaanya.

Hari sudah cukup larut, tetapi Sisca masih terjaga.

Gadis itu terus saja kepikiran soal Makrab dan lorong penuh misteri yang memisahkan gedung sekolahnya dengan gedung SMP Kartika entah mengapa membuat Sisca tidak bisa tidur.

Menyadari eksistensi Sisca, Papa menutup laptonya lantas memandangi puteri semata wayangnya itu dengan sorot teduh,

"Kok belum tidur? Ini sudah malam loh, bukannya besok kamu ada kegiatan Makrab di sekolah?"

"Belum ngantuk," sahut Sisca sekenanya dengan ekspresi masam. Mood-nya berubah menjadi jelek.

"Kenapa?" tanya Papa menelisik.

Kening mulus Sisca berkerut, alisnya menukik,

"Aku merasa ada yang tak beres dengan sekolahku, seperti ada yang janggal, Pa. Tapi aku sendiri tidak tahu apa yang salah,"

Papa bangkit dari duduknya, merengkuh tubuh kurus puterinya dengan penuh kasih,

"Tak ada apa pun yang janggal, kamu hanya gugup. Itu saja kok, jadi jangan dipikirkan terus ya sayang."

Sisca membenamkan wajahnya ke dalam dada bidang Papa, menikmati sensasi hangat serta menenangkan tersebut.

Dihirupnya aroma wangi nan maskulin khas sang Papa, membiarkan aroma itu memanjakan indera penciumannya.

"Gih tidur," titah Papa lembut sembari menggamit tangan Sisca dengan lembut, hendak mengantar Sisca menuju kamarnya.

"Papa juga," sahut Sisca pelan, nyaris seperti bisikan.

Papa tersenyum tenang, mengusap pucuk kepala Sisca kemudian,

"Iya. Selamat tidur, kesayangannya Papa. Jangan lupa baca do'a dulu ya, Nak."

Sisca membuka pintu kamarnya,

"Siap, Pa. Besok jangan lupa antar aku ke sekolah ya, aku tidak mau tahu, pokoknya aku hanya akan berangkat ke sekolah kalau Papa yang antar." ucapnya mewanti-wanti.

"Iya-iya, sudah sana masuk," Papa terkekeh, mendorong pelan punggung anaknya memasuki pintu kamarnya yang telah terbuka lebar.

"Semoga bukan hal yang kutakutkan," Papa bergumam pelan, sangat pelan, nyaris tidak terdengar.

***

Pukul sembilan pagi.

Matahari bersinar terik, oh, pertanda buruk bagi Sisca yang tidak mau warna kulitnya menggelap.

Dia merapatkan cardigan seragamnya, mencoba meminimalisir resiko dirinya akan menjadi hitam setelah acara ini.

Suasana mendadak riuh, terdengar suara gadis-gadis yang sepertinya menggila.

Tapi ada apa?

Penasaran, Sisca beringsut dari tempatnya, mencari biang kehebohan kali ini.

Dia menyelinap melalui sela-sela kerumunan siswi lain yang memenuhi aula utama sekolah pagi ini.

Bukankah harusnya semua orang melakukan persiapan untuk acara Makrab malam ini?

Tetapi kenapa mereka malah berkumpul sambil berheboh ria di sini?

"Brody, kamu ganteng sekali sih! Jadi pacarku saja, yuk?"

"Brody, sudah punya pacar belum? Kalau belum punya aku mau dong jadi pacarmu."

"Malam minggu nanti kamu ada acara tidak? Kalau tidak ada jalanlah denganku, Brody."

Mendengar kalimat-kalimat yang baginya memuakkan itu, Sisca mendecak.

Memangnya siapa sih Brody ini?

Bikin kacau suasana saja!

"Kalian sedang apa sih?! Minggir! Aku terjepit tahu! Hei!"

pekik Sisca tak sabaran setelah tubuhnya terjepit ditengah-tengah keramaian siswi yang terus saja menyorakan berbagai macam kalimat rayuan aneh kepada sosok bernama Brody itu.

Sekuat tenaga, Sisca mendorong orang-orang yang menghimpit tubuhnya.

Tenaga mereka ternyata sangat luar biasa, Sisca jadi kewalahan.

"Kalian bubar dulu ya, bukannya kalian harus bersiap-siap untuk acara Makrab? Terlebih kalian yang menjadi panitia pelaksana, pasti guru pembimbing dan rekan tim membutuhkan kehadiran kalian."

Sebuah suara berat menguar, menginterupsi kawanan manusia yang membuat Sisca terjepit itu.

Seolah mantera ajaib, kalimat itu sukses membuat Sisca dapat menghirup banyak oksigen setelah beberapa saat terhimpit puluhan orang secara mendadak.

Sisca menepuk-nepuk pelan dadanya,

"Untung aku tidak mati."

Bulir keringat sebesar biji jagung menghiasi kening Sisca, air hasil sistem ekskresi itu pun sudah menggantung di dagu runcing Sisca, menggambarkan betapa dia telah kepayahan beberapa saat lalu.

"Maaf membuatmu jadi terjepit."

Pria yang diyakini Sisca bernama Brody itu mengulurkan tangannya, berniat membantu Sisca yang terduduk lemas bangkit dari posisinya.

Sisca menerima uluran tangan kokoh itu, "Memangnya kamu ini siapa sih, bisa-bisa membuat kehebohan seperti ini?"

"Bukan siapa-siapa."

Pria itu mengangkat bahunya sekejap.

"Hanya siswa berandalan yang terpaksa sekolah di sini karena sistem zonasi sialan itu."

Sisca menelisik pria bertubuh tegap di hadapannya dengan pandangan, mengamati setiap inchi bagian tubuh dari pria itu.

Patut semuanya menjadi heboh, ternyata dia memang lumayan tampan.

Tubuhnya atletis dengan kulit kecokelatan, bibirnya ranum dilengkapi dengan hidung mancung serta mata bersorot tajam yang terkesan misterius. Tampan, Sisca mengakui itu.

"Namaku Brody, dari kelas X-Bahasa 5. Boleh aku tahu siapa namamu?"

kata sang pria tiba-tiba setelah hening selama beberapa saat.

Sisca sedikit tersentak, tetapi buru-buru mengubah mimik wajahnya menjadi lebih tenang dengan seulas senyum tipis yang menghiasi bibir tipisnya.

"Aku Sisca, dari X-IPS 2. Semoga kita bisa berteman dengan baik ya, Brody."

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel